Udara dingin Pegunungan "Ng" menusuk hingga terasa ke tulang sumsum Kosim yang hanya hanya berbalutkan jaket levis biru telur asin yang sudah memudar nan kumal. Kosim berjalan gontai dengan ransel dipunggungnya meninggalkan pondokkan Mbah Utung menyusuri jalanan tanah yang kanan kirinya dipenuhi semak belukar.
Suara-suara binatang khas pegunungan menjadi teman perjalanan yang mengiringi langkah demi langkah gontai kakinya. Diatas pepohonan sejumlah monyet-monyet seperti mengawasi sepanjang perjalanan Kosim. Ada yang bergelantungan di dahan-dahan, ada yang duduk-duduk di bawah pohon dengan sorot mata tajam memperhatikan Kosim.
Kosim tak terlalu menghiraukan tingkah polah monyet-monyet tersebut. Dia terus melangkah mengayunkan kakinya menuju jalan besar. Tak ada satupun kendaraan angkutan atau tukang ojek yang lewat karena memang bukan jalan umum dan tak ada aktifitas lalu lalang warga.
Sejauh 2 kilo meteran barulah Kosim sampai di jalanan umum beraspal. Sambil melepas lelah, ia duduk pada sebuah batu besar dipinggir jalan menunggu kendaraan tumpangan lewat.
Kaki kanannya ditumpangkan pada lutut kaki kirinya, ia pijit-pijit telapak kakinya yang terasa sakit. Antara capek dan lapar saling bersaing di tubuhnya. Kosim baru teringat, masih ada sisa roti di ranselnya yang ia bawa saat pergi. Buru-buru ia buka ranselnya.
"Syukurlah, masih ada makanan." Ucapnya dalam hati.
Baru saja roti dikeluarkan dari bungkus plastiknya, sebuah tangan berbulu lebat dengan cepat menyambar roti dari tangan Kosim. Kosim reflek menolehkan pandangannya mengikuti larinya kelebatan mahluk yang telah mengambil rotinya.
"Monyet...?!" Kosim terkesiap kaget.
Matanya melihat seekor monyet besar berwarna kelabu dengan cepat melompat diantara rerimbunan semak belukar dan pepohon diseberang jalan lalu menghilang.
"Sialan..!" Umpat Kosim.
Kosim menghembuskan nafasnya kesal ditempat duduknya mengingat roti satu-satunya sebagai pengganjal laparnya lenyap begitu saja dibawa kabur monyet. Beruntung berselang 20 menitan, sayup-sayup terdengar dikejauhan suara kendaraan yang sepertinya akan melintas.
Dan benar saja ada sebuah truk muncul dari sebelah kirinya, Kosim segera berdiri melambaikan tangannya minta tumpangan. Untungnya sang sopir mau berbaik hati menghentikan truknya.
"Mau kemana kang?" Teriak sopir dari balik kemudinya.
Kosim langsung melongokan kepalanya dari jendela samping kiri, "Ke terminal Mas," sahut Kosim penuh harap.
"Oh, ayo naik kang. Kebetulan saya lewat terminal." Ujar sopir.
Kosim bergegas bermaksud naik di bak truk tapi dicegah oleh sopir, "Depan aja kang, kosong!" Sergah sopir.
"Cukuplah kesialanku hanya pada roti yang diserobot monyet." Gumam Kosim dalam hati setelah duduk disamping sopir.
Kosim duduk terdiam pikirannya melayang jauh ke rumahnya, tergambar jelas wajah putranya yang lucu. Kosim senyum-senyum sendiri mengingat tingkah putranya.
Namun sesaat kemudian senyumnya seketika mendadak sirna wajahnya berubah muram bayangannya muncul wajah Arin, istrinya.
"Sana cari uang yang banyak! Banyak kebutuhan untuk bayar hutang, beli pempers, beli susu, bla... bla... bla.." Perkataan Arin itu terngiang melekat dipikirannya.
"Habis darimana kang?" Tanya sopir.
Kosim diam tak bergeming, pandangannya kosong menatap lurus kedepan. Dia nampak tak mendengar pertanyaan sopir.
"Kang...?"
"Eh, iya mas.." Kosim tersentak kaget.
"Habis darimana?" Sopir mengulang pertanyaannya.
"Dari tempat sodara Kang," jawab Kosim berusaha menutupi kunjungannya ke pondokan itu.
"Setahu saya diitempat Mas nyetop truk saya tadi nggak ada pemukiman penduduk, ada juga pondokan Mbah Utung. Sodaranya di kampung mana?" Ujar sopir.
Kosim sedikit gelagapan mendengar ucapan sopir truk. "Waduh, salah jawab." Umpat Kosim dalam hati.
"Eh, anu.. i..iya mas, ya itu sodara saya Mbah Utung," kata Kosim sekenanya.
"Banyak loh mas, orang-orang dari luar Jawa yang juga datang ke tempatnya Mbah Utung. Semua orang sini sudah tau siapa Mbah Utung Mas, jadi ndak usah malu-malu berterus terang saja ra popo, hehehe.." Kata sopir seolah mengerti apa yang ditutup-tutupi dari Kosim.
Kosim hanya tersenyum kecut mendengar perkataan sopir truk. Ada perasaan malu dihatinya karena ketahuan perbuatannya meminta pesugihan.
"Sampeyan, melihat banyak monyet disana?" Tanya sopir truk.
"Iya banyak Kang. Bahkan tadi sewaktu nunggu tumpangan, rotiku satu-satunya diembat dibawa kabur monyet besar," jawab Kosim.
"Monyet besar abu-abu? Ngambil roti?!" Tanya sopir meyakinkan.
"Iya Kang. Ukurannya tak wajar tiga kali lipat ukurannya lebih besar dari monyet umumnya," ujar Kosim.
"Menurut orang-orang sini, kalau ketemu dengan monyet besar dan mengambil sesuatu dari orang itu, bertanda..." Sopir truk ragu-ragu meneruskan ucapannya.
"Bertanda apa Kang?!" Tanya Kosim penasaran.
"Itu terminalnya didepan kang, turun disebelah mana kang?" Sopir truk tak menjawab rasa penasaran Kosim, entah karena kebetulan sudah sampai tujuan atau sengaja tak mau berterus terang.
Terdengar dari kejauhan teriakkan-teriakkan para calo dan kondektur bus menawarkan bus tujuannya.
"Jakarta... Jakarta...!"
"Surabaya.. Surabaya...!"
Semarang...Semarang, Berangkaaaatttt!" Teriak calo dan kondektur.
Ramai riuh suara kondektur bus menawarkan tujuan busnya diantara lalu lalang calon penumpang. Kosim bergegas menuju sumber suara kondektur yang berteriak, Jakarta.
"Jakarta kang..?" Tanya Kosim memastikan.
"Iya, iya mas. Ayo silahkan masuk, masuk. Bentar lagi penuh." Kata kondektur berkepala plontos.
Didalam bus nampak penuh sesak. Kosim masuk dari pintu depan dan berjalan tersendat-sendat diantara para pedagang asongan yang sedang menawarkan dagangannya.
"Punten.. punten.. punten..." Ucap Kosim sambil menyelinap diantara pedagang asongan mencari kursi kosong.
Kosim bergegas setelah melihat ada kursi kosong diurutan kedua dari belakang sejajar dengan pintu. Setelah menaruh ranselnya dibagasi atas, Kosim langsung menghempaskan tubuhnya di kursi pinggir jendela.
Pandangannya menatap jauh keluar jendela. Diantara lalu lalang orang dengan tujuannya masing-masing, dilihatnya seorang pemuda sedang memainkan tetabuhan.
Didepan pemuda ada seekor monyet menari kesana-kemari, kadang menaiki motor-motoran kecil, lalu berganti memakai payung sambil membawa kantong rinjing layaknya mau ke pasar.
"Monyet lagi, monyet lagi.." Gumam Kosim.
Ada perasaan aneh menjalar tubuhnya setiap kali melihat monyet seperti ada perasaan benci dan takut. Seolah-olah bayang-bayang monyet selalu muncul kemana pun mata Kosim memandang.
Selang beberapa lama kemudian, bus mulai bergerak dan keluar meninggalkan terminal. Kosim memposisikan duduknya hingga membuatnya nyaman. Kebetulan bangku sebelahnya kosong tak ada penumpangnya sehingga membuatnya lebih leluasa menselonjorkan kakinya.
Karena rasa kecapekan yang amat sangat, tidak butuh waktu lama Kosim pun terlelap tidur.
"Jangan ambil anakku...! Jangan, jangan... Monyet sialan!" Teriak Kosim.
Kosim terus memegangi tangan kiri putranya sementara tangan kanannya ditarik oleh seekor monyet besar berwarna abu-abu.
Kosim berdiri dikelilingi banyak monyet seperti menari-nari dan melompat kesana-kemari seolah sedang bersorak sorai menjemput temannya.
"Pergiiiii... jangan ganggu anakku...!" Teriak Kosim.
Bersamaan teriakkan kosim, bus yang ditumpanginya mendadak ngerem sekuat tenaga sehingga semua penumpangnya serentak menjerit.
"Astagfirullah!!!"
Nyaris seluruh penumpang tubuhnya terdorong kedepan hingga kepalanya terjedot kursi didepannya akibat direm mendadak.
Kosim pun langsung terjaga dari mimpinya. Sambil mengusap-usap keningnya yang terbentur kursi, ia melihat situasi didalam bus para penumpangnya tak henti-hentinya berucap istigfar.
Samar-samar suara sopir bus berkata entah kepada kondekturnya atau kepada penumpang dibelakangnya.
"Aneh, tiba-tiba ada segerombolan monyet berlompatan menyeberangi jalan.." Kata sopir bus.
"Mana ada monyet, bang! Dari tadi nggak ada apa-apa kok," sergah kondektur.
"Tadi banyak banget didepan nyeberangi jalan." Ujar sopir bus meyakinkan.
Perdebatan antara kondektur dan sopir itu tak berujung selesai. Keduanya sama-sama yakin pada penglihatannya. Si sopir tetap meyakinkan pada penglihatannya melihat gerombolan monyet sedangkan kondektur pun demikian karena tak melihat adanya monyet.
"Monyet..???" Gumam Kosim.
"Monyet lagi, monyet lagi..." Kosim mengerutkan keningnya.
Bus pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju Jakarta.
Beberpa saat lamanya bus terlihat memasuki pintu tol Semarang. Setelah menempelkan kartu e-tol dan palang pintunya terbuka, bus pun meneruskan lajunya.
Entah sudah berapa lama bus melaju di jalan mulus tol yang menghungkan hingga ke Jakarta itu. Kosim nampak sudah kembali bersiap mengikuti matanya yang terasa mengantuk berat sambil menyandarkan kepalanya dikursi.
Tiba-tiba deritan rem bus mengagetkan seisi bus, disusul hentakan badan bus terdorong liar kedepan.
"Brakkkk!"
Kosim dan seisi bus terguncang akibat bus ditabrak dari dari belakang oleh kontainer.
Bus pun oleng ke kiri melaju tak terkendali hingga keluar jalur melindas rerumputan dan alang-alang lalu terhenti setelah salah satu roda depannya masuk parit sedangkan badan bus tersangkut pada kawat berduri pembatas jalan.
"Aaaaaakhhh...toloooong... toloooong..." Teriakan jeritan para penumpang panik saling bersahutan sebelum bus terhenti.
Kosim terpental hingga ke kursi tengah kepalanya membentur keras besi kursi hingga berdarah-darah. Para penumpang saling tindih satu penumpang dengan penumpang lain.
Suasana makin panik manakala ada asap mulai mengepul dibagian belakang. Para penumpang pun bergegas berhamburan saling berebut menuju pintu keluar.
Dengan susah payah Kosim berusaha keluar melalui jendela yang terbuka mengikuti penumpang lain yang sudah lebih dulu keluar.
Sopir bus dan kondekturnya diketahui selamat dengan luka ringan. Hanya terdapat luka goresan dan sedikit benjol di dahi.
"Gila! Lagi, lagi saya melihat monyet. Kali ini banyak sekali seperti sengaja menghadang ditengah-tengah jalan. Anehnya mereka muncul secara tiba-tiba! Kali ini ada monyet sangat besar berwarna abu-abu." Seru sopir kepada kondektur sambil menahan sakit pada lengannya.
Kosim yang terduduk tak jauh dari posisi sopir bus dan kondektur, samar-samar mendengar ucapan tersebut.
"Monyet besar?" Gumamnya dalam hati.
"Apa mungkin monyet yang sama?" Dia teringat dengan monyet yang mencuri rotinya.
"Apa dia mengikutiku..?" Keluh Kosim dalam hati.
Tak berapa lama terdengar suara sirine mobil polisi dan ambulance datang bersamaan. Beruntung seluruh penumpang bus selamat, hanya mengalami luka ringan tak sampai menimbulkan korban jiwa.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 330 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
banyak banyak istigfar atuh..
baik suami nta ke.. atau pun istri nya
suami jng banyak nuntut istri.. begitu pun istri jng terlalu banyak menuntut suami.. saling pengertian.. saling mndukung dn saling mmbantu.. biar ga milih jalan yg sesat
2022-05-14
2
Sarita
makanya jd istri itu jgn terlalu banyak menuntut suami .kalau mau hidup enak ya cari orang kaya untuk jd suami jgn mau sama orang miskin jdnya gitu .jln musrik yg jd jln keluarnya
2021-10-25
9