ELENA
Seorang gadis cantik berkulit putih sedang membersihkan wajahnya di depan washtafel di dalam toilet khusus karyawan hotel Semeru. Hotel tersebut salah satu hotel berbintang di kota Jakarta. Dia adalah Anyelir, gadis berusia delapan belas tahun yang merupakan gadis yatim piatu.
Diambilnya kapas dalam wadah lalu ia menuangkan botol berisi air ke kapas tersebut. Dengan lembut ia bersihkan makeup yang menempel di wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia lalu membasuh wajahnya dengan air, tak lupa memakai sabun khusus cuci muka. Saat sedang menyisir rambutnya, seseorang membuka pintu toilet dan bergabung bersamanya.
"Balik naik angkot?" tanya Viola kepada Anyelir yang sedang mengikat rambutnya seperti kuncir kuda.
"Emang biasanya?" alih-alih menjawab, Anye balik bertanya.
"Ck." Vio berdecak. " Siapa tau aja udah punya gebetan jadi gak perlu naik angkot lagi".
"Itu gebetan apa tukang ojek Vi?" tanya Anye sambil terkekeh, hampir saja lipstik yang sedang ia pakai meleset keluar jalur.
"Kalo ada yang bisa dimanfaatkan kenapa harus merugikan diri," jawab Viona tak mau kalah.
"Siapa sih yang merugikan diri? justru aku itu memberi manfaat loh buat sopir angkot secara gak langsung 'kan memudahkan dalam mencari rezeki yang otomatis akan menambah pahala juga buat aku." Sanggah Anye panjang lebar.
"Iya...iya, baik Bu guru," canda Vio.
"Nah...gitu dong, ini baru murid yang baik." Ucap Anye sambil menepuk-nepuk pelan pundak Vio
.
"Heleeh." Vio mencebikan bibirnya.
Dirasa penampilan sudah cukup rapih dan sudah tidak ada makeup di wajahnya hanya olesan tipis lipstik. Anye memang selalu membersihkan terlebih dulu wajahnya ketika pulang kerja karena dia memang tidak suka berdandan, pada saat akan bekerja pun Vio memilih berangkat lebih awal supaya bisa memakai makeup terlebih dulu di toilet hotel. Memakai sling bag nya Anye pun memutar badannya ke arah Vio.
"Aku duluan Vi, jangan lupa makan dan minum air putih yang banyak biar tetep sehat, malam ini 'kan perayaan ulang tahun Bos."
"Dih apa hubungannya, gak jelas lo."
"Kalau sakit gak bisa ikut pesta dong, emang gak nyesel gak bisa liat muka tampan Pangeran Ken?" bisik Anye di telinga Vio.
Vio nyengir."Bener juga."
"Yaudah balik duluan, dadaaahhh," ucap Anye sambil melambaikan tangannya ke arah Vio.
"Duluan...duluan terus dari tadi tapi gak balik- balik. Hus..hus..huss sana," balas Vio sambil menggerakkan tangannya seolah mengusir.
Anye berjalan menuju pintu belakang hotel. Anye duduk di halte sambil menunggu angkot yang menuju ke arah rumahnya. Tak lama kemudian angkot yang ditunggu datang. Anye segera melambaikan tangannya dengan tujuan memberhentikan angkot tersebut. Angkot pun berhenti, segera Anye duduk dibangku belakang.
Beberapa menit kemudian angkot yang ditumpangi Anye berhenti tepat di depan rumah kontrakannya. Anye segera turun kemudian memberikan uang lima ribu rupiah kepada sang sopir. Anye melangkah menuju rumah sederhana yang dindingnya sudah pudar. Mengetuk pintu kemudian mengucapkan salam lalu mendorong pintu lalu masuk ke dalam.
Anye langsung menuju ke salah satu kamar, membuka pintunya lalu masuk kedalam tak lupa menutup kembali pintu kamar itu. Terlihat wanita tua yang sedang duduk bersandar di kepala keranjang. Ia tersenyum ke arahnya. Anye segera menghampiri wanita tua itu, duduk dipinggiran ranjang.
"Pagi Nek," ucap Anye sambil menyalami tangan neneknya.
"Pagi Sayang,"jawab Nenek tersenyum sambil membelai kepala cucunya.
"Anye buatkan sarapan dulu ya, Nenek mau sarapan apa pagi ini?" tanya Anye kepada sang Nenek.
"Gak usah repot-repot Sayang, nanti Nenek bisa buat sarapan sendiri, lagi pula Nenek sudah masak nasi tinggal buat lauknya saja. Lebih baik sekarang kamu bersih-bersih terus istirahat, capek 'kan habis kerja shift malam."
"Nenek kenapa masak nasi sendiri, harusnya Nenek tunggu Anye pulang dulu, biar nanti Anye yang masak, Nenek kan masih harus banyak istirahat," ucap Anye sambil mengerucutkan bibirnya.
"Nenek juga harus banyak bergerak Sayang, biar badan gak kaku. Lagi pula Nenek udah sehat kok," jawab Nenek masih setia membelai kepala Anye.
"Anye gak mau Nenek sakit, Anye gak mau Nenek kenapa-kenapa, cuma Nenek yang Anye punya sekarang di dunia ini," ucap Anye dengan wajah sendu.
Nenek Tari yang melihat wajah sendu Anye pun jadi ikut sedih, ia lalu menarik Anye ke dalam pelukannya. Diusapnya kepala dan punggung Anye dengan sayang. Ia tau cucunya pasti merasa sedih dan kesepian karena hanya dirinya lah yang selama ini menemaninya.
Orang tua Anye sudah lama meninggal, ayahnya meninggal pada saat Anye berusia empat bulan di dalam kandungan. Sedangkan ibunya meninggal setelah melahirkan Anye.
Selama ini Anye hanya hidup berdua dengan Neneknya. Neneknya bekerja keras demi untuk membiayai kehidupan mereka dan juga untuk menyekolahkan Anye. Beruntung Anye merupakan anak yang cerdas, ia selalu mendapatkan beasiswa dari kelas satu SD sampai lulus SMA. Sebenarnya Anye juga mendapatkan beasiswa untuk masuk ke perguruan tinggi dua tahun yang lalu, tapi tidak Anye ambil karena Anye harus bekerja untuk pengobatan Neneknya.
Anye merupakan siswa yang cerdas, ia bahkan masuk dalam kelas akselerasi atau istilah umumnya loncat kelas. Terbukti ia lulus SMA dua tahun yang lalu, itu menandakan dirinya lulus saat usianya enam belas tahun.
Setelah lulus sekolah, ia membantu Neneknya berjualan kue dan juga menjaga toko baju. Karena kalau untuk melamar pekerjaan di perusahaan itu sangatlah tidak memungkinkan karena masih di bawah umur. Sedangkan peraturan kerja hanya memperbolehkan jika sudah berusia delapan belas tahun atau minimal sudah tujuh belas tahun lebih dan mempunyai Kartu Tanda Penduduk.
"Sudah...sudah jangan sedih begini ah, nanti cantiknya hilang loh, kalau sedih," ucap Nenek Tari menenangkan Anye.
Nenek Tari melonggarkan pelukannya, lalu tangan keriputnya mendarat di pipi Anye guna untuk menghapus air mata yang mengalir.
"Nenek baik-baik saja Sayang, kalau pun nanti terjadi sesuatu dengan Nenek...." Nenek Tari menjeda ucapannya demi untuk menarik panjang nafasnya.
"Jaga diri kamu baik-baik, kamu harus tetap kuat, capai semua mimpi kamu, yang pastinya
anak, bahkan sampai Anye tua."
"Nenek juga berharap begitu, tapi umur seseorang tidak ada yang tau sampai kapan ia harus hidup di dunia ini," ucap Nenek Tari menenangkan Anye.
Nenek Tari segera berdiri."Kamu bersih-bersih dulu setelah itu kita sarapan, Nenek akan buatkan nasi goreng dengan telor ceplok mau?"
Anye segera mengangguk. Wajah sedihnya sudah berubah dengan senyum ceria. Bersama Nenek keluar kamar. Nenek menuju dapur, sedangkan Anye menuju kamar untuk mengambil handuk dan baju ganti untuk di bawa ke kamar mandi. Rumah kontrakan yang ditempati Anye tidaklah besar, hanya mempunyai satu ruang tamu, dua kamar tidur, dapur dan kamar mandi disamping dapur.
Tiga puluh menit kemudian mereka telah menyelesaikan sarapannya. Nenek Tari duduk di kursi yang ada di dapur sambil menghadap ke luar pintu belakang. Sedangkan Anye menyelesaikan tugasnya menyuci piring dan gelas bekas mereka sarapan.
"Setelah ini kamu langsung istirahat Nye, malam ini katanya ada pesta di hotel kamu bekerja? Pasti malam ini akan sangat melelahkan," ucap Nenek Tari.
"Iya Nek, habis ini Anye langsung istirahat kok," jawab Anye sambil mengeringkan tangannya dengan kain lap.
Seperti biasa sebelum berangkat kerja, Anye memastikan jendela dan pintu belakang sudah terkunci. Kompor sudah dimatikan. Tak lupa menyiapkan obat untuk diminum Nenek. Setelah memastikan semua aman ia pun segera berpamitan kepada sang Nenek yang sedang berbaring di ranjangnya.
"Nek, Anye berangkat kerja dulu ya, jangan lupa obatnya diminum," ucap Anye sambil mencium tangan Nenek.
"Hati-hati di jalan,"jawab Nenek kemudian dan ditanggapi dengan anggukan oleh Anye.
Anye beranjak keluar rumah kemudian mengunci pintu utama. Ia membawa satu kunci rumah supaya ketika pulang kerja tidak perlu mengetuk pintu untuk membangunkan Neneknya.
Tiba di hotel seperti biasa ia langsung menuju toilet untuk mencepol rambutnya dan ber makeup. Saat melewati lobi ia sudah merasakan suasan pesta, diantaranya banyaknya bunga, lilin dan juga lampu-lampu hias sebagai hiasan di sepanjang lobi. Baru memasuki lobi saja Anye sudah bisa merasakan akan kemewahan pesta yang nanti akan diselenggarakan. Itu belum dilihatnya ballroom yang menjadi pusat tempat untuk pesta.
Pukul enam sore Anye sudah memulai aktivitas kerjanya. Anye bekerja sebagai resepsionis, ia sudah dua bulan bekerja di hotel Semeru ini. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam yang artinya pesta akan segera dimulai. Pantas saja sedari tadi banyak tamu yang sudah datang.
"Psstt..psstt."
Anye merasakan tendangan di kakinya. Ia pun menoleh ke arah Vio, dengan tatapan bertanya. Tapi kemudian ia mengikuti arah pandang Vio. Ternyata dalam jarak beberapa meter di depan mereka, sang pemilik hotel tengah berjalan menuju ballroom. Pasangan paruh baya itu terlihat serasi, yang pria tampan dan berwibawa dan yang wanita terlihat sangat cantik meskipun usianya sudah lebih dari setengah abad.
Yang paling membuat merinding sekaligus sesak napas adalah seorang pemuda yang berjalan disamping pasangan tersebut, ya siapa lagi kalau bukan Kennet Piera Kaswel. Ken merupakan anak tunggal dari Danial Kaswel dan Angelina Carolin yang notabene pemilik hotel Semeru.
"Yah...cepet banget jalannya, gue kan belum puas memandang Pangeran pujaan," gerutu Vio sambil memanyunkan bibirnya.
"Yaudah sana ikut masuk aja ke ballroom," ucap Anye.
Vio pun berdecak."Walaupun kita karyawan ikut perayaan pesta, tetep aja kita ngerayain nya di tempat masing-masing."
Seluruh karyawan hotel Semeru memang selalu mengikuti pesta yang sering diadakan di hotel ini, tetapi mereka tidak bisa masuk ke ballroom, yang diperbolehkan masuk hanya tamu undangan dan juga karyawan level supervisor keatas. Selain itu, karyawan yang lain hanya bisa mengikuti pesta dengan melihat pada layar monitor yang dipasang di bagian- bagian tertentu.
"Hoaaammm.....hoaaaammm. Pestanya membosankan! Pangeran gue gak keliatan di layar monitor. Bukanya seger malah perih mata gue saking seriusnya mantengin tuh layar." Ucap Vio sambil menguap beberapa kali.
"Gue merem bentar yah, ntar gantian mumpung sepi," ucapnya lagi sambil mendaratkan kepalanya di atas meja disusul dengan memejamkan mata.
Anye hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya itu. Ia lanjut menikmat beberapa camilan dan minuman pesta yang diberikan untuk karyawan hotel.
"Anye, tolong panggilkan Widya suruh dia ke lantai privat ya. Cek kamarnya apakah sudah rapih dan wangi. Pak Ken akan menginap malam ini." Ucap Mbak Lani sambil ngos-ngosan karena lari dari ballrom menuju resepsionis.
"Widya kayaknya lagi istirahat deh Mbak," jawab Anye.
"Kalau begitu saya minta tolong kamu buat cek kamar itu sekarang bisa? Atau Vio aja biar kamu tetap disini," ujar Mbak Lani.
"Bisa Mbak, biar saya saja," jawab Anye.
"Ok terima kasih. Sekarang ya Nye, soalnya pak Ken kayaknya mabuk berat."
Anye segera membangunkan Vio dan dia menyampaikan bahwa dia akan ke lantai privat untuk cek kamar sehingga ia menyuruh Vio untuk menggantikannya. Karena saking ngantuknya Vio pun hanya mengangguk tapi tidak mendengarkan apa yang Anye katakan.
Setelah berada di lantai privat, Anye segera memasuki kamar itu dengan terlebih dahulu membuka pintunya dengan menempelkan jarinya. Kamar privat ini hanya bisa dimasuki oleh pemilik perusahaan dan karyawan khusus yang bertugas untuk membersihkan kamar. Sebenarnya yang bertugas adalah Widya, Anye sebagai resepsionis juga di berikan acsess door untuk berjaga-jaga apabila ada yang urgent seperti saat ini.
Setelah memastikan kamar rapih dan wangi, Anye segera mematikan lampu dan bermaksud akan segera keluar kamar. Tapi sebelum ia membuka pintu, pintu itu sudah terbuka lebih dulu dan menampakan seseorang dengan wajah tampan yang menatap tajam ke arahnya.
Anye terkejut, ia reflek mundur. Tetapi ia sadar bahwa ia harus segera keluar, maka setelah mengumpulkan keberanian nya ia pun melangkah ke arah pintu, belum sempat Anye keluar, tangannya terlebih dulu dicekal oleh pria itu, kemudian dihempaskan tubuhnya ke kasur.
"Aahhh..." Anye berteriak karena panik dan juga merasakan sakit karena hempasan pria tersebut.
"P-Pak, maaf saya harus keluar, semua sudah saya rapihkan, dan Bapak bisa langsung istirahat," ucap Anye gemetaran.
Pria itu tidak mendengarkan ucapan Anye, ia malah bergerak maju dan menindih tubuh Anye. Anye yang merasakan dirinya dalam bahaya merasa sangat ketakutan dan menangis. Anye berteriak, memohon supaya pria itu sadar, tapi ia tak mampu melawan, tenaga pria itu sangat kuat. Anye kelelahan karena ia terus berteriak dan memukul-mukul pria diatas tubuhnya.
Pria yang tak lain adalah Ken itu mencengkeram kedua tangan Anye dengan satu tangan, tangan lainnya ia gunakan untuk menyingkap rok yang Anye kenakan. Bibirnya pun terus menerus menjelajah di setiap inci tubuh Anye. Tak lama Anye tersentak, merasakan sakit yang luar biasa pada intinya. Anye pasrah pada apa yang pria itu perbuat padanya malam itu.
Pria itu tertidur pulas setelah beberapa kali mendapatkan kenikmatan. Anye yang menyadari pria di sampingnya telah tertidur, ia segera bangun untuk merapikan pakaian dan rambutnya sekadarnya. Anye berjalan keluar kamar dengan tertatih karena nyeri di bagian intinya.
Anye berjalan tertatih menuju lift kemudian keluar hotel melewati lobi tanpa mempedulikan kanan kirinya. Saat sampai di jalan Anye bingung apakah harus langsung pulang atau ia tak tahu akan kemana. Apabila langsung pulang pasti Neneknya akan bertanya kenapa pulang dini hari, karena Anye melihat jam di tangannya menunjukan pukul tiga dini hari.
Anye memutuskan untuk langsung pulang tapi dengan berjalan kaki. Ia seperti orang gila yang jalan tanpa alas kaki dengan seragam hotel yang sudah kusut, rambut diikat sekadarnya dan tentunya air mata yang mengalir tanpa henti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Astrianti Nuraidan
Kakak aku mampir
2021-11-11
1
Dicky Alfian (IG : dialfian_)
dah mampir kakk
2021-10-30
1
Esa Aurelia
Semangat 😊
2021-10-22
2