Rein berdiri diam dari balik jendela kelas memandangi putranya sedang asik bermain bersama anak-anak yang lain. Wajah kecilnya yang gembul dan chubby beberapa kali bergetar setiap kali tertawa. Pemandangan itu amatlah indah untuk seorang Ibu, apalagi Rein pribadi adalah orang tua tunggal Tio.
Tapi seperti air yang dijatuhkan ke atas tumpukan pasir di gurun Sahara, menghilangkan dahaga yang kering tapi hanya sesaat karena satu detik kemudian semua air itu langsung menghilang. Meninggalkan pasir berdebu yang kembali dikekang kekeringan.
Tio tadinya bahagia sebelum anak-anak orang kaya itu merebut teman-temannya. Dari balik jendela kelas Rein bisa melihat raut wajah kosong putranya diabaikan anak-anak itu. Dia ingin ikut bergabung tapi tidak diizinkan karena Tio tidak punya mainan bagus dan mahal seperti yang mereka semua pegang.
Dia sedih melihat Tio diperlakukan salah tapi Rein tidak bisa berbuat apa-apa karena faktanya dia tidak punya uang untuk membuat kedudukan anaknya setara dengan mereka.
"Maafin Mommy, sayang. Maafin Mommy yang tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kamu, Mommy sungguh merasa bersalah menyeret kamu masuk ke dalam hidup Mommy yang menyedihkan." Adakalanya dia akan menyesali kemiskinan yang dia derita.
Menyesal karena dia tidak mampu memberikan kebahagiaan yang layak untuk putranya tercinta.
"Selamat siang, Rein?" Suara perempuan mengalihkan fokusnya.
"Oh, selamat siang kepala sekolah. Ini..apakah Anda akan pergi mengajar?" Sapa Rein balik sedikit canggung.
Dia merasa malu berbicara dengan wanita angkuh ini karena wanita ini tidak mungkin mau menyapanya kecuali bila berhubungan soal uang. Memang, sudah dua bulan Rein tidak membayar uang sekolah Tio dikarenakan gajinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia juga tidak bisa menggunakan gaji Dimas karena uang itu kemarin digunakan untuk membayar sewa apartemen mereka. Jadi Rein terpaksa menunggak bayaran sekolah Tio sampai dia dan Dimas mendapatkan gaji mereka bulan ini.
"Mengajar? Mommy Tio rupanya suka bercanda." Dia tersenyum anggun dan cantik dengan sorot mata mengejek.
Di dalam hatinya dia mencibir kepolosan Rein yang tampak palsu dan dibuat-buat.
"Aku dengar sudah dua bulan kamu belum membayar sekolah Tio, apa itu benar?"
Rein mengusap lengannya malu, "Iya, Bu. Saya memang belum membayar sudah dua bulan tapi saya janji akan segera membayarnya bulan ini."
Wanita itu sama sekali tidak tertarik dengan janji Rein, dia tidak percaya dan terkesan meremehkan Rein.
"Dengar Rein, jika kamu tidak sanggup menyekolahkan Tio di sekolah ini maka jangan memaksakan diri. Sekolah ini dibuat tidak gratis dan memerlukan biaya yang tinggi, lihat para pengajar di sini. Mereka adalah lulusan terbaik yang profesional, aku tidak mau yah hanya karena kamu mereka menjadi tidak nyaman dan mengeluh." Jelas ini adalah kebohongan besar karena kenyataannya tidak ada satupun guru yang peduli dengan urusan keuangan orang tua wali.
"Aku sungguh berjanji akan segera membayarnya bulan ini, Bu. Jadi berikanlah Tio kesempatan untuk terus belajar di sini." Rein memohon.
Wanita itu langsung membuang muka, dia terlihat jijik melihat tampang menyedihkan Rein. Otaknya selalu mendikte bahwa apapun yang Rein lakukan itu palsu, dibuat-buat dan penuh sandiwara.
"Inilah yang aku benci dari kaum miskin. Jika tahu tidak punya kemampuan untuk berbaur dengan orang kaya maka lebih baik berbaurlah dengan sesama orang miskin. Ini lebih baik daripada menyusahkan kami." Ucapnya bias secara langsung melukai harga diri Rein.
Tapi Rein tidak mengatakan apa-apa dan menundukkan kepalanya untuk menahan setiap kata-kata menusuk yang wanita itu layangkan.
"Hem, aku akan memberikan mu kesempatan hanya bulan ini saja. Bila kamu tidak bisa menepatinya maka bulan depan Tio tidak perlu datang lagi ke sekolah ini." Ujar wanita itu sebelum pergi meninggalkan Rein.
Rein menghela nafas panjang seiring suara hak sepatu tinggi itu menjauh darinya. Dia sedih tapi berusaha mengontrol ekspresi wajahnya sebaik mungkin karena beberapa orang tua wali yang sedang menunggu di depan kelas sedang memperhatikannya.
"Apa yang harus aku lakukan jika gaji ku tidak cukup untuk membayar biaya sekolah Tio? Aku tidak bisa terus-terusan mengandalkan gaji Dimas karena dia juga harus menghidupi keluarganya di desa." Gumamnya panik.
"Atau haruskah aku mencari pekerjaan tambahan di sini?" Dia melirik wajah lembut anaknya yang sangat serius mendengarkan pengajar di depan papan tulis.
"Tapi.. jika aku pergi bekerja maka siapa yang akan menjaga anakku karena menjadi office girl di kantor Dimas saja sudah menyita waktu banyak. Tio pasti akan kesepian jika aku tinggal terlalu lama." Desahnya dilanda dilema.
Satu sisi dia ingin memenuhi kebutuhan anaknya namun disisi lain dia tidak punya siapa-siapa yang bisa dia percayakan untuk menjaga Tio.
Rein mulai pusing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 352 Episodes
Comments
ayudya
uang satu milyar di kasih davin ga di pke?
2021-10-18
1
vita viandra
q mikir bgt... rain itu bermuka laki" tp kelamin prempuan or dy ttp menyerupai perempuan za... cz kq bs pcran ma laki", bca nya nelangsa bgt dg kehidupannya...
2021-10-11
0
🐝 Ncus 🌵🐝
kepala sekolah nya kejem amat bu..
2021-09-28
1