Hari ke-6 Kosim dalam perlindungan di Rumah Mahmud. Selepas Duhur duduk di ruang tamu sudah ada Abah Dul, Kosim, Mang Ali dan Mahmud. Siang ini mereka sedang menanti kedatangan tamu. Di meja sudah disediakan bermacam-macam kue, pisang, anggur, buah pir, kopi dan air botol mineral.
Siang ini cuaca di langit tak seperti biasanya. Gulungan-gulungan awan hitam bergerak perlahan diatas rumah Mahmud. Sekilas nampak seperti awan-awan mendung yang kian menutup cerahnya langit. Tiupan angin terasa hingga kedalam ruang tamu dan suara-suara dahan pohon disekitar rumah terdengar berderak saling bergesekkan.
"Wah, mendung hitam tebal di langit, Bah..." ujar Mahmud usai melihat keluar.
"Kalian merasakan hembusan anginnya yang aneh nggak sih.." tanya Abah Dul.
"Iya sih Bah. Banyak angin tapi kok nggak berasa adem justru rasanya lembab dan gerah.." jawab Mang Ali.
Cuaca cerah diluar perlahan mulai meredup tertutup oleh gulungan-gulungan awan hitam yang melayang berkelompok.
Keempat orang itu terdiam menekuri ragam pertanyaan dihatinya masing-masing.
Keheningan sekejap itu tiba-tiba dikagetkan bunyi dering hape milik Abah Dul.
"Kriiiing... Kriiiing... kriiiing..!"
"Astagfirullah..." ucap keempat-empatnya yang sama kaget.
"Assalamualaikum... Gus, sampai mana?" Tanya Abah Dul, berbicara dengan orang diseberang telpon.
"Ohhh.. ya, ya.. Nanti saya suruh Mahmud jemput. Tunggu aja disitu Gus," kata Abah Dul menyudahi telponnya.
"Mud, jemput Gus Hasan. Katanya baru turun dari bus didepan rumah makan Padang tuh," kata Abah Dul kepada Mahmud.
"Oke Bah, ada berapa orang?" Mahmud balik nanya.
"Sendirian, kayanya.." jawab Abah Dul.
Mahmud langsung berangkat menjemput tamu yang sedari tadi sudah ditunggu kedatangannya.
"Siapa Bah..?" Tanya Mang Ali, penasaran.
Abah Dul pun sekilas menceritakan sosok tamu tersebut kepada Mang Ali dan Kosim. Tamu itu bernama Harun yang datang dari Banten. Ia biasa di panggil Gus Harun. Sebutan Gus merupakan panggilan khusus yang diberikan bagi putra-putra Kiyai.
Gus Harun sendiri merupakan putra dari seorang Kiyai yang cukup ternama di Banten yang satu liting di pesantren Madura besama Abah Dul, Ustad Baharudin dari Kalimantan dan Ustad Basyari dari Surabaya.
Tak berapa lama sekitar 10 menitan, Mahmud terlihat sudah kembali dengan membonceng seorang pria yang usianya tak beda jauh dengan Abah Dul dan Mahmud, 41 tahunan.
Abah Dul langsung beranjak dari kursi tamu menyongsong menyambut kedatangan Gus Harun di teras, disusul Mang Ali dan Kosim berjalan dibelakangnya.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh..." suara teduh namun penuh wibawa itu keluar dari Gus Harun setelah turun dari boncengan Mahmud.
"Wa'alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh.." jawab Abah Dul, diiringi senyum lebar dan langsung menyambut dengan pelukan dan menempelkan pipi kanan kirinya penuh dengan keakraban.
"Masya Allah Gus, hatur nuhun pisan atas waktunya jauh-jauh bersedia datang kemari. " Kata Abah Dul sembari mempersilahkan masuk.
"Perkenalkan Gus, ini Mang Ali dan yang ini Kosim yang saya ceritakan itu yang sedang viral di dunia gaib, hehehe..." kata Abah Dul, diikuti tawa Gus Harun, Mahmud, Mang Ali dan Kosim.
Gus Harun menyalami satu-satu dengan senyum tipis namun memancarkan aura yang sangat berwibaya. Hal ini menandakan kalau dia bukanlah orang sembarangan.
"Alhamdulillah, kita ketemu lagi Dul. Berapa tahun kita nggak ketemu ya, giman kabarnya Ustad Baharudin dan Ustad Basyari Dul? Tanya Gus Harun.
"Alhamdulillah, dua teman kita kabarnya sehat walafiat. Kemarin sudah saya kontak dan beliau-beliau sudah siap ikut membantu meskipun dari jarak jauh Gus," jawab Abah Dul.
"Syukur alhamdulillah.." ucap Gus Harun, lalu menengok ke Kosim.
"Kang Kosim, punten pisan, maaf ya kang Kosim saya mau tau kenapa bisa seperti ini, ritual apa saja yang dilakukan waktu ditempat pesugihan itu," tanya Gus Harun pada Kosim.
Kosim sejenak menundukkan kepalanya. Ia tampak bingung, ragu dan bercampur malu mau memulai ceritanya.
"Sim, nggak apa-apa.. ceritakan saja biar Gus Harun bisa mendeteksi seberapa besar kekuatan bangsa siluman monyet itu," kata Abah Dul menguatkan keberanian Kosim.
"Iya Bah, sebenarnya saya malu dan menyesal Gus kalau mengingat itu. Saya hilap benar-benar sudah gelap mata sehingga tak terpikirkan konsekwensi dan resikonya," Kosim sejenak terdiam.
"Saat sebelum ritual itu dilakukan si kuncen bilang, salah satu syarat wajib yang harus diberikan ialah pitik jawa (anak ayam Jawa), saya pikir beneran pitik. Kalau itu sih gampang dan sanggup saya penuhi," ucap Kosim, sejenak wajahnya mendongak keatas sembari menghela nafas.
"Yang dimaksud pitik jawa itu tak lain anak saya yang masih berusia 3 tahunan Gus. Beruntung diselamatkan Abah Dul, katanya pada waktu malam jumat kliwon itu keadaan di rumah kondisi anak saya sangat mengkhawatirkan sedang sekarat. Katanya sedang dikerubuti monyet-monyet gaib. Mungkin saja kalau pertolongan Abah Dul terlambat, ya selesai lah ritual saya Gus. Mungkin saat ini saya sudah menjalani pesugihan dan putra saya sudah jadi tumbalnya." Cerita Kosim, dengan raut muka penuh penyesalan.
"Sekarang anakmu kemana kang Kosim? Bisa dipanggil kesini dulu?" sela Gus Harun.
"Ada di dapur sama ibunya Gus, sebentar saya bawa kesini, permisi Gus.." kata Kosim sambil beranjak.
Tak berapa lama, Kosim sudah kembali sambil menggendong Dede. Melihat Gus Harun, wajah Dede langsung berubah ketakutan dan menangis keras sembari meronta-ronta meminta menjauh dari Gus Harun.
"Masya Allah..." gumam Gus Harun.
Gus Harun lantas berdiri memegang ubun-ubun kepala Dede. Dede semakin histeris menangis sejadi-jadinya dengan keras.
Gus Harun terlihat komat-kamit membacakan doa lalu ditiupkannya ke ubun-ubun Dede. Tangisan Dede langsung mereda perlahan dan reaksi tubuhnya tak lagi berontak liar seperti pertama melihat Gus Harun tadi. Justru tubuh Dede kini melemas di gendongan Kosim. Tangannya lunglai tak lagi mencengkeram erat kaos Kosim.
"Dul, awas jangan lengah sedetik pun. Lihat dipergelangan tangan dan kakinya ada tali yang mengikatnya," kata Gus Harun kepada Abah Dul.
"Padahal tagi tadi sudah saya kontrol Gus, tapi ndak ada apa-apa.." ujar Abah Dul.
"Ini baru saja. Saat Kang Kosim lagi cerita itu saya lihat ada sosok hitam masuk rumah dari atas menuju belakang," kata Gus Harun.
"Ini sinyal bahaya Dul. Cuaca dan auranya sangat tidak wajar. Kita harus waspada jangan lengah..." sambungnya.
Sementara di ruang tengah, Arin dan Kakak Arin sedang menyiapkan hidangan untuk makan siang. Sesuai yang diminta Abah Dul, ada Ikan Bakar, sayur asem sambal terasi, tempe, tahu dan lalap petai.
Puluhan tahun mondok bersama Gus Harun, Abah Dul sangat hafal kesukaan makanannya dan semua itu sengaja disiapkan spesial untuk menghormati kedatangan Gus Harun.
"Punten, Bah, Gus Harun, mang Ali, Kosim, kita makan dulu. Mari ke ruang tengah," kata Mahmud mempersilahkan.
"Wah, jangan merepotkan kang Mahmud, Dul.." kata Gus Harun.
"Nggak lah Gus, mumpung kita ketemu saya sudah pesan ke Mahmud untuk masak kesukaan Gus Harun waktu di pondok dulu, hehehe..." sergah Abah Dul.
Keempatnya beranjak mengikuti Mahmud menuju ruang tengah.
"Wah, wah, wah... Masih ingat aja Dul kedoyanan saya, hehehe..." kata Gus Harun, saat melihat hidangan.
"Jangankan ente Gus, saya juga masih inget kesukaannya Baharudin dan Basyari, sama-sama suka Cah Kangkung, hahaha..." kata Abah Dul, diikuti ketawa yang lainnya.
Dua sahabat semasa di pesantren Madura itu sudah 5 tahunan baru bertemu kembali. Tampak keduanya sama-sama kangen dengan kebersamaan apalagi andaikan dua sahabat lainnya, Basyari dan Baharudin bisa ikut berkumpul tentulah suasana reuni makin terasa.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 330 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
gus hasan apa gus harun sih tor.. bingung aku
2022-05-15
2
Naida Iko
ini madura sblah mna thor, kbtulan sy madura
2022-03-27
2
LANANG MBELING
kangkung! biasanya rebung juga!!! rata2 deket pesantren ada pohon bambunya...
2021-10-20
1