Selamat Membaca
🌹🌹🌹🌹🌹
" Siapapun kamu, tolong maafkan aku, bukan maksudku untuk melakukan perbuatan keji itu dan membuat hidupmu hancur, tolong maafkan aku ". Seru Al penuh rasa bersalah dengan menggenggam erat kalung Adinda.
*****
Suasana pagi menjelang siang tidak menyurutkan semangat para pelayan di kediaman Alexander untuk melakukan tugasnya dengan baik.
Namun dibalik semangat mereka, ada sesuatu yang membuat hati mereka menjadi harap - harap cemas. Bagaimana tidak, akibat dari kelalaian merekalah kediaman seorang Alexander menjadi gelap gulita bak kuburan.
Sebenarnya tidak begitu banyak jumlah pelayan di rumah Al, hal itu memang sengaja dia lakukan karena dirinya tidak terlalu suka jika banyak orang di kediaman pribadinya.
Para pelayan pria yang hanya berjumlahkan lima orang itu, kini tengah dalam posisi siap menghadap sang tuan. Mereka sudah mengetahui apa yang menjadi penyebab mereka dikumpulkan, pasti itu karena kelalaian mereka.
" Aku minta semua hasil rekaman CCTV semalam " . Perintah Al pada para pelayan yang sudah berdiri tegak di ruangan itu.
Mereka semua ketakutan bahkan lebih takut dari sebelumnya. Bagaimana tidak, mereka mengira jika tuannya itu sengaja mengumpulkan mereka karena akan membahas tentang masalah sistem penerangan di rumahnya tetapi yang ditanya malah hasil rekaman CCTV.
" Ma maafkan kami tuan ". Jawab salah satu dari mereka dengan rasa takut.
" Kenapa meminta maaf?, aku tidak butuh maaf kalian yang aku butuhkan sekarang cepat ambil hasil rekaman CCTV nya ". Perintah Al dengan tatapan yang kini sudah menajam.
" Tu tuan, C CCTV di kediaman anda ba banyak mengalami kerusakan tuan ". Jawab pelayan itu dengan rasa takutnya.
" Apa?, rusak?, bagaimana bisa hah? ". Bentak Al marah.
" Ma maafkan kami tuan, kami baru mengetahuinya pagi tadi ". Jawab yang lain dari mereka.
" Apa?, tadi pagi kalian bilang?, bagaimana bisa CCTV mengalami kerusakan dan kalian baru mengetahuinya tadi pagi?, kenapa kalian begitu teledor seperti ini? ". Tanya Al yang sudah sangat frustasi.
Kelima pelayan pria itu hanya bisa menunduk dengan rasa bersalah.
Ya, Al sebenarnya bukanlah tipe majikan yang suka memaki - maki pelayannya, tetapi karena insiden semalam dimana dia sudah meniduri seorang gadis yang ia tidak ketahui itulah yang menjadi penyebab dirinya sangat marah. Karena hanya bukti dari rekaman CCTV itulah dirinya dapat mengetahui dengan pasti siapa sebenarnya gadis yang sudah ia renggut secara paksa kesuciannya.
Sesaat setelah dirinya marah, Al tersadar dari luapan emosinya. Ia tersadar jika marah - marah bukanlah cara yang benar untuk menyelesaikan masalah.
Al membuang nafas nya dengan kasar dan berusaha menenangkan dirinya.
" Ivan ". Seru Al yang sudah mulai tenang.
" Iya tuan " Jawab Ivan.
" Apakah bukti rekaman CCTV semalam benar - benar tidak ada yang bisa dilihat hasilnya? ". Tanya Al lagi.
" Tidak ada tuan, setelah kami periksa ternyata CCTV banyak mengalami kerusakan sekitar satu minggu ini tuan, dan bagian utama yang banyak mengalami kerusakan adalah bagian DVR CCTV nya tuan, sehingga dari sekitar satu minggu ini banyak bukti rekaman yang tidak dapat dilihat. Mohon maafkan atas keteledoran kami tuan ". Jawab Ivan panjang lebar dengan rasa bersalah.
Al mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasa frustasi saat ini. Satu - satunya bukti yang paling kuat untuk mencari tahu kebenaran tentang insiden semalam sudah tidak bisa diharapkan lagi. Dan kali ini hanya tersisa satu bukti saja yaitu kalung gadis itu.
Di sudut ruangan lain Sintia yang sedang berpura - pura membersihkan berbagai perabot rumah sedang menguping pembicaraan Al dengan para pelayan prianya. Ia merasa sangat senang setelah mendengarnya.
Wanita berusia dua puluh tiga tahun itu yang juga berprofesi sebagai ART di rumah Al, memiliki sebuah ide baru yang sepertinya dapat menguntungkannya. Dan inilah saatnya keuntungan itu ia dapatkan.
Di lain tempat, Adinda masih dalam rasa kehancurannya. Ia sama sekali tidak mau bercerita tentang apa yang dialaminya pada bu Nadia bibi kandungnya.
Adinda terlalu takut untuk menceritakan semua kejadian buruk yang telah dialaminya semalam, apalagi hal itu berkaitan dengan majikannya.
Di kamar pembantu yang tidak terlalu luas namun masih sangat layak untuk ditempati itu telah menjadi saksi bisu keterpurukan Adinda. Rasa takut masih begitu mendera jiwanya saat ini. Hingga tanpa Adinda sadari ada kehadiran Sintia di dekatnya.
" Adinda ". Panggil Sintia.
" Iya kak ". Jawab Adinda terkejut.
" Kamu dari tadi pagi tidak keluar membiarkan aku sama ibu kerja, enak sekali kamu ". Ketus Sintia.
" Ma maaf kak ". Sahut Adinda.
" Maaf, maaf, kamu itu di ajak ke kota untuk bekerja bukan untuk bermalas malasan seperti ini ". Ucap Sintia lagi.
" Maaf kak, Adinda sedang kurang enak badan ". Jawab Adinda apa adanya.
Ya, akibat kejadian semalam tubuh Adinda menjadi sakit - sakit dan menyebabkannya kurang bertenaga untuk beraktivitas.
Sintia menyeringai, sekarang saatnya lah dirinya memulai semua rencananya.
" Adinda, aku tahu kenapa kamu bisa sakit seperti ini ". Ucap Siska dengan tatapan yang tidak biasa.
Adinda terkesiap, seketika itu tubuhnya menjadi menegang. Apa maksud dari saudara sepupunya itu, kalau dia tahu penyebab dirinya sakit.
" Apa maksud kak Sintia? ". Tanya Adinda yang merasa cemas, dan langsung terjaga dari posisi berbaringnya.
" Adinda, Adinda, iya, aku sudah tahu kejadian semalam antara kamu dengan tuan Al ". Ucap Sintia lirih namun begitu mencekam bagi Adinda.
Deg.......
Bak disambar petir di tengah cerahnya mentari. Adinda terkejut membelalakkan kedua bola matanya. Deru nafas dan detak jantungnya pun terasa terhenti saat itu juga.
" Kenapa Adinda?, yang aku katakan benar bukan, antara kamu dan tuan Al telah terjadi sesuatu semalam ". Ucap Sintia lagi dengan mendekatkan dirinya pada Adinda yang sedang duduk di kasurnya.
" Kak, da dari mana kak Sintia bisa tahu? ". Tanya Adinda dengan suara yang bergetar dan kedua matanya yang mulai berkaca - kaca.
" Ya, aku sudah tahu semuanya bahkan aku sudah mendengar semuanya ". Ucapnya lagi dengan tersenyum puas.
Air mata yang sedari tadi menggenang akhirnya jatuh juga. Rasa sedih, marah, kecewa, begitu mendera hati Adinda. Bagaimana tidak saudara sepupunya sendiri mengetahui jika dirinya telah di lecehkan oleh majikan nya sendiri tetapi ia malah diam dan tidak menolongnya.
" Kak hiks..... ka lau kak Sintia tahu hiks..... kenapa kakak tidak mencoba hiks..... untuk menolong Adinda kak hiks..... ". Tanya Adinda kecewa dengan beruraikan air mata.
" Apa?, menolong?, bukannya itu bagus, itu artinya kamu dapat kesempatan bermalam dengan tuan Al. Apa kamu tahu, di luar sana banyak wanita yang begitu tergila - gila dengan tuan Al, bahkan mereka sangat ingin untuk bisa bermalam dengan tuan Al, jadi kamu itu beruntung Adinda bisa dapat kesempatan bermalam dengan tuan Al ". Ucap Sintia tanpa memperdulikan kesedihan Adinda.
" Kak hiks..... Adinda tidak ingin hal itu kak hiks..... ".
" Aduh aduh Adinda sudah ya tidak usah menangis, anggap saja antara kamu dengan tuan Al tidak pernah terjadi apa - apa. Dan perlu kamu tahu Adinda, sebenarnya ada hal yang lebih penting dari tangisanmu ini yang perlu aku beri tahu padamu ". Bentak Sintia dengan memelototkan kedua matanya.
" Dengarkan ini baik - baik Adinda, jangan pernah kamu katakan pada semua orang kalau kamu sudah di nodai oleh tuan Al ". Ancam Sintia.
" Apa maksud hiks..... kak Sintia bicara seperti itu ". Tanya Adinda dengan tatapan nanarnya.
" Dengarkan ini baik - baik ya Adinda, kamu masih ingin bekerja disini bukan, kalau kamu masih ingin tetap bekerja disini maka jangan pernah mengatakan pada siapapun kalau kamu sudah di lecehkan oleh tuan Al. Kamu tahu kan Kelvin, pacarku di desa?, kamu ingat dengan ayahmu di desa? ". Tanya Sintia dengan senyum terselubung nya.
" Apa maksud kak Sintia, kenapa kakak menanyakan ayah Adinda dan pacar kakak? ". Tanya Adinda yang merasa bingung dengan air matanya yang sudah mulai surut.
" Dengar ya Adinda yang oon, kalau kamu ingin ayah kamu ingin baik - baik saja maka jangan pernah mengatakan pada siapapun tentang masalah kamu ini, karena kalau tidak, maka pacarku itu si Kelvin akan membuat ayahmu tidur untuk selama - lamanya ". Ancam Sintia dengan tatapan tajamnya.
Deg.......
Bak di hantam batu besar. Seketika itu tubuh Adinda mematung. Deru nafasnya terasa terhenti saat itu juga. Adinda terkejut bukan main. Bagaimana bisa saudara sepupunya itu mengatakan hal yang begitu sangat keji, bahkan mengancamnya.
" Mak maksud kak Sintia, kakak ingin mencelakai ayahku? ". Tanya Adinda dengan rasa tak percayanya.
" Kalau itu sih tergantung dirimu Adinda, kalau kamu mau mengikuti semua perintah ku, maka akan aku pastikan hidup ayahmu akan tetap aman ". Ucap Sintia santai.
" Kak, bagaimana bisa kak Sintia tega melakukan ini pada Adinda kak? ". Tanya Adinda lagi dengan suara yang sudah bergetar.
" Kenapa hem, kamu heran, asal kamu tahu Adinda, aku itu sangat muak denganmu, aku sangat membencimu karena apa, karena kakek dan ayah aku selalu saja membanding - bandingkan aku dengan kamu ". Seru Sintia yang merasa kesal dengan Adinda.
Hancur, sedih, tidak menyangka, itulah yang dirasakan oleh Adinda saat ini. Saudara yang selama ini ia anggap sebagai peri penolongnya ternyata itu hanyalah tipu muslihat nya saja untuk memperalat dirinya.
Jadi selama ini sikap baiknya adalah karena dia ingin memanfaatkan dirinya saja.
" Jadi sekarang kamu sudah tahu aku bukan, jadi mulai sekarang ikuti semua perintahku ". Perintah Sintia.
Setelah ancaman Sintia pada Adinda, tidak berselang lama dari itu bu Nadia datang menghampiri Sintia dan Adinda.
" Ya Allah, Sintia ternyata kamu ada disini, ibu cari - cari kamu ternyata kamu ada di kamar Adinda ". Seru bu Nadia yang sedang mencari anaknya.
" Ada apa sih ibu, kenapa ibu jadi tergesa - gesa seperti ini? ". Tanya Sintia pada ibunya.
" Ayo, sekarang kita semua di suruh kumpul di ruang utama dengan tuan Al. Eh maksud ibu semua pelayan perempuan di suruh berkumpul di ruang utama oleh tuan Al ". Ucap bu Nadia memperjelas.
Adinda yang mendengar penuturan bibinya pun menjadi takut. Pasti tuan Al nya itu ingin mencari tahu wanita semalam.
" Adinda, nak, apa kondisimu sudah membaik? ". Tanya bu Nadia lembut.
" Sepertinya belum bu ". Sahutnya.
" Tapi nak, kita semua di suruh berkumpul oleh tuan Al. Jadi kamu mau ya, biar nanti ibu yang bantu kamu, kalau kamu merasa lemas ". Ucap bu Nadia dengan mengelus kepala Adinda yang tertutup hijab itu.
Bingung, takut, itulah yang dirasakan oleh Adinda saat ini. Ia masih belum siap jika harus bertemu dengan tuan Al, rasa trauma masih melekat kuat di hatinya.
" Adinda, mau ya nak? ".
" Ba baik bu ". Sahutnya pada akhirnya.
*****
Deretan pelayan wanita di ruang utama Alexander kini sudah berjejer rapi. Dalam benak mereka bertanya - tanya, mengapa sang tuan rumah menyuruh untuk berkumpul. Namun hal itu dirasakan berbeda oleh oleh Adinda.
Gadis itu kali ini sudah pucat pasi. Keringat dingin sudah hampir memenuhi bagian tubuhnya. Trauma, itulah yang dirasakan oleh Adinda. Menunduk dan menunduk itulah yang bisa dilakukannya saat ini. Dirinya masih terlalu takut untuk menatap tuannya.
" Pasti kalian semua bertanya - tanya kenapa kalian semua di suruh berkumpul ". Seru Al.
" Baiklah, aku akan langsung bicara pada intinya. Ingat, kalian harus menjawab dengan jujur, karena kalau sampai kalian berbohong, akan aku pastikan kalian akan mendapatkan hukuman yang tidak akan pernah kalian bayangkan ". Ucap Al dengan tatapan tajamnya.
Merasa takut, itulah yang dirasakan oleh hampir semua pelayan wanita di rumah itu. Pasalnya tidak biasanya tuannya seperti ini. Pasti ini adalah hal yang sangat penting, sehingga tuannya hanya menginginkan kejujuran mereka.
" Apa kalian paham ".
" Paham tuan ". Jawab mereka bersamaan.
" Siapa pemilik kalung ini? ". Tanya Al pada akhirnya dengan menunjukkan kalung putih yang cantik.
Para pelayan wanita menatap memperhatikan kalung itu. Namun mereka menjadi bertanya - tanya, karena mereka sama sekali tidak mengenali kalung yang di tunjukkan oleh tuan Al.
Terkecuali Adinda. Dia sudah tahu kalung itu, karena dialah pemiliknya. Namun Adinda tetap diam tak bergeming. Ia masih teringat akan perkataan Sintia. Tentu saja Adinda tidak akan mengakuinya, karena kalau sampai dirinya mengaku, maka tuan Al nya akan mengetahui kebenarannya, dan hal itu pasti akan berimbas pada keselamatan ayahnya.
" Kenapa kalian hanya diam, cepat mengaku padaku siapa pemilik kalung ini?, kalau tidak aku akan menghukum kalian semua ". Ancam Al dengan tatapan menghunus nya.
Masih belum ada jawaban.
" Masih belum ada yang mau mengaku? ". Tanya Al lagi dengan tatapan tajamnya.
" Sa saya tuan ". Ucap salah satu dari mereka. Ya dia. Tidak lain dan tidak bukan adalah Sintia.
Semua pasang mata di ruangan itu mengarah pada Sintia. Begitupun dengan Adinda.
Deg..... " Apa kak Sintia mengaku itu adalah kalungnya, apa maksud semua ini kak, kenapa kakak berbohong, bukankah itu adalah kalungku ". Batin Adinda.
Seketika itu tatapan Al menjadi sendu, rasa bersalah begitu menyeruak dari dalam hatinya.
Dengan kondisi yang sengaja di buat sedih. Sintia menunduk seolah seperti orang yang sedang ketakutan melihat musuhnya. Dan hal itu berhasil membuat Al semakin merasa bersalah.
Namun di balik pengakuan Sintia, ada yang menjadi tanda tanya besar di benak bu Nadia saat ini.
Mengapa putrinya mengakui kalung yang di tunjuk oleh tuan Al. Padahal setahunya putrinya itu tidak memiliki kalung seperti itu. Apa mungkin putrinya itu mendapatkan dari orang lain, dan ia tidak mengetahuinya.
Al memandang Sintia. Dilangkahkannya kaki yang jenjang nan kokoh itu untuk mendekat ke arahnya. Hingga kini Al telah berdiri tepat di hadapan Sintia. Namun yang di pandangnya masih tetap menunduk.
" Kamu Sintia kan? ". Tanya Al lembut.
" I, iya tuan ". Jawabnya dengan pura - pura gugup.
" Bolehkah aku berbicara berdua denganmu? ". Tanya Al lagi.
Bukan tanpa sebab Al ingin mengajak berbicara berdua, setelah ketidak beradaan gadis yang sudah ia nodai semalam. Pasti gadis itu mencoba menutupi kejadian buruk yang telah dialaminya.
Sintia tidak menjawab pertanyaan Al. Seolah seperti layaknya seorang anak yang masih polos. Sintia berhasil mengelabuhi Al.
Al yang melihat kebisuan Sintia bisa memahami, jika gadis di depannya ini sedang berusaha meminta persetujuan dari ibunya.
" Bu Nadia, saya ingin berbicara empat mata dengan putri anda Sintia, apakah ibu memperbolehkan? ". Tanya Al dengan sopan.
" Boleh tuan, tentu boleh ". Jawab bu Nadia.
Rasa tak percaya begitu menggelayuti hati Adinda saat ini. Ia sangat tidak menyangka jika saudara sepupu nya sendiri telah mengelabuhi semua orang. Dan yang paling membuatnya sedih adalah dia yang masih bersaudara dengannya telah memanfaatkan kemalangan nya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
" Jadi inikah alasan kenapa kakak berbohong di depan tuan Al, karena kak Sintia ingin bersamanya, kenapa kakak begitu tega padaku, sebegitu bencinya kah kak Sintia padaku? ". Batin Adinda menangis.
*****
Di sebuah ruangan mewah yang merupakan favorit yang Al sukai setelah ruang kantor, kini telah ada dua anak manusia yang sedang duduk tenang.
" Sintia ". Panggil Al setelah cukup lama hening.
" Iya tuan ". Jawab Sintia dengan menunduk.
" Sintia, pasti kamu sudah tahu kenapa aku ingin bicara berdua denganmu? ". Ucap Al dengan menatap Sintia.
Dan Sintia menjawabnya dengan sebuah anggukan.
" Sintia, sebelumnya aku ingin meminta maaf padamu, karena aku sudah melakukan perbuatan keji itu..... ".
Belum sempat Al menyelesaikan kalimatnya Sintia sudah menangis.
" Hiks..... hiks..... hiks..... ". Suara tangisan Sintia.
Al yang menyaksikan itupun tidak bisa membendung rasa bersalahnya lagi. Pria berbola mata biru ke abu - abuan itu langsung mendekat ingin menenangkan Sintia.
" Sintia, tolong maafkan aku Sintia, bukan maksudku untuk melakukan perbuatan keji itu, itu semua terjadi di luar kendaliku Sintia ". Seru Al dengan penuh rasa bersalah.
" Tuan hiks..... saya sudah hancur tuan hiks..... hidup saya hiks..... semuanya hiks..... dan pasti setelah ini hiks..... tidak ada lagi hiks..... laki - laki hiks..... yang mau dengan saya tuan hiks hiks..... ". Seru Sintia tersedu - sedu dengan air mata kebohongannya.
Merasa bersalah dan bersalah itulah yang dirasakan Al. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana di depan Sintia saat ini.
" Tuan hiks..... saya sudah memohon - mohon agar tuan mau melepaskan saya hiks..... tetapi apa, tuan dengan tanpa rasa iba hiks..... tuan memaksakan kehendak tuan hiks..... dan merenggut paksa kesucian saya hiks hiks..... ". Seru Sintia dengan tangis yang begitu memilukan. Dan hal itu telah berhasil memporak - porandakan hati seorang Alexander.
Perkataan Sintia benar - benar telah menyayat hati Al. Betapa kejinya perbuatan dirinya itu.
" Dan tidak ada lagi laki - laki yang mau menerima saya tuan hiks hiks..... ". Seru Sintia lagi.
Al terdiam.
Ditatap nya wajah lusuh Sintia. Al membuang nafasnya dengan kasar. Diayunkannya kedua tangannya itu untuk menyentuh kedua bahu Sintia dengan lembut.
" Kata siapa tidak ada laki - laki yang mau menerima mu?, masih ada laki - laki yang mau menerima mu Sintia. Aku akan bertanggung jawab padamu Sintia ".......
Bersambung.............
🌹🌹🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Kalsum
mas percaya si...
2024-03-10
0
epifania rendo
bodoh bangat al
2023-12-04
0
Praised94
terima kasih
2023-11-08
2