Cuaca di langit perlahan berubah gelap pekat seperti mendung tebal tapi tidak tampak tanda-tanda akan turunnya hujan. Udara lembab pun dirasakan sangat orang-orang yang melekan di rumah Mahmud.
Malam sudah menunjukkan pukul 23.20 wib. Suasana di halaman masih nampak kacau balau bekas lahan kesurupan masal selepas isya tadi.
Kartu-kartu remi bertebaran dimana-mana, bidak-bidak catur berwana hitam putih berserakan disegala arah sedang dibereskan oleh Mang Sardi dan lima orang lainnya yang tidak mengalami kesurupan.
Sementara Arin, Dewi, Mak Ijah dan Mak Nuni sudah tertidur didalam satu kamar bersama Dede, bocah berusia 3 tahunan yang sedang menjadi incaran Siluman Monyet.
Kesurupan masal yang baru saja menimpa sebelas orang yang sedang melekan, membuat sibuk Abah Dul. Satu persatu mereka dinetralisir tubuhnya setelah dirasuki siluman monyet dalam waktu yang lumayan lama.
Kesebelas orang itu dibaringkan berjajar, sebagian di teras dan sebagian lagi di lantai halaman karena teras rumah Mahmud tidak bisa menampung kesebelas orang.
Satu demi satu Abah Dul menyapukan telapak tangannya dari ujung kaki hingga ujung kepala membersihkan aura negatif yang masih dirasakan Abah Dul menempel di tubuh kesebelas orang itu.
Wajah-wajah cemas dan panik menyelimuti semua orang yang ada disitu, terutama Kosim. Sementara Kosim hanya diam mematung, perasaannya campur aduk tak karuan, ada rasa takut, cemas dan khawatir tiba-tiba menyergap perasaannya setelah melihat langsung kejadian kesurupan masal itu. Dia nampak termangu menatap satu-satu para korban kesurupan.
"Ini salah saya. Mungkin saya atau anak istri saya yang diburu siluman monyet sialan itu hingga orang-orang itu menjadi korban. Ya Allah, ampuni saya. Lindungi anak istri saya. Kini saya nggak ikhlas mereka menjadi tumbal yang belum saya lakukan. Saya sadar, saya hilap.." gumam Kosim didalam hati sambil menundukkan kepalanya.
"Sim, kamu ambilkan air putih di ceret sama gelasnya..." kata Abah Dul.
Kosim tak merespon. Ia nampak masih termangu sambil kembali memandangi orang-orang yang terkapar dihadapannya.
Melihat Kosim tak menanggapi permintaannya, Abah Dul kembali memintanya dengan sedikit lebih mengeraskan lagi suaranya.
"Sim..! Kosim...!" Seru Abah Dul.
"I, i...iya Bah.." sahut Kosim gelagapan.
"Ambilkan air putih di ceret sama gelasnya..." Kata Abah Dul, mengulangi permintaannya.
"Iya Bah.." jawab Kosim singkat, sambil berlalu menuju dapur.
Beberapa saat setelah Kosim berlalu dan masuk ke dapur melalui pintu samping, tiba terdengar dari dalam rumah seperti benda jatuh dan menimbulkan suara pecahan dua kali.
Prang... prang...!!!
Suara pecahan gelas itu terdengar dari dapur. Abah Dul, Mahmud, Mang Ali dan orang-orang yang ada di teras terkejut bukan kepalang. Mahmud langsung berlari menuju dapur, disusul Abah Dul dan Mang Ali. Sedangkan yang lainnya tak berani beranjak dari tempatnya.
"Astagfirullah..! Kosiiiim..." teriak Mahmud.
Mahmud melihat Kosim sudah tergeletak di lantai dapur dibawah kompor gas. Matanya, melotot, lidahnya keluar menjulur sedang kedua tangannya memegangi leher berusaha sedang mencekik diri sendiri.
"Toloooong...!" Teriak Mahmud panik dan cemas.
"Masya Allah..!" Seru Abah Dul melihat kondisi Kosim.
"Mahmud, Mang Ali, cepat tahan tangannya jauhkan dari lehernya," kata Abah Dul.
Dengan sekuat tenaga Mahmud serentak berupaya merenggangkan tangan Kosim dari leher. Tetapi usahanya sia-sia, cengkraman tangan Kosim begitu kuat mencekik lehernya sendiri.
Mahmud dan Mang Ali menambah tenaganya berupaya semakin keras menarik jari-jari Kosim, namun sekonyong-konyong semakin besar tenaga yang dikeluarkan keduanya, semakin rekat pula cekikannya.
Sementara Kondisi Kosim semakin kritis, wajahnya kian memucat. Melihat itu Mahmud kian panik dan menangis histeris.
"Abah, tolong Kosim, Bah. Cepat Bah, Kosim bisa mati..." Seru Mahmud disela-sela gerungannya.
Abah Dul selangkah maju ditengah-tengah antara Mang Ali dan Mahmud. Dengan cepat telapak tangannya di tempelkan pada ubun-ubun Kosim.
"Kalian sekutu bangsa siluman sudah sangat keterlaluan. Musnah..!!!" Seru Abah Dul diiringi hentakkan telapak tangannya dikepala Kosim.
Pemandanga aneh terlihat jelas, tiba-tiba asap hitam keluar diantara sela-sela jari Abah Dul yang menempel di ubun-ubun Kosim. Kebulan asap hitam itu mula-mula tipis, semakin lama semakin menebal pekat melayang keatas.
Bersamaan keluarnya asap hitam, Kosim berteriak kencang. Suaranya sangat menyayat hati,
"Aaaaaaaaaaaaaaaaa......" suara teriakkan Kosim terdengar melengking panjang lalu perlahan melemah dan lenyap.
Kosim menggelosoh lemas bersandar pada tembok dapur. Kedua tangannya yang sedari tadi erat mencengkram leher langsung tergeletak lunglai kesamping tubuhnya.
"Mud, cepat kasih minum.." Kata Abah Dul.
Abah Dul, mengecek urat nadi dipergelangan tangan Kosim. Lalu berpindah ke urat leher.
"Alhamdulillah, Kosim masih diberi umur panjang.." Ujar Abah Dul.
Mahmud lalu mendudukkan Kosim disandarkan pada pangkuannya. Kosim masih tak sadarkan diri, Mahmud segera memasukkan air putih dimulut Kosim dengan sedikit dipaksakan.
Dalam posisi setengah terduduk, Kosim tiba-tiba terbatuk-batuk hingga memuncratkan air yang diminumkan Mahmud mengenai pakaian Abah Dul yang berjongkok didepannya.
"Alhamdulillah...." ucap Mahmud dan Mang Ali secara bersamaan.
"Mahmud, Mang Ali.. Sepertinya kejadian-kejadian malam ini masih permulaan," kata Abah Dul.
"Hah..! Belum tuntas Bah?" Tanya Mahmud.
"Belum, kejadian barusan yang nyaris merenggut nyawa Kosim itu perbuatan Si Kuncen Pesugihan Gunung Ng. Dia berusaha membawa paksa sukma Kosim untuk menjadi penghuni Gunung Ng." Terang Abah Dul.
"Saya terpaksa memusnahkannya karena sudah sangat genting. Ya, mungkin disana, Si Kuncen itu sudah tak bernyawa didalam pondokannya." Sambung Abah Dul.
"Lalu kalau belum berakhir, siapa lagi yang akan meneror Kosim, atau yang akan kita hadapi lagi, Bah?" Sergah Mang Ali penasaran.
Sejenak Abah Dul menghela nafas berat, "Ini lebih berat, sangat berat. Rasanya tak mungkin saya menghadapinya sendiri, perlu bantuan orang yang memiliki kebatinan lebih tinggi lagi. Jika saya sendirian, rasanya akan sangat kewalahan bahkan bisa saja saya yang akan meninggal." Ungkap Abah Dul cemas.
"Siapa kira-kira orangnya yang bisa diminta bantuannya, Bah? Tanya Mahmud.
"Nah, itu dia yang sedang saya pikirkan Mud. Waktu kita nggak banyak hanya sampai besok malam. Perkiraan saya, malam jumat besok tepat kliwon adalah puncak dari semua ini. Apakah Kosim, Dede, Arin atau bahkan saya, Mang Ali dan kamu Mud, bisa saja meninggal akibat serangan lebih dahsyat lagi nanti," terang Abah Dul.
Mang Ali dan Mahmud tak bisa berkata-kata lagi. Ada kengerian dari ekspresi wajah keduanya usai mendengar penjelasan Abah Dul.
"Sudah, sudah.. biar itu urusan saya. Kalian nggak usah terlalu memikirkan siapa orangnya yang bisa diminta bantuannya. Sekarang bawa Kosim ke ruang tamu, baringkan dia disana biar mudah dipantau dan dijaga. Saya kembali gabung dengan yang lainnya didepan." Kata Abah Dul, lalu beranjak keluar.
Setiap perbuatan salah bukan hanya menimbulkan penyesalan. Dan penyesalan akan selalu datang belakangan setelah sudah terjadi. Seperti perbuatan yang pernah dilakukan Kosim ini kini berada dalam "Ambang Batas" dari akibat perbuatannya.
Yang paling harus disadari setiap kita melakukan perbuatan nggak bener adalah resikonya. Namun sangat manusiawi ketika belum merasakan akibatnya, tanpa disadari seolah kita tak akan mendapatkan karmanya.
Kini nasib keluarga Kosim sedang berada di ambang batas harus menanggung resiko akibat perbuatannya. Apakah Kosim meninggal? Ataukah Arin yang dipaksa menghuni alam gaib siluman monyet ataukah Dede, bocah kecil yang tak tahu apa-apa?
......................
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 330 Episodes
Comments
Cucu Doank
mungkin abah abdul minta bntuan garunya kalau masih ada
2023-10-22
0
Ulun JAVA
Bini bnyk nuntut pingin kaya cepat biar kesalon punya emas banyak ingin jd sosialita akhirx suami gelap mata
2023-06-21
0
Farry Julian
bukan salah si kosim tapi bininya yang nuntut berlebihan
2022-10-15
0