Dering ponsel mengusik tidur gadis berkulit putih itu. Tak ada niat untuk menjawab panggilan, Anye justru menutupi seluruh badannya dengan selimut. Karena ponselnya tak berhenti berdering, Anye pun segera menyambar benda pipih itu. Vio nama yang tertera pada layar.
"Halooooo...Anye ya Tuhaannn lo kemana aja sih? Kata Mbak Lani lo semalem gantiin Widya tapi kenapa gak balik lagi? Gue nungguin ampe lumutan, bahkan tadi pagi pun gue sengaja tunggu lo di toilet hampir setengah jam tapi lu gak nongol-nongol, di telpon juga gak aktif, Trus ini kenapa tas lo ditinggalin begitu aja? Gak takut ada yang rampok apa?"
"Sorry Vi, semalam setelah gantiin Widya, perut aku sakit banget jadi aku langsung pulang aja." Bohong. Ya Anye tidak mungkin menceritakan kejadian tadi malam kepada Vio, bahkan kepada Nenek Tari pun saat tiba di rumah Anye beralasan tidak enak badan makanya ijin pulang lebih awal. Anye bertekad untuk merahasiakan kejadian itu. Ia akan menyimpannya sendiri.
"Tapi lo udah mendingan? Udah minum obat kan? Hari ini bisa kerja gak? Kalo gak bisa ntar gue ijinin ke Mbak Lani. Semalem Mbak Lani juga nyariin lo, tapi untung otak gue encer jadi gue bilang lo lagi di toilet."
"Makasih Vi, kayaknya aku hari ini masih belum bisa kerja, tolong ijinin ke Mbak Lani ya."
"Tenang aja, besok pulang kerja gue mampir sekalian bawain tas lo."
"Makasih Vio."
Sambungan pun terputus. Anye duduk bersandar di ranjang. Pandangannya lurus ke depan, tetapi tatapannya kosong. Kejadian tadi malam masih saja melintas jelas di pikirannya. Ia pun meringis merasakan pening di kepalanya, belum lagi tubuhnya seakan remuk karena gempuran semalam.
Nenek Tari masuk dengan membawa nampan berisi sepiring nasi, semangkuk sup jagung dan segelas air putih. Nenek Tari meletakan nampan tersebut di pinggiran kasur.
"Makan dulu, ini sudah jam sebelas siang, bahkan sarapan pun kamu lewatkan," ucap Nenek Tari lalu ia pun keluar.
Anye mengangguk, ia pun makan dengan tak berselera. Hatinya hancur. Kehormatan yang ia jaga selama ini telah dirampas begitu saja. Padahal masa depannya masih panjang. Ia masih ingin kuliah, ingin meraih cita-citanya, ingin membahagiakan Neneknya. Tapi entah setelah kejadian itu ia tidak mempunyai semangat hidup. Ia pun tak berniat melaporkan ke polisi, karena menurutnya percuma saja. Mereka punya kuasa, punya uang jadi mana bisa Anye menang melawan mereka walau sekedar meminta pertanggungjawaban.
Sudah satu minggu Anye tidak bekerja dengan alasan sakit. Anye memang tak sepenuhnya berbohong karena selain merasakan hati dan pikirannya yang tak baik-baik saja, ia pun kerap sakit kepala. Apalagi selama satu minggu ini makannya tIdak teratur. Sekalinya makan itu pun paling banyak dua suap yang masuk ke dalam perutnya.
Tidurnya pun tidak nyenyak. Ia sering merasakan gelisah dalam tidurnya, jadi paling lama ia tidur hanya satu jam dalam semalam, itu pun dengan beberapa kali terbangun. Anye juga menjadi lebih pendiam, ia sering melamun bahkan menangis sendiri.
Saat Vio ke rumahnya pun ia hanya menjadi pendengar saja. Vio lebih banyak berbicara dengan Neneknya.
Sang Nenek yang merasakan keanehan cucunya pun bingung sendiri. Karena saat ditanya, Anye selalu menjawab tidak ada apa-apa. Dia baik-baik saja.
Setelah satu minggu tidak berkerja, hari ini Anye berniat ingin berangkat bekerja walaupun rasa takut dan trauma masih melekat pada dirinya. Sebenarnya Anye hanya akan menyerahkan surat pengunduran dirinya. Tekadnya sudah bulat bahwa ia akan berhenti bekerja, ia tidak mau hidup dengan bayang-bayang tindakan pelecehan terhadapnya.
Setelah berhenti ia berniat akan membawa Neneknya pindah ke satu desa di daerah Bandung. Beberapa hari yang lalu ia berselancar dengan ponselnya dan melihat ada iklan lowongan pekerjaan di desa tersebut. Ia pun segera mengirimkan CV melalui email.
Saat sampai di hotel ia segera menemui Mbak Lani dengan maksud menyerahkan surat pengunduran dirinya.
"Kamu yakin Nye dengan keputusan kamu?" tanya Mbak Lani yang tak percaya dengan keputusan Anye. Karena yang dia tahu Anye sangat senang saat diterima bekerja disini. Ia bahkan pernah mengatakan akan bekerja dengan keras dan rajin bahkan kalau perlu lembur tiap hari supaya bisa menabung untuk biaya kuliah.
"Insya Allah yakin Mbak," jawab Anye.
"Mbak harap kamu tidak akan menyesal apa yang telah menjadi keputusan kamu ini. Jangan sungkan hubungi Mbak kalau kamu butuh sesuatu atau hanya untuk sekedar berbagi cerita," ucap Mbak Lani sambil memberikan pelukan perpisahan.
Setelah menemui Mbak Lani, kini Anye melangkah menuju resepsionis untuk menemui sahabat sekaligus rekan kerjanya. Anye akui ia sebenarnya nyaman kerja di hotel ini apalagi mempunyai partner kerja seperti Vio. Vio anak yang periang, cuek, walaupun kalau ngomong suka ceplas ceplos tapi anaknya sangat baik dan ramah. Tak heran jika Anye bisa langsung dekat dengannya sejak pertama masuk kerja.
Anye sedikit pendiam jadi ia tidak terlalu banyak teman yang dekat dengannya. Di hotel ini ia hanya dekat dengan Vio, Mbak Lani, Widya dan Asep yang bekerja sebagai cleaning service. Anye bisa dekat dengan Asep karena sering meminta tolong untuk dibelikan makan atau camilan saat bekerja.
"Kenapa mendadak gini Nye? Kamu yakin?" tanya Vio yang terkejut setelah mendengar apa yang Anye katakan.
"Pertanyaan kamu kok sama sih seperti Mbak Lani, jangan bikin aku jadi galau deh," ucap Anye sambil me ngerucutkan bibirnya.
"Ya jelas gue nanya gitu, lo disini baru kerja sekitar dua bulan, trus lo pernah bilang pengen kuliah juga kan, kenapa mendadak resign udah gitu alesan lo gak masuk akal tau gak," ucap Vio kesal.
Anye mengatakan bahwa ia berhenti bekerja karena akan mencari pekerjaan di Bandung. Anye bilang Neneknya butuh suasana pedesaan, butuh udara yang segar supaya sakitnya sembuh. Tentu saja membuat kesal Vio karena menurutnya tidak masuk akal. Karena katanya kalau yang namanya sakit itu yang dibutuhkan obat bukan udara segar. Memang udara segar juga bagus untuk kesehatan tapi kan bukan dijadikan sebagai jalan penyembuhan.
"Doakan saja ini yang terbaik untuk aku dan Nenek. Terima kasih Vio sudah menjadi orang yang mengerti aku selama ini, jangan pernah lupain aku ya," ucap Anye dengan mata yang berkaca-kaca.
"Lo kenapa ngomong gitu si, gue jadi ikut sedih nih, gue ikhlas kok berteman sama lo. Baik-baik ya di sana," ucap Vio sambil mengusap-usap punggung Anye.
Setelah perpisahan dengan beberapa teman kerjanya, Anye berniat untuk langsung pulang. Ia harus berbicara kepada Neneknya tentang rencananya untuk pindah ke Bandung.
"Loh, kamu gak jadi kerja?" tanya Nenek setelah melihat Anye kembali ke rumah padahal ia baru berangkat dua jam yang lalu, harusnya ia baru akan pulang setelah jam enam sore berhubung Anye saat ini shift pagi.
"Anye sudah berhenti bekerja Nek," jawabnya lirih.
"Kamu dipecat?"
Anye segera menggeleng. Lalu ia segera menjelaskan alasan dirinya berhenti bekerja.
"Memang aku yang ingin berhenti Nek. Aku sudah dapat pekerjaan baru di daerah Bandung. Rencananya interview Senin depan."
"Kamu tega ninggalin Nenek di sini sendiri? Gak mungkin 'kan kamu bolak balik Jakarta-Bandung?"
"Kita akan pindah ke sana Nek."
"Kita?" tanya Nenek.
"Iya kita, aku dan Nenek." jawabnya sambil tersenyum.
Setelah meyakinkan Neneknya, Anye segera membereskan pakaian dan dan barang-barang yang akan dibawa ke Bandung. Beruntung barang yang dibawa tidaklah banyak, karena untuk kasur, lemari dan kursi dan barang-barang besar lainnya merupakan milik orang yang rumahnya ia sewa.
Keesokan harinya Anye dan Nenek sudah bersiap untuk pergi ke Bandung. Anye sengaja memesan travel bus supaya ia dan Nenek bisa langsung diantar ke alamat tujuan. Beberapa hari sebelumnya, setelah Anye mengirimkan surat lamaran itu ia pun segera mencari kontrakan di dekat tempat ia bekerja nantinya. Untungnya ia mendapatkan rumah sewa yang tak jauh dari tempatnya bekerja dengan harga yang lumayan murah.
Saat kendaraan yang ia tumpangi perlahan meninggalkan rumah lamanya, hati Anye merasa tercubit. Ia seakan tak rela meninggalkan rumah yang sudah lama ia tempati. Karena di sanalah banyak kenangan suka duka ia dan Nenek dalam menjalani hidup. Tak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya, tapi segera ia hapus supaya tidak terlihat oleh sang Nenek.
Tak terasa sudah satu bulan Anye tinggal di desa X di daerah Bandung. Desa tersebut tidak terlalu jauh dari pusat kota, hanya memerlukan waktu kurang lebih satu jam. Anye sekarang bekerja sebagai admin di salah satu perkebunan teh milik Pak Irawan. Pak Irawan dulunya tinggal di Jakarta, karena ada sesuatu hal, maka ia sekeluarga pulang ke Bandung. Pak Irawan juga mempunyai putri yang sepantaran dengan Anye. Bahkan saat SMA pernah satu sekolah dengan Anye. Kata pak Irawan Kayla sekarang sedang kuliah di New York.
Ah, kalau mendengar kata kuliah Anye menjadi sedih, karena ia tidak seberuntung Kayla yang bisa kuliah bahkan di luar negeri. Tapi itu semua tak lantas membuat Anye patah semangat. Ia justru harus bekerja lebih keras lagi, apalagi sekarang Neneknya sedang di rawat di rumah sakit yang pastinya memerlukan banyak biaya.
Nenek Tari bersikeras untuk pulang, ia tak ingin berlama-lama di rumah sakit. Karena dokter mengijinkan, maka pagi ini Anye bersiap ke rumah sakit untuk menjemput sang Nenek. Beruntung pak Irawan berbaik hati karena mengijinkan Anye masuk kerja setengah hari. Rencananya setelah menjemput Nenek di rumah sakit lalu mengantarnya ke rumah, Anye akan segera berangkat bekerja.
Anye tiba di kantornya tepat jam satu siang. Ia segera mengambil setumpuk berkas tanda pengiriman pupuk dan juga penjualan hasil panen. Saat akan membuka satu file, ponselnya berdering. Ia lalu mengangkat panggilan tersebut yang mana dari Bu Lusi yang merupakan istri Pak Irawan.
"Assalamualaikum," Anye tak lupa mengucapkan salam terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam, Nye sekarang kamu pulang bareng Sodik ya. Tadi Ibu sudah berpesan kepadanya supaya jemput kamu."
"Memangnya ada apa Bu? Saya baru saja sampai di kantor." Pikiran Anye pun langsung tertuju kepada Neneknya.
"Nenek baik-baik saja 'kan Bu?" tanyanya dengan khawatir.
"Yang sabar ya Nye, Nenek sekarang tidak akan merasakan sakit lagi, beliau sudah sembuh total," jawab Bu Lusi mencoba menenangkan Anye.
Seketika tubuh Anye pun lirih ke lantai, ia menangis kencang. Ia tahu maksud sembuh itu apa. Saat Sodik menghampirinya, Anye masih terisak-isak, tubuhnya lemas bahkan untuk berdiri saja ia tak sanggup.
***
"Neng sing sabar, kudu ikhlas," ucap Bu Lusi saat berjalan mendampingi Anye setelah dari pemakaman.
Anye hanya diam. Bahkan saat para pelayat berdatangan ke rumahnya untuk mengucapkan belasungkawa pun ia hanya menganggukkan kepala. Keesokan paginya Anye merasakan nyeri di kepalanya. Saat akan berdiri untuk mengambil gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya tiba-tiba perutnya bergejolak. Ia segera berlari ke kamar mandi hanya untuk memuntahkan cairan bening dari dalam mulutnya.
"Hoek..hoek..hoek."
Badan Anye lemas, kepalanya makin nyeri ditambah rasa mual tak kunjung berhenti padahal sudah setengah jam ia berada di kamar mandi hanya karena muntah-muntah yang tak berhenti. Anye duduk bersandar di lantai kamar mandi. Anye pikir mungkin efek tidak ada yang makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak kemarin dan juga efek akan datang bulan.
Tunggu...mata Anye pun membulat, ia meringis menggelengkan kepala untuk menyingkirkan pikiran yang tidak-tidak. Anye segera mengambil ponsel untuk mengecek jadwal bulanannya. Dan nyatanya ia sudah telat lebih dari satu bulan.
Anye segera membuka bungkusan kecil yang tadi dibelinya di apotek dekat rumah. Lalu ia membaca petunjuk cara menggunakannya. Dengan tangan gemetar, ia perlahan membuka mata untuk melihat hasilnya. Terkejut. Anye melempar benda tersebut ke tempat sampah, ia pun menangis pilu, ia bingung apa yang harus ia lakukan. Ia takut akan dicemooh orang. Hatinya hancur, baru saja ditinggal oleh orang yang dicintainya kini hadir nyawa yang bersemayam di rahimnya.
Karena kalut Anye memukuli perutnya berkali-kali sambil menangis. Ia tidak menginginkan bayi yang ada karena kecelakaan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Tukanghalu(Ig:Novi_Rahajeng08)
Semangat kak rinjani💪💪
2021-10-19
1
NoNarina
saran aja kak, abis ganti paragraf dikasih enter satu atau dua kali biar gak numpuk tulisannya
2021-10-06
2