Pagi itu Kosim duduk dilantai bersandar pada tembok samping jendela rumah Mahmud. Kondisinya sudah lebih baik dari keadaan semalam. Dihadapannya ada secangkir kopi dan rokok.
Sementara Mahmud masih tertidur pulas di kamarnya karena semalaman suntuk harus melek menjaga Kosim, Arin dan Dede. Sedangkan Kakak Arin sudah berangkat ke tempat kerjanya di sebuah dealer sepeda motor yang tak jauh dari rumahnya.
Kosim sesekali menghisap rokok ditangannya dalam-dalam seolah ingin melepaskan semua beban dihatinya. Pikirannya melayang jauh memikirkan apa yang sudah diperbuatnya.
Dua hari berturut-turut ia mengalami kejadian aneh sekaligus mengerikan yang membuat psikogis Kosim semakin tertekan. Dia dihadapkan pada pilihan sulit dan takut, apakah berterus terang saja ataukah tetap disimpannya didalam hati.
Jika diceritakan, Arin pasti akan sangat marah tapi kalau tidak diceritakan hanya akan membelenggu pikirannya. Pertarungan batinnya berkecamuk, Kosim merasa tertekan begitu hebatnya.
"Ayaaaaahhh...."
Lamunan Kosim mendadak buyar, tiba-tiba Dede muncul dipintu dan berlari kearahnya.
"Dede udah bangun..." Kosim menyongsongnya penuh kasih sayang.
Dede yang lucu berkulit putih dengan wajah calon ganteng itu lantas bergelayut manja di dada Kosim. Bocah itu terlihat rindu dengan ayahnya yang tak pulang selama tiga siang dua malam.
"Yah, sarapan dulu," seru Arin dari dalam.
"Ayo de, sarapan. Tuh ibu udah manggil-manggil, yuk.."
Dede hanya mengangguk sambil tètap merekat digendongan Kosim seolah tak mau melepaskannya.
Sambil lesehan di ruang tamu, Arin sudah menyiapkan sarapan berupa nasi goreng. Keluarga kecil itu terlihat wajar seperti tak pernah terjadi apa-apa.
"Yah, setelah sarapan nanti ke mini market ya, belikan pampersnya Dede," kata Arin disela-sela sarapannya.
"Iya," jawab Kosim singkat.
Tak banyak obrolan diantara Kosim dan Arin sepanjang sarapan itu. Kosim lebih banyak diam dan ingin cepat-cepat meghabiskan nasi gorengnya.
Ada perasaan tak nyaman berlama-lama dihadapan Arin. Lebih tepatnya Kosim ingin menghindar, khawatir Arin kembali akan menanyakan kepergiannya. Kosim merasa belum siap berterus terang.
"Ya udah bu, saya pergi membeli pampers dulu ya.." kata Kosim sedikit tergesa-gesa usai menghabiskan sarapannya.
Arin hanya memganggukkan kepalanya, lalu kembali menyuapi Dede. Kosim berlalu membeli pampers di minimarket langganannya.
Selang tak beberapa lama sekitar 5 menitan, Kosim sudah kembali dengan menenteng bungkusan plastik hitam ditangan kanannya.
"Ini bu pampersnya," kata Kosim datar.
Arin mengerutkan keningnya, "aneh, kok cepat banget. Padahal jarak ke minimarket ada 2 kiloan dari sini," gumam Arin keheranan.
Tapi Arin tetap menerima bungkusan plastik hitam yang di berikan Kosim itu meski hatinya penuh tanda tanya. Sejenak dilihatnya isi kresek tersebut, "bener, pampers.." kata hati Arin.
"Bener kan, bu.." tanya Kosim mengagetkan.
Otak Arin terus berpikir keras penuh keheranan, "beli dimana Yah, kok cepat banget," tanya Arin.
"Ditempat biasa," jawab Kosim, masih dengan ekspresi datar.
"Loh, kok...." gumam Arin, sambil geleng-geleng kepala beranjak ke kamar untuk menyimpannya.
Arin tak begitu memperhatikan tingkah dan gerak-gerik Kosim yang tak biasa, sedikit kaku dan tak wajar. Pandangannya tak lepas menatap Dede terus semenjak datang.
Kosim lalu mendekati Dede, tetapi bocah kecil itu beringsut berusaha menjauh. Ekspresi polosnya menunjukkan ketakutan. Padahal, baru saja tadi pagi, Dede bermanja-manjaan dengan Kosim..
"ibuuuuu... ibuuuuu..." tangis Dede histeris.
Kosim terus berusaha ingin menggendong Dede tapi Dede berontak panik. Tangisnya semakin hiateris,
"buuuuuu... ibuuuuuu...!" Tangis Dede kian menjadi-jadi. Kali ini ia sangat ketakutan melihat Kosim.
Arin melongokan kepalanya dipintu kamar untuk melihat sebabnya Dede menagis. Dilihatnya sudah ada Mahmud, kakak iparnya yang hendak menggendong Dede.
"Kosimnya mana kang Mahmud," tanya Arin.
"Kosim?" kata Mahmud heran.
"Nggak ada Kosim, tadi Dede sendirian aja kok," sambung Mahmud.
"Ada, barusan belikan pampers ini," kata Arin sambil menunjukkan plastik kresek warna hitam.
"Ya nggak tau, saya liat cuma ada Dede nangis sendirian," ujar Mahmud tak memperhatikan keheranan Arin.
Sedang berdebat soal Kosim, tiba-tiba terdengar suara Kosim didepan pintu.
"Ribut-ribut apasih," Tanya Kosim.
"Dari mana sih, ninggalin Dede sendirian," kata Arin ketus.
"Lah, saya kan tadi disuruh beli ini," sergah Kosim sambil menunjukkan kresek putih bertuliskan nama minimarket.
"Lah, ini...?!" Arin pun menunjukkan kresek hitam.
"Tadi kamu kan sudah balik, napa beli lagi," ujar Arin sedikit ngotot.
Kosim garuk-garuk kepala semakin bingung, "nggak ngerti, gimana sih maksudnya, Rin.." kata Kosim.
"Iya, tadi kamu sebentar perginya, ada kali 5 menitan terus bawa pampers di kresek ini," sergah Arin sembari mengangkat kresek hitam ditangannya.
"Lah, ini saya baru aja kembali, Rin." Timpal Kosim.
"Rin, coba kamu buka kresek hitam yang ada ditangan kamu itu," kata Mahmud, yang sedari tadi memperhatikan perdebatan dua adik iparnya.
Arin pun menuruti yang diminta kakak iparnya, "Astagfirullah..!" Teriak Arin melihat isi kresek hitam.
"Daun semua Kang, lihat..!" Setengah teriak Arin menunjukkan isinya pada Mahmud.
Benar saja didalam kantong kresek hitam itu hanyalah ada tumpukkan daun jambu bukan pampers seperti yang dilihat Arin sebelumnya.
"Jadi siapa tadi yang memberikan ini, Mas," kata Arin heran campur takut.
"Jelas-jelas saya terima kresek hitam ini dari mas Kosim." Sambungnya.
"Sumpah, demi Allah saya baru kembali ini, Rin. Ngawur aja kamu.." Ujar Kosim sedikit kesal.
"Jadi siapa yang ngasih kresek hitam ini? Tadi sewaktu saya lihat isi kreseknya bener, pampers. Napa sekarang berubah jadi daun," kata Arin keheranan.
"Serius, Rin?!" tanya Kosim.
"iya, beneran serius, Mas.." ujar Arin.
"Coba, lihat perhatikan saya Rin, bandingin dengan yang katanya Kosim yang ngasih kresek hitam itu. Dimana coba bedanya, apa ada yang bisa membedakan?" Kata Kosim menghadapkan mukanya ke Arin.
"Sudah, sudah. Saya telpon Abah Dul aja suruh kesini. Sepertinya ada yang nggak beres. Ini Dede nya Rin," kata Mahmud, menyerahkan Dede lalu masuk ke kamarnya mengambil handpone.
Selang beberapa saat kemudian, Mahmud kembali keluar kamar. Dilihatnya Arin ada di dapur dan Dede sedang mainan mobil-mobilan didalam kamar, sedangkan Kosim terlihat duduk diteras depan.
Mahmud melangkah menuju tempat Kosim duduk, "Abah susah dihubungi, Sim. diluar jangkauan terus." kata Mahmud.
"Saya agak nggak percaya sama cerita Arin, Mas. Masa iya ada orang lain mirip saya sih. Tapi misalkan bohong bukti fisiknya ada, kresek hitam itu, aneh banget ya," gerutu Kosim.
"Ini yang harus cepat-cepat diungkap, Sim. Sebab akan jadi bahaya kalau nggak cepet-cepet diatasi. Coba kamu bayangkan, misalnya saat kamu tak ada di rumah tiba-tiba Arin melihat kamu pulang padahal Kosim yang aslinya sedang mancing," kata Mahmud.
"Waduh, iya juga ya Mas. Gimana kalau Kosim palsu itu sampai minta hubungan badan," ujar Kosim.
"Nah, itu dia yang saya khawatirkan dan saya pikirkan sedari tadi, Sim," kata Mahmud.
"Dugaan saya sih, masih ada hubungannya dengan monyet siluman, Sim. Sebab sewaktu saya menggendong Dede, saya mendapati dua helai bulu agak hitam kelabu menempel pada genggaman Dede," tutur Mahmud dengan hati-hati agar Kosim tidak merasa tersinggung.
Kosim terdiam mendengar perkataan kakak iparnya. Pikirannya kembali melayang pada saat melakukan ritual di pondokkan Mbah Utung. Kosim masih belum menyadari kalau ritual pesugihan yang dilakukannya itu sebenanrnya telah mengikat kontrak dengan mahluk gaib siluman monyet meskipun ritualnya gagal ditengah jalan. (*baca episode-1)
Bagi Mahmud, terdiamnya Kosim seperti menegaskan kebenaran perkataan Abah Dul, bahwa Kosim telah melakukan ritual pesugihan di sebuah tempat.
"Sim, coba ceritakan terus terang sama Akang, apa betul kamu melakukan ritual pesugihan.." Tanya Mahmud hati-hati.
"Iya Mas, sebetulnya saya ingin menceritakannya tapi malu. Saya juga ingin berterus-terang dengan Arin, soal kemana saya pergi dan apa yang saya lakukan. Tapi takut Arin semakin marah, Kang.." ucap Kosim.
"Soal cerita ke Arin, menurut saya jangan dulu deh. Pelan-pelan nanti juga akan mengerti kenapa dan apa yang sebenarnya sedang terjadi," balas Mahmud.
"Tapi Mas, ritual itu gagal nggak sampai selesai. Sebab pada saat itu ada hantaman dahsyat yang menghancurkannya. Saya sampai terpental kebelakang, mulut berdarah dan terasa sesak dadanya, Kang.." tutur Kosim sedikit memelankan suaranya takut didengar Arin.
Saat keduanya ngobrol semakin jauh, terdengar suara dering panggilan dari hape Mahmud. Mahmud segera mengangkat telponnya,
"Waalaikum salam, ya Bah.. Gimana? Ohh gitu, iya, iya Bah.. Wa'alaikum salam.." Mahmud menutup telponnya.
"Dari Abah Dul, katanya nggak bisa kesini sekarang. Dia lagi ada diluar kota, pantesan aja tadi saya telpon susah dihubungi, diluar jangkauan terus. WA nya aja mungkin baru dibaca sekarang, makanya langsung telpon ." kata Mahmud.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 330 Episodes
Comments
Evi Pujiarti
koreksi dikit thor, manggilnya yg konsisten mau akang apa mas.. biar lebih enak d bacanya..
2023-09-16
0
Rere EL Sadat ✅
siappp makasih thor...
2021-11-15
5
Abu Alfin
lanjutkan Thor
💪💪💪
2021-11-15
2