MC 2

...DILARANG KERAS MENGCOPPY ATAU MENYADUR CERITA INI....

...CERITA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR DAN FIKSI SEMATA....

...JIKA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, DAN PERISTIWA YANG TERJADI ITU HANYA KEBETULAN SEMATA....

..._________...

...Selamat membaca!...

...***...

William pulang ke Penthouse miliknya yang ada di 432 Park Evenue setelah seharian berkutat dengan setumpuk laporan, dan rapat dengan beberapa klien penting yang akan bekerja sama dengan perusahaan miliknya. Setelah sang Kakek menyerahkan Anderson Corp. kepadanya, William menghabiskan waktunya untuk bekerja terus menerus seolah dirinya adalah robot. Tidak heran jika Anderson Corp. Di bawah kepemimpinan William sebagai seorang CEO semakin melebarkan sayapnya.

Tubuhnya benar-benar lelah. Setelah membuka pakaian, dia membersihkan diri ke kamar mandi. Tak lama setelah berendam air hangat dalam bathtup dengan handuk yang masih terlilit di pinggang, William berjalan untuk mengambil pakaian di walk in closet. Setelah mengenakan celana training warna hitam, dan mengeringkan rambut miliknya, William merebahkan tubuhnya di atas king size bed yang nyaman. Matanya memandang langit-langit kamar dengan gaya kontemporer modern didominasi warna crem menambah kesan mewah, sebelum perlahan kantuk mulai datang dan terbuai ke dalam mimpi.

...***...

Drrt ... drrt ….

Tangannya meraba ponsel yang bergetar di atas meja di samping tempat tidurnya. Tertera nama asisten pribadi kakeknya di layar ponsel itu.

“Ada apa Paman Fred?”

“......”

“Baiklah, aku akan ke sana.”

William menaruh ponselnya kembali di atas meja. Memijat sedikit pelipisnya. Melihat jam di dinding menunjukkan pukul 10 malam. Setelah kesadarannya sepenuhnya kembali dia segera berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berganti pakaian, setelah itu menuju basement.

William mengendarai Mercedes-Benz E-Class membelah jalan di kota new York. Saat di lampu merah tampak di sisi jalan William melihat seorang gadis tengah diganggu oleh beberapa pria brandal. Melihat keadaan yang begitu sepi, William menepikan mobil miliknya.

Tin!

Suara klakson memekakkan telinga dan mengejutkan gerombolan pria itu, mereka segera berlalu pergi meninggalkan seorang gadis yang juga tak kalah terkejut.

“Apa kau hanya akan berdiri di situ saja?” ucapnya kepada gadis itu, “masuklah” mempersilakan untuk menaiki mobilnya.

“Terima kasih Mr. Anderson.”

William melajukan kendaraanya.

“Sedang apa kau malam malam begini, Kyra?” Tanya William tanpa berpaling dari kemudi karena matanya fokus memperhatikan jalan di depannya.

Kyra menghela napasnya. “Maaf merepotkanmu, aku baru saja akan pergi menuju rumah sakit.”

William mengernyitkan dahinya mendengar jawaban Kyra.

“Kau sakit?”

“Bukan aku, tapi ibuku.”

“Oh,”

Setelah itu hening sampai beberapa saat kemudian juan bertanya kepada Kyra, dia akan ke rumah sakit mana.

“Sekali lagi, aku ucapkan terima kasih William. Sampai jumpa.” Ujar Kyra setelah menutup pintu mobil, dan segera berlari memasuki gedung rumah sakit itu, sedangkan William segera melajukan mobilnya menuju mansion sang kakek.

Para maid menyambut kedatangannya, sedangkan asisten kakeknya memerintahkan beberapa maid untuk mempersiapkan kamar untuk William karena dirinya akan menginap di mansion tersebut.

“Paman Fred, di mana kakek? Apakah keadaanya baik baik saja?” Tanya William kepada asisten pribadi kakeknya.

“Kesehatan Tuan besar akhir akhir sedikit menurun, tetapi sekarang Tuan besar sudah beristirahat setelah meminum obatnya.”

“Baguslah, beritahu aku jika ada sesuatu yang salah atau ketika kakek sakit. Dan, untuk apa kakek ingin bertemu denganku secepatnya? Apakah ada hal yang sangat penting yang akan dibicarakan Kakek kepadaku?”

“Ya, tuan Muda.”

“Apa itu?”

“Saya tidak mengetahuinya, karena tuan besar sendiri tidak membicarakan hal tersebut kepada saya.”

Tumben. Pikir William.

“Baiklah, setelah makan malam aku akan tidur. Besok pagi aku akan menghadap

Kakek. Terima kasih Paman Fred.”

William menuju ruang makan.

...***...

“Kyra tidak masuk hari ini karena menjaga ibunya yang sedang sakit. Dari yang aku dengar, ibunya dirawat di rumah sakit milikmu.”

Saat ini keduanya tengah berada di Blue Bottle Coffe milik Lucas karena William mengajaknya bertemu siang itu.

“Ya, tadi malam aku mengantarnya.”

“Wow, sobat! Kau sangat cepat sekali, heh.” Ujar Lucas dengan nada mengejek.

“Itu tidak seperti yang kau pikirkan, Luc. Aku tidak sengaja melihatnya di jalan saat menuju mansion milik Kakekku, dan dia tengah diganggu oleh beberapa pemuda berandalan.”

“Baiklah, unsur kesengajaan pun tidak masalah bagiku karena dia wanita yang baik.” Mengendikkan kedua bahunya. “Ada apa, sepertinya kau terlihat sangat frustrasi? Apakah Kakek Ben baik baik saja?”

William menghela napasnya panjang. “Kemarin Paman Fred menghubungiku agar aku datang ke mansion. Sesampainya di sana ternyata keadaan Kakek kurang begitu baik, tapi pagi harinya dan sampai hari ini sudah jauh lebih baik.”

“Syukurlah, lalu apa yang membuatmu seperti seorang yang frustrasi?”

“Kakek memintaku untuk segera menikah karena dia menginginkan anak dariku.”

Lucas tersedak kopi yang sedang diminumnya. Membelalakkan matanya ke arah William.

“Kau serius?”

William mengangukkan kepalanya.

“Kau dijodohkan dengan siapa?”

William menggelengkan kepalanya.

“Maksudmu?”

“Aku tidak dijodohkan dengan siapapun, tapi Kakek memintaku untuk menikah dalam waktu yang dekat.”

Lucas tertawa mendengar ucapan William yang terdengar sangat tersiksa dan putus asa.

“Lalu, apa rencanamu?”

Melihat kearah jalanan. “Entahlah,” ujar William dengan suara lirih.

“Apa kau benar benar tidak bisa melupakannya?” Tanya Lucas, “Maaf— tidak seharusnya aku bertanya hal itu.” Ujar Lucas menyadari kesalahannya.

Kemudian hening. Tak ada lagi pembicaraan di antara keduanya.

...***...

William memijit pelipisnya, seharian ini pikirannya benar-benar kacau setelah permintaan dari sang kakek saat dia mengunjunginya.

“Bagaimana kabar kakek hari ini?” William memegang lembut tangan kakeknya yang tengah berbaring di atas tempat tidur.

“Seperti yang kau lihat, tidak perlu ada yang kau takutkan. Aku bahkan masih mampu bertahan hingga cicitku lahir.” Ujar tuan Dominic Anderson—kakeknya.

William hanya diam saat mendengar ucapan kakeknya. Bukannya tidak tahu hal tersebut adalah sindiran untuk, tapi dia hanya berpura-pura.

“Paman Fred berkata kepadaku, jika ada hal penting yang ingi kakek bicarakan?” Tanya William mengabaikan sindiran kakeknya.

“Kau ini kenapa tidak basa basi sedikitpun,” protes Tuan Dominic kepada William. “Aku ingin seorang anak?”

“Maksud kakek? Apakah kakek ingin menikah lagi?”

“Astaga, kau ini. Aku sudah mau tanah dan Tuhan bisa kapan pun memanggilku, kau berkata aku ingin menikah? Kau bercanda, Nak.”

Tuan Dominic terkekeh mendengar ucapan cucunya itu.

“Aku ingin anak darimu, cicitku. Jadi kapan kau akan memberikannya untukku? Apa kau ingin membuatku mati dengan rasa penuh penyesalan karena tidak bisa menggendong dan bermain dengan cicitku.” pintanya.

“Tapi aku belum ingin menikah, lagi pula aku juga tidak memiliki kekasih.” sangkal William mencari alasan.

“Bagaimana bisa kau memilki kekasih, jika waktumu saja kau gunakan dengan terus bekerja,” ujar tuan Dominic dengan nada ketus.

“Apakah aku memang harus menikah?”

“Memangnya kau ingin kakekmu mati dengan rasa penyesalan? Dasar cucu durhaka.” Gerutu tuan Dominic, “aku tidak mau tahu, secepatnya kau harus menikah. Kalau tidak aku sendiri yang akan menjodohkanmu dengan cucu dari para kolegaku.” Ujarnya tegas.

William hanya bisa terdiam.

“Bagaimana aku akan memenuhi keinginanmu?” ujar William dengan suara lirih.

Jarinya menekan intercom. “Lilya, apakah hari ada rapat penting?” Tanya William kepada sekretarisnya.

“Tidak ada Mr. Anderson, jadwal rapat dengan Inklife diundur hingga Rabu depan.”

“Baiklah, hari ini aku akan pulang lebih awal. Jika ada sesuatu yang mendesak kau bisa hubungi Lucas.”

“Baik Mr. Anderson”

William bangkit dari kursinya yang nyaman. Melangkah masuk ke dalam lift. Sepanjang dia berjalan tak hentinya para pegawai wanita memandang penuh dengan kekaguman, sosok William seakan memiliki magnet bagi mereka. Dengan wajah tampan, rahang kokoh dan kekayaan yang dimiliki olehnya membuat wanita manapun mendambakan sosok Wiliam sebagai pasangan. Berbeda dengan William, dirinya bahkan enggan menjalin sebuah hubungan terlebih jika itu adalah sebuah pernikahan.

Bukan tanpa sebab dia enggan memiliki hubungan dengan wanita manapun, semua itu karena kenyataan pahit di masa lalu yang membuatnya seperti itu. Meskipun hampir tujuh tahun berlalu, tetap saja hal itu sulit dilupakan. Tapi kemarin kakeknya sendiri yang meminta William untuk menikah, terlebih dalam kurun waktu yang singkat harus membawa calon istri kehadapan sang kakek, dia benar benar frustasi.

...****...

Terpopuler

Comments

Dewi Dama

Dewi Dama

gk ada yg neng copy..sy aja malas baca nya

2023-10-23

0

I M Aprilia

I M Aprilia

seru bngt alur crita ny kira² sypa yh yng akn di nikah William

2023-10-08

1

choi

choi

seruj juga

2023-09-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!