Rumah Kakak Arin berada di desa sebelah jaraknya sekitat 5 kilo tak terlalu jauh dari rumah Arin. Dirumah Kakak Arin sudah berkumpul ada beberapa orang yang sengaja diundang melekan untuk menjaga Arin dan anaknya. Ada Mahmud suaminya Kakak Arin dan teman-temannya termasuk Abah Dul juga ada disana.
Ada sekitar 6 orang duduk memutar diatas tikar yang digelar diserambi depan rumah saling menimpali obrolan satu sama lain. Selain Mahmud dan Abah Dul, ada Mang Ali, Mang Abas, Wa Yasir dan Mang Sardi. Kadang mereka terlibat obrolan serius, kadang pula sesekali ketawa mendengar Abah Dul bicara.
Ditengahnya beraneka ragam merk kopi, kue-kue ringan, rokok dan termos air panas.
Malam itu waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 wib.
Obrolan mereka mendadak terhenti dikejauhan melihat seseorang datang menuju kearah mereka.
"Itu Kosim," Kata Mahmud.
"Ya itu sepertinya Kosim," timpal Abah Dul.
Langkah kaki Kosim gontai dengan wajah lusuh dengan pandangan mata nampak kosong tapi terlihat memerah oleh bias cahaya lampu jalan. Kosim semakin mendekat.
"Assalamualaikum.." Ucap Kosim datar.
"Waalaikum salam..." Orang-orang yang melekan itu nyaris menjawab bersamaan.
"Kang, ada Arin dan Dede?" Tanya Kosim pada Mahmud, sembari menyalami satu persatu.
Tapi pada saat menyalami Abah Dul, Kosim terlihat gamang seperti tak mau menyalaminya. Abah Dul mengerti dengan sikap Kosim yang nampak aneh dan tak biasanya.
Abah Dul memahami apa yang dirasakan Kosim, dia hanya melambaikan tangannya karena kebetulan jaraknya terhalang termos, kopi dan makanan ringan.
"Ada di kamar, udah pada tidur kayanya," jawab Mahmud santai.
"Kamu dari mana Sim?" Pertanyaan Abah Dul, sedikit mengagetkan Kosim.
Sekian detik Kosim terdiam, nampak sekali raut mukanya takut dan kebingungan untuk menjawabnya.
"Dari Subang Bah.." Jawab Kosim terkesan sekenanya.
Rupanya Abah Dul dan Mahmud sudah tahu kalau jawaban Kosim itu bohong tapi keduanya diam tak menanggapinya lebih jauh.
"Ya sudah, sana temui istri dan anakmu dulu," ujar Mahmud.
Kosim pun melangkah masuk kedalam rumah lalu menuju ke kamar dimana Arin dan Dede tidur.
Abah Dul memberi isyarat pada Mahmud dengan menganggukan kepalanya. Mahmud mengerti maksud Abah Dul agar terus mengawasinya.
Abah Dul dan Keluarga Arin memang sudah kenal dekat seperti saudara. Abah Dul merupakan teman akrab sepermainannya Mahmud semenjak masih kecil. Kedekatannya dengan keluarga Arin semenjak Mahmud menikah dengan Kakak Arin. Bahkan seringkali Abah Dul diminta bantuannya ketika ada salah satu keluarga Arin yang sakit.
Didalam kamar, Arin mendadak terbangun mendengar derit pintu saat dibuka Kosim. Arin langsung terduduk, matanya tajam menatap Kosim. Dia nampak marah sekali melihat kehadiran Kosim.
"Kamu dari mana saja! Dede sekarat kamu nggak ada, Dede mau mati tau nggak! Damprat Arin.
Kosim hanya diam terpaku. Matanya menatap nanar putranya yang berusia 3 tahun. Jauh didalam hatinya ada penyesalan yang mendalam menyadari perbuatannya yang sangat keji. Tapi rasa itu hanya sekejap hinggap dihatinya. Kosim kembali pada prilaku aneh, dia terus menatapi Dede dengan sorot mata liar.
Arin tidak menyadari bahkan tidak tahu kalau Kosim sedang berada dalam pengaruh mahluk gaib. Sikapnya bukanlah Kosim yang seutuhnya.
"Bapak macam apa aku ini, sampe hati mengorbankan anakku yang masih polos dan tak tau apa-apa," kata Kosim membatin.
Kesadarannya kadang timbul, tetapi sesaat kemudian berganti kembali dengan sikap anehnya.
"Kamu kemana tidak pulang-pulang hah! Jawab, jangan diam saja!" Suara Arin makin kalap sampai terdengar keluar.
"Aaaaa.... buuuuu.... ibuuuuuu...aaaaa..." suara tangis Dede terbangun karena kaget dengan suara keras ibunya.
Kosim terkesiap seperti tersadar begitu mendengar tangis Dede, segera dia mau menghampirinya. Tetapi dicegah oleh Arin.
Abah Dul dan Mahmud sesaat saling memandang seolah saling bertanya. Bergegas Mahmud bangkit dari duduknya menuju ke kamar dimana Arin dan Kosim bertengkar.
"Sudah, sudah... Sim kamu keluar dulu, biar Arin istirahat saja..." kata Mahmud menenangkan suasana.
Kosim keluar disusul Mahmud dibelakangnya untuk mengajak bergabung dengan Abah Dul dan yang lainnya didepan.
"Kang ada pisang nggak," tanya Kosim datar sambil duduk disebelahnya.
"Pisang? Buat apa, kamu kan nggak doyan pisang," sergah Mahmud.
"Ya lagi pengen aja kang," jawab Kosim.
"Nggak ada Sim, beli aja sana di warung," kata Mahmud.
"Yowis, saya ke warung dulu.." ucap Kosim dengan ekspresi kaku dan segera bangkit dari duduknya.
Baru saja hendak berdiri, Abah Dul mencegahnya, "Nanti dulu, duduk dulu Sim. Kamu kan baru datang, istirahatlah sambil ngopi dulu," kata Abah Dul sedikit memaksa.
Mendapat cegahan itu sorot mata Kosim tajam Abah Dul. Nampak sekali menahan amarahnya sepertinya tak terima keinginannya dicegah. Lagi, lagi.. Kosim menunjukkan sikap aneh, jelas bukan sifatnya.
Abah Dul dan Mahmud tahu persis yang dilakukan Kosim bukanlah sifat Kosim yang sebenarnya, tingkah polah Kosim tidak wajar. Kosim bertingkah aneh.
Mahmud dengan cepat memegangi tangan kanan Kosim yang hendak memukul Abah Dul, sedangkan Mang Ali bereaksi menahan bagian punggung begitupun Mang Sardi langsung memegangi tangan kiri Kosim. Tubuh Kosim terus meronta-ronta mencoba berontak.
"Lepassss...! Lepaskan..!" Teriak Kosim.
"Lagi, lagi kamu!!!" Abah Dul melihat didalam badan Kosim bersemayam seekor Monyet besar berwarna kelabu.
Lalu Abah Dul menepukkan telapak tanggannya ke dada Kosim, "Nyiiiiitttt....!" Bukannya mengaduh, Kosim mengeluarkan suara seperti monyet yang kesakitan.
"Pergi kamu..! Allaaaaahu Akbarrr!" Teriak Abah Dul.
Bersamaan dengan hentakan tangan Abah Dul, tubuh Kosim menggelosoh lemas tak berdaya dipangkuan Mang Ali yang sedari tadi memeganginya dari belakang.
"Bahaya nih Mud, bahaya. Pasti akan ada serangan lebih besar lagi. Para demit itu tetap memaksa akan terus berusaha mengambil anak Kosim. Kosim sudah teken kontrak dengan Siliman Monyet dari Gunung Ng. jaminannya si Dede, Mud.." kata Abah Dul cemas.
"Hah," kata Mang Ali, Mang Sardi serta Wa Yasir nyaris bersamaan.
Mereka akhirnya memahami situasi dan kondisi di rumah Mahmud. Sebab sebelumnya ketika Mahmud memintanya main ke rumah tidak menjelaskan maksud dan tujuannya.
"Terus, gimana rencananya Bah, apa yang harus dilakukan," tanya Mahmud.
"Coba di cek Arin dan Dede di kamar Mud," kata Abah Dul.
Mahmud segera beranjak menuju kamar Arin dan Dede berada. Mahmud tersentak kaget, reflek mengucap, Masya Allah! Dia melihat Arin dan Dede dalam keadaan tubuh kaku dengan telapak tangan mengepal dan mata terbelalak.
Mahmud lantas membacakan sesuatu kemudian mengusapkannya pada kepala Arin dan Dede. Kedua tangan Ibu dan anak itu berangsur-angsur melemah tak lagu mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Dede spontan menangis histeris. Tetapi tangisannya tak setetes pun ada air matanya. Begitu pula dengan Arin. Arin tiba-tiba bangkit lalu menyerang Mahmud dengan satu kibasan tangan kanannya.
Mahmud yang tak menyangka bakal mendapat serangan itu terhantam telak dibagian mukanya hingga terdorong kebelakang membentur tembok kamar.
Darah segar langsung mengucur dari hidung Mahmud. Merasa kewalahan menghadapi situasi itu, Mahmud lantas berteriak memanggil Abah Dul.
"Abaaaahhh..." teriak Mahmud.
Sementara Kakak Arin yang tidur dikamar sebelah langsung bangun karena kaget oleh teriakkan Mahmud dan bergegas melihatnya. Kakak Arin histeris dan panik luar biasa melihat suaminya berdarah-darah dan melihat kondisi Arin serta Dede.
Abah Dul datang, langsung menghantamkan sorbannya ke tubuh Arin yang nampak liar meloncat-loncat diatas kasur.
Melihat reaksi Arin, Kakak Arin dengan sigap mengambil Dede sebelum terinjak-injak oleh ibunya yang kerasukkan. Bersama Mahmud, Arin membawa Dede ke kamarnya.
Sementara itu didalam kamar, Abah Dul dengan ketenangannya yang luar biasa mampu melumpuhkan Arin dengan satu hantaman jarak jauh hingga Arin terdorong membentur tembok dan menggelosoh lemas diatas kasur.
"Alhamdulillahi robbil alamiin.." ucap Abah Dul sembari meraupkan kedua telapak tangan ke mukanya.
Kosim, Arin dan Dede, ketiganya tergeletak lemas tak berdaya. Ketiganya dibaringkan diatas tikar diruang tamu.
Abah Dul lantas menyiprat-nyipratkan air putih yang dibawakan Kakak Arin ke tubuh ketiganya. Kemudian mengusapkannya ke wajah satu persatu, mulai dari Kosim, Arin dan terakhir Dede.
Tak berapa lama kemudian, Kosim mulai membuka matanya disusul Arin lalu Dede yang langsung menangis hiateris memanggil-manggil ibunya.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 330 Episodes
Comments
Mat Fitho
mantap thor aku suka gaya lho
2021-11-08
5
Irena Marsha
up yg bnyk thor..
2021-11-07
2
LANANG MBELING
Teken kontrak, ada matrainya dong mbah...
2021-10-20
2