Sudah lima hari Arin dan anaknya menginap dirumah Mahmud, Kakak Iparnya untuk menghindari gangguan mahluk siluman monyet. Akibat perbuatan Kosim (suami Arin) menjalani ritual pesugihan di Gunung "Ng" kini berbuntut panjang.
Setiap malam gerombolan siluman monyet selalu datang berusaha mengambil Dede, anak Kosim. Namun Abah Dul dan Mahmud selalu berhasil menggagalkannya. Pertarungan gaib nyaris terjadi sepanjang malam dan pertarungan baru terhenti setiap kali monyet-monyet siluman itu kalah dan kabur melarikan diri.
Menurut perkiraan Abah Dul, peristiwa puncaknya bakal terjadi pada malam Jumat lusa. Kemungkinan besar monyet siluman akan mengerahkan pasukan yang lebih besar lagi dan bahkan bisa jadi rajanya akan turut serta.
......................
Rabu sore hari selepas Ashar sekitar pukul 16.20 wib, Arin sedang menyapu dihalaman depan rumah Mahmud. Guguran dedaunan jambu air dan putik-putinya nampak berserakan mengotori halaman.
Diatas pohon jambu air, sepasang mata menyala merah sedari tadi memperhatikan Arin yang sedang menyapu. Arin tidak menyadari jika gerak-geriknya ada yang mengawasi dari dalam rerimbunan daun jambu diatas kepalanya.
Sosok mahluk berbulu lebat berwarna kelabu itu, terus menatap tajam tak berkedip tubuh Arin. Sesaat kemudian sosok berbulu kelabu melompat ke pohon mangga yang terletak disamping rumah. Meski jaraknya lumayan jauh sekitar lima meteran tetapi mahluk berbulu kelabu itu dengan entengnya melayang tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Sementara Arin nampak masih fokus menyapu dedaunan kering dan putik tanpa merasakan kehadiran sosok berbulu kelabu sedikitpun.
Sosok berbulu kelabu kemudian melompat turun ke tanah. Bersamaan kakinya menyentuh ditanah, sosok berbulu itu langsung berubah menjadi seorang pemuda tampan berkulit putih bersih mengenakan kaos oblong putih dan celana jeans.
Lalu mahluk yang telah berubah wujud menjadi pemuda tampan itu berjalan berpura-pura hendak lewat didepan Arin yang tengah menyapu.
Merasa ada orang yang akan lewat, Arin pun menghentikan aktifitas menyapunya. Arin reflek menoleh kearah orang yang hendak lewat itu.
Seperti terhipnotis, Arin tertegun melihat ketampanan wajahnya. "Deg!" Jantung Arin langsung bergetar saat pandangan matanya beradu dengan pemuda jejadian tersebut.
"Permisiiii Mbak..." ucap Si pemuda dengan santun.
Arin masih terpana dia seperti tak mendengar sapaan itu. Pemuda jejadian mengulang kembali ucapannya, namun Arin masih tetap mematung dengan mulut sedikit ternganga. Sampai ketiga kalinya pemuda jejadian mengucapkannya dan Arin pun gelagapan seperti baru tersadar.
"Eh, i..i..ya.. Silahkan..." jawab Arin gugup.
Arin yang masih berusia 25 tahun seperti kembali merasakan mabuk kepayang, bunga-bunga asmara langsung menguasai hatinya. Arin merasa jatuh hati kepada pemuda itu. Kesadarannya telah hilang, dia lupa kalau dirinya sudah bersuami dan beranak.
Pemuda jejadian itu berhenti tepat dihadapan Arin hingga membuatnya terpaku dengan mulut ternganga. Gagang sapu digenggamannya jatuh terlepas. Detak jatung Arin kian cepat, nafasnya memburu seperti dirasuki ***** birahi hingga membuatnya tersengal-sengal. Pemuda jejadian itu terus menatap mata Arin dengan tajam disertai seringai kemenangan.
Kebetulan suasana sore itu rumah Mahmud tak biasanya sangat sepi. Tak ada anak-anak bermain, tak ada tetangga yang biasanya pada duduk-duduk didepan rumah, berderet sembari ngegosip dan cari kutu.
Mahmud yang biasanya bermain-main dengan burung Love bird kesayangannya pun tak nampak karena sore itu kebetulan sedang menghadiri resepsi nikahan temannya di desa sebelah dengan membawa serta Dede, anak Arin.
Pemuda jejadian lantas memegang lengan Arin untuk mengajaknya pergi dari tempat itu. Seperti terhipnotis Arin menurut saja ajakan itu tanpa ada penolakkan sedikit pun. Tak ubahnya seperti robot yang mengikuti perintah pemiliknya.
Keduanya lalu melangkah meninggalkan rumah Mahmud pergi kearah selatan masuk jalan gang lalu tak terlihat lagi.
......................
"Assalamualaikum... Arin Dede pulang," seru Kakak Arin menirukan logat Dede, begitu sampai diteras rumah sembari memainkan tangan Dede dilambai-lambaikannya dalam gendongannya.
Tak ada sahutan jawaban Arin. Kakak Arin mengulang salamnya lagi sambil melepas sepatunya melangkah masuk. Sementara Mahmud masih menyetandarkan motornya dan sibuk memberesi barang-barang bawaannya.
"Ariiiin.... Ariiiin..." Kakak Arin setengah tergesa membuka pintu yang tak terkunci.
Tetap tak ada sahutan dari Arin. Rumah nampak sepi mungkin Arin sedang di dapur, pikir Kakak Arin. Ia lantas melangkah menuju dapur.
"Mas, Mas Mahmud.... Arin nggak ada!" teriak Kakak Arin.
"Mungkin lagi ke warung, Wi," balas Mahmud, berjalan santai masuk ke kamarnya.
"Iya juga ya," gumam Kakak Arin.
Lantas Kakak Arin mendudukkan Dede dilantai lalu diambilkannya mobil-mobilan untuk mainannya. Kakak Arin masih penasaran, kemana Arin pergi. Ia pun bergegas mencarinya ke warung yang biasa Arin belanja seperti yang dikatakan Mahmud, suaminya.
Sebagai kakak, instingnya merasakan kecemasan sekaligus kejanggalan karena tak biasa Arin pergi tanpa jejak. Rasa cemas kian membesar dihatinya. Kakak Arin bergegas melangkah keluar melanjutkan niatnya pergi ke warung.
"Mas, titip Dede ya, saya ke warung dulu nyari Arin.." ucap Kakak Arin setengah teriak kepada Mahmud.
Terburu-buru Kakak Arin bergegas melangkah hendak pergi. Tiba-tiba kakinya menyandung gagang sapu yang melintang dihalaman dan nyaris jatuh tersungkur dibuatnya.
"Aduh..!" Pekik Kakak Arin.
Kakak Arin setengah jongkok memegang sapu, ia urung melanjutkan langkahnya. Sejenak Kakak Arin memperhatikan sekelilingnya yang nampak sebagian sudah bersih seperti bekas disapu.
"Berarti Arin lagi menyapu tapi kemana..." Gumam Kakak Arin dalam hati.
"Mas, Mas Mahmud...! Sini sebentar Mas,.." teriaknya.
Dari dalam kamar Mahmud buru-buru keluar mendengar teriakkan istrinya.
"Ada apa lagi sih Wi, sampe teriak-teriak segala," sungut Mahmud.
"Mas, coba perhatikan sekitanya. Sepertinya Arin lagi nyapu deh mas. Tapi lihat ini sapunya tergeletak begitu saja disini," kata Kakak Arin sambil menunjukkan sapunya.
"Ya, mungkin lagi ke warung dulu bu," ujar Mahmud, tak begitu menghiraukan kecemasan istrinya.
"Ya udah, saya susul ke warung dulu mas," kata Kakak Arin.
Rasa cemasnya kembali surut mendengar ucapan Mahmud. Akal sehatnya kembali mendominasi dan membenarkan kemungkinan yang dikatakan Mahmud.
Selang beberapa lama, Kakak Arin kembali dengan tergesa-gesa. Dilihatnya Mahmud sedang santai melihat-lihat burung kesayangannya didalam sangkar.
"Mas, Mas.. Arin nggak ada!" teriak Kakak Arin cemas.
"Mungkin ke warungnya bu Sulis kalau di warungnya bi Anah nggak ada," kata Mahmud cuek.
"Nggak ada juga, Mas... Saya sudah cari semua tetap nggak ada. Malahan katanya Arin hari ini nggak ke warung mereka," sergah Kakak Arin panik.
Kali ini Mahmud menoleh ke arah Kakak Arin. Tak langsung berucap tapi dari pandangan matanya tersirat tanda tanya besar dan mulai ikut cemas.
"Yakin kamu..? Kata tukang warungnya nggak melihat Arin belanja?!" tanya Mahmud meyakinkan.
"Iya, Mas... Semua warung hingga tetangga sudah saya tanyai tapi mereka semua nggak melihat Arin," ujar Kakak Arin.
Buru-buru Mahmud masuk ke dalam rumah lalu keluar lagi sambil menelpon dengan handpone-nya.
"Assalamuailaikum, Abah.. Bisa ke rumah saya, sekarang, penting... Iya.... cepat ya Bah... oke, oke," kata Mahmud bicara di hapenya.
...****************...
Alam Gaib,
Hamparan taman bunga berwarna-warni menghias indah luas membentang. Banyak kupu-kupu berterbangan hinggap dari bunga ke bunga lainnya. Burung-burung kenari dengan bulu warna khasnya beterbangan diatasnya menambah keindahan dan suasana asri nan romantis.
Arin memandang takjub pada bunga-bunga disekeliling. Matanya kesana-kemari memandangi satu-satu bunga mekar didekatnya. Bibir mungilnya terus-menerus tersungging bahagia.
Disampingnya seorang pemuda tampan hanya berdiri sambil memperhatikan Arin dengan tersenyum senang.
"Arin, apakah kamu senang.." kata pemuda dengan lembut.
"Aku sangat senang sekali Mas Arya. Belum pernah aku melihat taman seindah ini,. Kita sedang berada dimana ini Mas" ucap Arin.
"Kita berada ditempat yang jauuuuuh sekali. Maukah kamu selamanya disini bersamaku, Arin," balas Arya merajuk.
"Iya Mas Arya, aku mau disini selamanya," kata Arin bergelayut manja di lengan Arya.
"Ayo, kita kesana. Aku akan menunjukkan pemandangan yang lebih indah lagi," kata pemuda yang dipanggil Arya.
Arya langsung menggandeng tangan Arin lalu pergi meninggalkan taman tersebut.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 330 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
oalah s arin mata keranjang..
2022-05-15
2
senja
kenapa kok nargetin Arin? kan yg di tumbal anaknya
2022-03-05
4
Sarita
arrin dibawa raja nyomet tuh.arin notabene gila harta pasti gampang banget dirayu raja nyomet .pasti auto ga mau pulang kealam nyata lagi..
2021-10-26
4