Sedari tadi hanya ada keheningan di antara Keyla yang tengah menatap lurus pada televisi dan Abian yang tengah duduk lesehan di bawah sembari memainkan jemarinya di laptop, "Tadi Akiel nelpon" Keyla mencoba membuka obrolan sebab sedari tadi Abian mendiamkan dirinya.
"Biarin"
"Terus tadi gue lihat Keenan ngirim chat, Rama juga" Kembali berucap dengan suara yang pelan.
"Biarin"
Keyla memainkan jemarinya, ia terus menatap Abian yang duduk memunggungi dirinya, "Gak ngumpul sama teman Bian?" Kembali mencoba membuka obrolan.
"Males"
"Aww" Lagi dan lagi kram di perutnya terasa. Ia meremas perutnya berusaha menikmati rasa sakit itu.
Jemari Abian yang sedari tadi menari di atas keyboard refleks berhenti bergerak, ia menoleh ke belakang pada Keyla yang memegang perutnya, "Perut lo sakit?" Bertanya dengan nada suara dingin.
"Heem" Tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.
Abian terdiam, ia lalu melihat jam di dinding, "Udah makan?" Bertanya sebab perempuan itu sedari tadi ada di dekatnya tanpa bergerak ke pojok mana pun.
"Kan nunggu Bian" Menjawab dengan pelan.
Abian menatap dalam perempuan dengan rambut panjang itu, "Gak usah nunggu gue lain kali" Ucapnya lalu berbalik badan untuk mematikan laptopnya.
"Kenapa?"
Abian hanya menggeleng. Ia lalu bangkit berdiri dan membawa buku dan laptop miliknya ke dalam kamar, meninggalkan Keyla yang masih saja menundukkan sembari sesekali mengeluarkan ringisan kesakitan.
Beberapa saat kemudian lelaki itu keluar dari kamarnya dan menatap pada Keyla yang sama sekali tak merubah posisinya.
"Gue mau makan" Keyla mengangkat kepalanya dan menatap pada Abian, "...lo nggak makan?" Sambungnya.
"Makan kok" Menjawab pelan. Keyla lalu mengikuti langkah kaki Abian menuju dapur, sebelum Abian pulang tadi ia sudah memasak makan malam untuk mereka berdua.
Suasana di meja makan hanya terdengar suara dentingan alat mereka, membuat Keyla semakin tenggelam di suasana canggung sedangkan Abian terlihat biasa saja dalam suasana seperti ini.
"Hari ini Bian kok lama banget diamnya? Biasanya gak lama banget" Mulai berkomentar walau masih dalam ketakutan sebab ia telah pulang dengan Rama dan membuat Abian mengacuhkannya seperti ini.
"Sok tahu" Menyahuti dengan datar.
"Biarin" Bergumam.
"Makanan kesukaan Bian apa?"
"Gak ada"
"Bohong" Menggembungkan pipinya sebal. Abian suka sekali membuat moodnya bertambah hancur.
Abian menatap pada perempuan itu, "Lo gak perlu tahu" Kembali menyantap makanannya.
"Apanya gak perlu tahu? Gue istri lo" Mulai sewot membuat Abian menatapnya dengan malas.
"Ya udah cari tahu sendiri" Tak ingin meladeni perempuan tersebut. Ia begitu tenang membalas ucapan dari
"Dih malesin"
"Ya udah gak usah"
"Oke" Argh emosinya mulai semakin tak terkendali sebab pengaruh datang bulan dan sebab Abian terlalu menyebalkan, "Bikin sensi nih orang" Gumamnya yang terdengar oleh Abian.
"Lo yang mulai" Tetap menyahuti perempuan itu walau tahu jika ia tengah datang bulan.
. . .
"Rama, ini jaket lo. Makasih ya" Sebuah paper bag ditunjukkan ke hadapan Rama.
Lelaki itu tersenyum dan mengambilnya, "Santai" Ia menatap pada Keyla, "Oh ya Key"
"Ya?"
"Lo pernah ketemu Abian di apartemen lo?"
Keyla terdiam, bingung dengan apa yang harus ia balas. Rama sudah tahu dimana ia tinggal, kecerobohan ini benar-benar akan membuatnya mungkin semakin dijauhi oleh Abian, "Hah?"
"Ya kan secara Abian juga tinggal di situ" Ucap Rama, ia masih menagih respon dari perempuan yang akan ia incar tersebut.
"Oh ya? Gue gak tahu" Keyla tak tahu harus menjawab apa di saat Abian sendiri melarangnya untuk mengatakan sejujurnya tentang kehidupan mereka sebenarnya.
Rama menggigit bibirnya, "Mungkin beda lantai ya?" Berasumsi.
"Ahaha mungkin kali ya?" Tertawa canggung.
"Tapi Abian pernah ngantar lo pulang, artinya lo tahu dong dia tinggal di bangunan yang sama kayak lo?" Pertanyaan itu semakin mengintimidasi Keyla yang hampir kehabisan stok kalimat di kepalanya.
"Ah, kok lo banyak tanya sih?" Menggaruk tengkuknya yang tak gatal sebab pertanyaan itu.
Rama mengangkat bahunya sekilas, "Mau tahu aja" Ucapnya sembari menunggu jawaban pasti dari Keyla.
"Masih pagi gak usah berduaan kali" Suara bariton itu mengalihkan perhatian Rama dan Keyla.
Keenan, Akiel, dan Abian nampak melangkah ke arah mereka dengan berbagai ekspresi. Keenan dengan tatapan jahilnya, Akiel dengan senyum tipis, dan Abian dengan wajahnya yang selalu menunjukkan tatapan datar.
"Em Rama, gue duluan" Pamit Keyla berusaha menghindari detik berikutnya dimana mulut Rama kembali berucap menghujani dirinya dengan pertanyaan.
Rama menatap pada Keyla yang sudah berlari kecil menjauhi posisinya, "Iya" Berucap pelan.
"Kenapa?" Tanya Akiel saat Rama tak berhenti menatap pada koridor yang Keyla lewati.
Bukannya menjawab pertanyaan dari Akiel, Rama kini menatap pada Abian, "Lo satu apartemen sama Keyla?" Tanpa basa-basi lelaki itu melontarkan pertanyaan tersebut.
Abian diam beberapa saat, memikirkan jawaban yang akan diberikan pada si bungsu dalam circle mereka, "Iya, kenapa?" Memilih untuk mengatakan kata setuju.
Perubahan raut wajah Rama terlihat sangat kentara, ia terlihat sedikit kecewa dengan jawaban itu, "Lo sering ketemu dia dong?" Sendu.
"Gak" Singkat. Tak ingin jujur sepenuhnya sebab akan membuat dirinya terpojokkan.
"Kalau gitu lo tahu dia di lantai berapa dong. Lo tahu ruangan Keyla tinggal dong." Beruntun kalimat yang diucapkan ketua OSIS itu.
"Bukan urusan gue" Kini menjadi ketus. Ada terbersit rasa tak suka jika orang lain penasaran dengan kehidupannya atau orang di sekitarnya.
"Lo pikir Abian penguntit Keyla apa?" Ucap Akiel yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka.
"Udah ayo kantin, mau sarapan gue" Keenan memilih menghentikan rasa penasaran Rana dan jawaban singkat Abian itu sebelum perdebatan dimulai.
Keenan mengambil langkah untuk menuju kantin dan menarik Akiel agar ikut dengannya.
"Yan" Tegur Rama yang masih menunggu jawaban pasti.
Abian melirik lelaki itu, "Gue nggak tahu" Ucapnya monoton lalu ikut menyusul Keenan dan Akiel.
. . .
Bel istirahat sudah lima menit yang lalu berbunyi, Rama nampak tengah duduk bersantai di bawah pohon yang ada di lingkungan sekolah, menatap pada anak-anak kelas dua belas IPA dua yang mengenakan baju olahraga yang masih meneduhkan diri dari panas terik matahari.
Lelaki itu menatap pada satu objek yang paling menarik perhatiannya, ia menggunakan kameranya untuk mengambil foto tersebut. Senyumnya mengembang tipis.
"Rama" Suara bariton itu mengalihkan perhatian Rama. Ia lekas-lekas menoleh ke belakang dan menemukan Abian tengah berdiri tegak.
"Abian, ngagetin lo" Tak berbohong sebab tadi memang tersentak kaget.
"Lo ngapain sih?" Beralih duduk di samping lelaki itu.
"Ya menurut lo?" Matanya kini tertuju pada ponselnya, melihat hasil mengambil foto Keyla tadi.
Abian ikut melihat foto tersebut, seketika ada rasa tak suka mampir.
"Lihat cantik kan calon--"
"Calon apa?" Nada suara Abian naik satu oktaf. Ia terlihat marah jika Rama asal mengambil foto orang, "Lo kek penguntit tahu gak sih?"
"Elah foto doang" Meremehkan hal yang dibahas oleh Abian.
Keenan dan Akiel datang menghampiri dua sahabatnya yang tengah berbincang itu.
"Yang benar aja, lo kayak cowok gak beretika Ram" Abian terlihat begitu kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Wah parah lo ngomongin etika di depan gue"
"Hapus gak?"
Akiel maju di antara mereka berdua, ia berdiri di hadapan Abian. "Udah hapus aja Ram, lagipula kalau mau foto Keyla ada di hape lo kan bisa minta fotbar" Ucapnya dengan tegas.
Membuat nyali Rama menciut untuk membantahnya, Akiel jika sudah berkata dengan serius sungguh membuatnya takut bahkan lebih takut daripada saat Abian dan Keenan dalam mode serius.
Ia menuruti lelaki itu dan menghapus foto Keyla yang ia ambil tadi, "Gak sempat Nan" Ucapnya lesu.
"Lo sok sibuk" Cetus Keenan.
Rama diam beberapa saat sebelum ia melempar tatapan penasaran pada Abian, "Tapi Abian" Semua menatap ke arahnya termasuk yang dipanggil, "...sejak kapan lo peduli sama cewek yang gue incar?" Bertanya dengan penuh rasa heran bercampur curiga.
. . .
"Hellooo everybody i'm coming!"
Suasana kantin yang ribut dan menyesakkan kini bertambah ribut dengan kehadiran Andrea dengan suaranya yang cempreng dan begitu keras itu.
"Heh ratu speaker, budeg nih gue lama-lama" Seru Rama pada Andrea yang baru saja datang.
"Maaf siapa ya? Jangan sok kenal deh lo" Angkuhnya.
"Dih lont--"
"Mau ngomong apa lo hah?!" Suaranya yang kekanakkan kini berganti dengan nada suara serius. Ia menatap tajam pada Rama yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Udah Aya" Olivia menarik Andrea agar tak membuat keributan di kantin.
Akiel menelan makanannya menatap pada Olivia, "Liv, lain kali dirantai anj*ng peliharaan lo tuh" Ucapnya sambil terkekeh kecil.
Andrea menatap tajam pada Akiel, "Gue gigit lo lama-lama ya El" Ucapnya geram. Kenapa harus mereka yang menggerogoti mentalnya di sekolah?
"Gigit aja kalau berani" Ucap Akiel sembari menjulurkan lidahnya meledek Andrea yang pergi ke stan makanan bersama Olivia.
"Lo malam tadi nggak ngumpul, kemana?" Tanya Keenan pada Abian yang tengah bermain ponsel.
"Rumah" Menjawab singkat.
"Tumben banget, gue kira lo ngaret"
"Emang ada orang ngaret ampe tiga jam?" Sindir Akiel dengan lirikan yang terarah pada Abian.
"Ada. Ada banget malah" Sahut Abian pada Akiel.
"Gak usah ditemenin" Sambung Keenan.
Rama mendekatkan dirinya pada Abian, "Yan, lo beneran gak tahu Keyla--"
Muak. Kenapa harus nama istrinya yang dibahas oleh sahabatnha sendiri? Abian meletakkan ponselnya ke.atas meja dan menatap dingin pada Rama, "Stop bahas cewek yang namanya Keyla di hadapan gue" Decak Abian.
"Ya Tuhan, gue ampe belum selesai ngomong udah lo potong"
"Cih"
Tatapan dingin Abian beralih pada Keenan yang mengambil basreng miliknya, "Gak ada yang nyuruh lo nyomot makanan gue" Menarik piring basrengnya agar tak dimakan Keenan.
"Gue sukarela kok Yan" Ucap Keenan sembari meneguk thai tea milik Akiel.
"Sukarela apa maksud lo?" Abian bertanya.
"Sukarela ngabisin"
"B*jingan" Akiel mengambil paksa thai tea miliknya yang hampir dihabiskan oleh Keenan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
nnda
akhirnya up juga
2021-12-19
1