Puas memandangi hujan yang masih setia turun, Ai akhirnya membawa langkah kecilnya ke depan cermin kamarnya. Tanpa bosan ia terus memandangi wajah tirusnya yang terlihat pucat menahan sakit, kemudian mata besarnya yang indah dan sipit mengalihkan pandangannya menatapi dadanya yang datar dan terlihat kurang gizi dengan pandangan tidak berminat. Tidak ada yang special karena nyatanya itu tidak menarik sama sekali. Lalu tatapannya turun pada pinggang kecilnya yang tertutupi baju tidur, tidak ada lekukan seksi bahkan pantatnya saja seperti tidak punya irisan daging saking kurusnya. Jika di lihat baik-baik, tidak ada yang menarik dari fisiknya yang buruk. Ia begitu buruk dan lemah secara fisik.
Tapi ada satu hal yang masih Ai tidak dapat tebak apakah ini adalah sebuah kekurangan atau kelebihan karena pada dasarnya ketika memikirkan apa yang ia miliki ini, selalu ada harapan dan keputus asaan yang muncul secara bersamaan.
Mengusap perut bagian bawahnya lembut, di sini dokter bilang ada rahim yang masih belum dibuahi sebuah kehidupan. Kehidupan yang dapat mengukir sejarah layaknya manusia lainnya di muka bumi ini. Ai tidak tau harus tertawa atau menangis setelah mendengar kejutan ini.
DOARR
Suara petir yang kuat dan tajam sekali lagi menarik Ai dari lamunannya. Membuatnya tersadar dan langsung membawa langkahnya kea rah lemari pakainnya. Ada seragam lengkap putih abu-abu milik laki-laki di dalamnya, mengambilnya tanpa ragu ia kembali membawa langkahnya berjalan melewati cermin tadi dan langsung masuk ke dalam kamar mandinya.
20 menit kemudian Ai keluar dari kamar mandi dengan pakain seragam lengkap. Wajahnya yang tirus kini terlihat lebih segar dan sedikit lebih hidup dari beberapa waktu yang lalu. Bentuk tubuhnya yang kurus dan tak berdaging kini bisa dilihat dengan jelas dan transparan. Ia benar-benar definisi dari kata malang. Malang lebih cocok untuknya karena selain hidup sendiri ia tidak terawat sama sekali.
Dengan gerakan terbiasa Ai kemudian meraih dasi biru yang sudah ia siapkan sebelum mandi. Memasangya dengan cepat dan tanpa kesalahan sedikit pun ia langsung bergegas menyisir rambut pendeknya rapi, sengaja menyisakan poni untuk menutupi matanya yang terlihat mencolok. Tak hanya itu, untuk menyamarkan kehadirannya dari orang-orang ia juga menggunakan kaca mata biasa yang terlihat cukup kutu buku. Meraih tas punggungnya Ai lalu berjalan cepat ke arah pintu apartemennya. Memasang sepatu dan berakhir keluar tanpa sarapan. Melirik ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 05.43 Ai langsung mempercepat langkahnya menuruni tangga. Ia memang tinggal di gedung apartemen yang cukup ramai penghuninya. Seperti apartemen yang lain di sini pun juga sama, ada pembagian kelas sosial untuk sewaan apartemen. Berhubung Ai bukan orang elit atau ber’uang maka ia hanya bisa menempati apartemen kelas biasa yang tidak mendapatkan fasilitas khusus seperti kelas vip. Ini wajar karena Ai hidup di dalam masyarakat dan bukannya hidup di dalam hutan.
Karena kelasnya yang rendah pun ia harus menempati apartemen lantai 4 yang cukup tinggi apalagi Ai menempuhnya dengan menaiki tangga dan tidak menggunakan lift. Tidak ada alasan khusus untuk tidak menggunakan lift, Ai hanya tau bahwa ia berbeda dan membenci keramaian. Aa, mungkin keramaian itu sendiri yang membenci kehadiran Ai.
Setelah sampai parkiran bawah, suara derasnya hujan begitu bergema keras di sini. Bahkan belaian angin dingin yang menyengat adalah rayuan terbaik untuk orang-orang semakin mengeratkan selimut hangatnya, menunda dan membuat mereka mengabaikan aktivitas hari ini dengan tidur hangat.
Menggeleng tidak berdaya Ai kemudian mengeluarkan jas hujan transparan yang sudah biasa ia kenakan untuk melawan kenakalan hujan yang naif. Setelah selesai ia membawa langkahnya ke arah sepedanya dan melajukannya dengan kecepatan sedang berhubung jalanan saat ini sedang licin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Akhwat Qalbi
lalu siapa defano ya di judul novel ini
2021-10-11
0