Melawan Perjanjian Gaib
Kosim (27) tahun, pemuda itu khusuk merapalkan mantra yang diberikan sang kuncen. Dia duduk bersila ditengah-tengah garis lingkaran yang dikelilingi nyala lilin disepanjang garisnya.
Baru setengah jumlah bacaan mantra yang harus diselesaikannya, tiba-tiba suara dentuman keras dari kilatan cahaya putih yang meluncur deras menghempaskan dirinya hingga terpental sekaligus memporak-porandakan batangan lilin dan aneka kembang sesaji hingga berserakan ke berbagai arah.
Kosim terpental tersudut dipojok merintih sambil memegangi dadanya. Ada darah keluar dari sudut kanan bibir. Pandangannya terlihat kosong dan kebingungan.
"Kamu telah gagal akan tètapi kontrak perjanjianmu tetap berlaku..!" Teriak Sang Kuncen murka.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
...............Malam itu sekitar pukul 20.00 wib, Kosim sendirian duduk termenung di pos ronda dekat rumahnya. Raut wajahnya nampak kusut seperti sedang kebingungan dan banyak yang dipikirkannya.
Kosim kepikiran terus oleh perkataan kasar istrinya bernama Arin. Namun apabila teringat Dede, anak laki-lakinya berusia 3 tahunan seketika wajah Kosim berubah sumringah. Anak diusia tersebut sedang lucu-lucunya dan menggemaskan dengan segala tingkahnya.
Kosim bukanlah suami pemalas meski pekerjaannya serabutan, apapun dijalaninya. Kadang kerja sebagai kuli bangunan kalau ada yang mengajaknya. Namun biasanya Kosim jualan cilok keliling jauh hingga ke desa-desa di kecamatan lain.
Berhari-hari isi kepalanya selalu dipenuhi ucapan-ucapan istrinya yang pedas menusuk hati terus terngiang-ngiang hingga mengendap dan membatu didalam hatinya.
"Sana cari uang yang banyak! Biar kaya orang-orang, pergi belanja, dandan ke salon, pake gelang emas, kalung, cincin biar para tetangga segan, biar.. biar... biar...! Kosim menutup mukanya mengingat perkataan yang didengarnya hampir setiap hari.
Tuntutan istrinya soal kebutuhan ekonomi membuat istrinya melenyapkan rasa syukur dan menutup akal sehatnya. Sehingga timbul dihati Kosim untuk mewujudkan keinginan Arin, apapun caranya.
......................
Berbekal petunjuk yang diperolehnya dari searching di Google, Kosim bertekad pergi ke sebuah tempat dimana dirinya dapat memperoleh yang kekayaan dengan cara singkat.
Didalam bus, Kosim duduk dekat kaca jendela yang membawanya kearah selatan. Pandangannya nanar dan kosong menatap jauh menembus kaca jendela bus sepanjang jalan yang dilewati. Angannya melambung jauh tinggi ke langit tujuh membayangkan sepulangnya dari tempat yang menjanjikan kekayaan itu bakal merubah perekonomiannya.
"Terminal... terminal... Habissss..!" Teriakan kondektur membuyarkan lamunan Kosim setelah kurang lebih 8 jam perjalanan naik bus yang membawanya ke ujung Timur Pulau Jawa.
Kosim bergegas turun, hari itu sudah menjelang sore sekitar pukul 16.20 wib. Perjalanan selama 8 jam keujung timur Pulau Jawa tidak membuatnya terasa lelah.
Diantara lalu lalang orang di terminal bus itu Kosim celingukkan nampak kebingungan kemana ia harus berjalan. Petunjuk satu-satunya yang diperoleh dari internet hanyalah naik ojek motor.
Sampai akhirnya ada seseorang yang mendatanginya dan menanyakan tujuan Kosim sekaligus menawarkan tumpangan ojek motor untuk mengantarkannya.
"Mau ke Gunung Ng kang, berapa?" Tanya Kosim.
"Oh, sampeyan mau ke Gunung itu mas? Yakin???" Kata tukang ojek seakan-akan mengingatkan dan tahu betul kalau tempat tersebut merupakan tempat orang yang mencari pesugihan.
"Iya kang, jauh nggak dari sini dan berapa ongkosnya?" Kata Kosim malu-malu.
"Lumayan jauh mas, ayo Mas naik 50 ribu aja saya antar sampai ke kediaman Kuncen. Saya sudah biasa nganterin penumpang ke tempat itu." Ujar tukang ojek.
Tanpa tawar menawar dan pikir panjang lagi, Kosim pun langsung naik ke boncengan motor ojek.
Tempat yang dituju Kosim tidak lain adalah pesugihan Ng. Ng merupakan nama daerah dimana pada suatu lokasi terdapat tempat ritual untuk memperoleh kekayaan dari jenis golongan kera atau monyet.
Proses menjadi kayanya konon dengan melibatkan monyet yang akan membantu memperoleh uang dengan cepat dan banyak. Syaratnya tentu saja dengan menyanggupi syarat dan kontrak Perjanjian Gaib dengan sang Mahluk gaib Penguasa Gunung Ng.
Diantara syarat itu adalah menyediakan nyawa darah dagingnya sebagai tumbal dan akan menjadi penghuni Gunung Ng hidup bersama monyet-monyet yang ada di sana hingga akhir jaman.
Warga sekitar meyakini banyaknya monyet tersebut merupakan jelmaan para pelaku pesugihan yang bersedia melakukan perjanjian gaib sebelum-sebelumnya.
Sementara itu jauh direlung hati Kosim yang sudah tertutup rapat akal sehatnya, apapun resiko dia bersedia menanggungnya. Ia tetap melanjutkan tekadnya sebab didalam pikirannya hanya satu, "JADI ORANG KAYA".
......................
Setelah melewati perkampungan penduduk waktu menunjukan pukul 17.05 wib namun suasana jalan menuju pondok Kuncen sudah terlihat temaram karena sinar senja terhalangi bebukitan disekelilingnya.
Sepeda motor ojek yang ditumpangi Kosim kini melintas di hutan kecil dengan jalan tak begitu lebar dan berkelok menanjak. Di kanan kirinya hanya melihat lebatnya pepohonan liar nan rimbun.
Suara-suara bintang malam sudah mulai terdengar bersahutan riang seakan siap menyambut kedatangan tamu yang akan menjadi penghuni baru. Sepanjang jalan menuju tempat Kuncen tak satupun terlihat adanya lalu lalang kendaraan maupun aktifitas manusia.
Tak berapa lama kemudian dikejauhan nampak terlihat cahaya berasal dari api obor. Nyala api terlihat berkedip-kedip, kadang membesar kadang mengecil tertiup oleh angin.
Kosim merapatkan jaketnya menahan hawa yang mulai dingin sembari menyedekapkan kedua tangannya.
Tak lama kemudian sepeda motor ojek berhenti didepan sebuah pondokan yang terbuat dari kayu. Bergegas tukang ojek turun melangkah kearah pintu pondok tersebut dan mengetuknya tanpa sungkan.
Tok..Tok..Tok...!
"Kulo Nuwun mbah...," Tukang ojek itu mengetuk pintu pondokan.
"Monggo.." terdengar sahutan dari dalam pondok.
Suaranya sedikit berat dan berasa menggetarkan jantung Kosim.
"Punten nggangu Mbah, niki wonten tamu.." (maaf menggangu mbah, ini ada tamu,) Kata Tukang ojek saat pintu dibuka.
"Njih.. njih.. monggo mlebet.." Orang yang dipanggil Mbah itu mempersilahkan masuk.
Muncul dari balik pintu lelaki renta agak bungkuk usianya berkisar 70 tahunan dengan rambut memutih panjang sebahu diikat dengan kain batik khas Jawa. Kumisnya pun memutih sedikit panjang dikedua ujungnya menjuntai hingga dagunya. Jenggotnya juga panjang sejengkal terlihat sangat berwibawa sekali.
Beberapa saat orang yang dipanggil Mbah itu terlibat obrolan dengan tukang ojek ditengah-tengah pintu lalu diakhiri uluran kepalan tangan Si Mbah seperti ada sesuatu yang diberikan untuk tukang ojek. Ya mungkin memberikan semacam tips.
Sementara Kosim sudah duduk bersila sambil memperhatikan dinding sekelilingnya yang terbuat dari pagar kayu. Tidak ada pajangan satupun disana.
Tiba-tiba putaran kepalanya terhenti, matanya tertuju memandang pada sebuah pintu, ia merasakan seperti ada yang menarik-narik dan mengajaknya masuk.
Namun rasa itu tak berlangsung lama setelah terdengar deheman Si Mbah yang langsung duduk dihadapan Kosim. Keduanya duduk hanya beralaskan tikar alang-alang yang sudah usang.
"Kacung seng pundi.." (anak dari mana) tanya Si Mbah membuka percakapan.
Kosim menjelaskan asal usulnya hingga menceritakan tekadnya ingin mendapatkan kekayaan dengan mudah dan cepat.
Sesaat Si Mbah terdiam dengan mengerutkan keningnya. Apa yang diucapkan Kosim nampaknya tak asing mendengar ragam alasan tersebut, ia sudah terbiasa mendengar kisah kesusahan seperti Kosim. Si Mbah hanya manggut-manggut mendengar penuturan Kosim.
"Cung, jalan ini tidak baik, dosa besar!" Ujar Si Mbah mengingatkan Kosim. (sudah translet bahasa indonesia nih)
"Apakah ada yang tau kamu ke tempat ini? Kamu tau resikonya Cung?" Tanya Si Mbah.
"Nggak ada Mbah," jawab Kosim.
"Ini resikonya sangat besar dan menyakitkan, Cung. Kamu bakal sengsara seumur hidupmu. Anakmu akan ditumbalkan untuk kesenanganmu yang hanya sesaat, setelahnya kamu akan menjadi budak mahluk gaib yang memberimu kekayaan semu bersama anakmu..." kata Mbah.
Kosim hanya tertunduk diam, pikirannya tak bisa lagi mencerna dengan akal sehat. Isi kepalanya hanya dipenuhi dengan bayangan uang, uang dan uang untuk membahagiakan istrinya.
Usai Si Mbah berkata, tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari atap pondoknya disusul suara riuh seperti ada binatang sedang lompat-lompat diatas atap dengan suaranya saling bersahutan,
"nyiiit..nyiitt. nyiiit..nyiitt." Seperti suara monyet dalam jumlah banyak riuh terdengar dari atas atap pondokan.
Kosim tersurut mundur, sedangkan Si Mbah reflek mendongak keatas. Kemudian langsung menundukan kepalanya sembari merangkapkan kedua telapak tangan di dadanya. Mulutnya komat-kamit seperti sedang berkomunikasi.
Sesaat kemudian suasana kembali hening, suara-suara monyet itu menghilang begitu saja. Meski sudah diingatkan oleh sang Kuncen, namun Kosim tetap pada pendiriannya. Sudah tekad bulat ingin melanjutkan niatnya.
"Ya sudah sekarang istirahat saja dulu. Nanti mulai besok malam bertepatan dengan malam Jumat Kliwon Mbah akan menuntun ritualnya," ucap si Mbah dengan senyum sinis.
......................
Sesuai waktu yang dijanjikan Si Mbah sebagai Kuncen Pesugihan Gunung Ng, malam Jumat Kliwon itu Kosim pun bersiap melakukan ritual.
Didalam Pondokan sangat terasa aura penuh mistis. Sunyi, temaram dan sesekali terdengar suara burung hantu kian menambah kemistikannya.
Malam ini Kosim mulai melakukan ritual mengikat perjanjian gaib dengan mahluk gaib Siluman Monyet yang menjanjikan kekayaan.
Kosim duduk bersila dengan khusuk, mulutnya tak henti komat-kamit merapalkan mantra yang diberikan sang kuncen. Dia duduk bersila ditengah-tengah garis lingkaran dengan dikelilingi nyala lilin sepanjang garisnya. Dihadapannya sudah tersaji kopi hitam, air putih, cerutu serta beraneka macam kembang, kantil, melati, kamboja, mawar dan entah apa lagi.
Beberapa saat lamanya dan masih setengah jalan membaca jumlah bacaan mantra, tiba-tiba terdengar suara dentuman keras disertai deru angin kencang dan menghempaskan tubuh Kosim hingga terpental membentur sudut ruangan.
Hantaman tak kasat mata itupun memporak-porandakan aneka ragam sesaji didepan Kosim. Batangan-batangan lilin berserakan ke berbagai arah, ada juga yang masih menyala dan sebagian padam.
Kosim merintih sambil memegangi dadanya. Ada darah keluar dari sudut kanan bibirnya, pandangannya terlihat kosong dan terlihat sangat ketakuatan bercampur bingung.
"Kurang ajar..!" Teriak Sang Kuncen murka, muncul dari dalam kamar.
"Kamu telah gagal! Tetapi kontrak perjanjianmu tetap berlaku..!" Tegas Kuncen dengan rahang gemeretak.
...................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 330 Episodes
Comments
Aulia
Perjanjian jalan duit ada g😁🙏
2023-09-18
0
Ayuk Vila Desi
baca ini kok merinding plus serem...udah gagal gak dapat harta hidupnya bakalan sengsara
2023-06-30
0
Ayuk Vila Desi
astaghfirullah...demi harta anak pun rela dinkorbankan
2023-06-30
0