Cinta dalam Hati
Pengumuman baru saja kulihat secara online, mengenai kelulusan merebut kursi mahasiswa negeri. Rasanya senang, campur bahagia, akhirnya hari ini aku bisa melanjutkan pendidikan setelah tertunda setahun lamanya.
Yap, … aku seseorang lulusan tahun lalu, dengan pengalaman setahun itu membuatku 'kapok' dan tak ingin terombang-ambing di dunia ini tanpa tujuan lagi. Apakah kegiatanku selama setahun itu?
Flashback On
Usai pengumuman yang sama seperti hari ini, pengumuman kelulusan mahasiswa negeri, namun ternyata aku masih belum beruntung. Gagal dalam ikut pertarungan secara nasional merebut kursi perkuliahan negeri. Kenapa aku begitu ngotot masuk kuliah negeri?
Karena orang tuaku tak sanggup membiayai kuliah di swasta. Sehingga otomatis tersimpan dalam mindset-ku, tujuan utama hanya bangku kuliah negeri, jika tidak lulus juga, berarti harus bekerja menyudahi diri untuk merepotkan mereka. Setelah dinyatakan gagal, kuberalih mencoba petarungan masuk politeknik negeri. Lulus sih, hanya tiba-tiba tidak berminat saja saat hasilnya keluar.
Aku beri kabar buat seseorang, seseorang yang menjadi pacarku. Pacar yang sangat jauh, pacar yang belum pernah kutemui. Tetapi aku tidak bilang bahwa aku batal melanjutkan kuliah. Soalnya aku malu, mengakui bahwa saat ini aku hanya seorang pengangguran. Kami pacaran jarak jauh, kenal pun hanya dari hape. Kebetulan hape yang kumiliki hanya hape jadul, kami berkontak pun masih menggunakan SMS.
***
Beberapa hari kemudian aku berinisiatif membuat kartu tanda penduduk agar bisa melamar pekerjaan. Saat tamat SMA, usiaku pas tujuh belas tahun. Aku tergolong siswa yang cepat masuk sekolah. Tidak sabar pengen ikut sekolah melihat Kakak sekolah.
Jadi baru kepikiran untuk membuat KTP, yang mengurusnya luar biasa repot. Tidak tanggung-tanggung, setelah membuat KTP, aku ingin membuat kartu prakerja. Entahlah, pikiran mudaku sudah melayang kemana-mana bila masuk dunia kerja.
Dulu ibu sangat menggebu-gebu agar aku bisa lanjut untuk kuliah. Aku juga demikian, ingin mengikuti jejak beliau. Tapi otak yang pas-pasan membuatku kalah bersaing dengan siswa seluruh Indonesia.
Untuk sementara aku ingin mencari pengalaman kerja terlebih dahulu. Siapa tahu aku beruntung bisa mendapat pekerjaan yang bagus, dan jadi kaya raya di usia muda.
"Bu, di mana sih tempat membuat kartu prakerja?"
"Ya di Dinas Sosial."
"Dinas Sosial itu di mana? Aku kan nggak tahu"
"Itu, di jalan Rasuna Said."
"Rasuna Said itu di mana?"
"Waduh, kata nya mau bekerja? Kamu kan asli sini? Masa Rasuna Said saja kamu tidak tahu?"
"Iya, aku memang orang sini. Tapi, aku tak pernah pergi keluyuran kan Bu? Jadi wajar dong kalau aku tidak tahu di mana letak jalan Rasuna Said itu."
"Baiklah, nanti Ibu antar ke DEPNAKER itu."
"Hore, …" sorakku.
Akhirnya, Ibu mengantarkanku ke kantor Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan. Ibu menarik tanganku, dengan langkah ragu, aku terus mengikuti ibu.
Setelah itu, Ibu menyerahkanku pada orang-orang berseragam kaki yang bekerja di sana. Mereka segera mendaftarkan dan membuatkan aku kartu prakerja.
Mereka menertawakanku, "Udah gede kok masih dianter sama Ibu? Kan udah mau cari kerja?"
Aku hanya sembunyi di balik ibu. Tak lama, Ibu meminta diri karena akan menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru honor. Ibuku adalah seorang guru honor di kabupaten tetangga. Beliau bolak-balik dari sini ke luar kota demi menjalankan kewajiban menjadi orang tua, istri, dan sebagai tenaga pendidik, walau hanya sekedar honorer.
Awalnya aku merasa agak takut. Tapi, kenyataannya mereka adalah orang-orang yang baik. Mereka menolongku hingga kartu prakerja milikku selesai dicetak. Ternyata membuat kartu ini gampang, malahan gampang sekali. Setelah semua urusanku selesai, aku mengucapkan terimakasih dan kembali ke rumah.
Keesokkan paginya, langsung membuka surat kabar terbaru dan mencari iklan Lowongan Pekerjaan. Tak lama membolak-balik koran, tampak sebuah lowongan pekerjaan. Akan menerima banyak pegawai;
~Dibutuhkan sepuluh orang untuk dijadikan sekretaris, tiga orang untuk manajer, dua puluh orang untuk supervisor, dan lima puluh orang untuk posisi kepala gudang.
"Pasti menjadi orang yang sukses serta Gaji yang Banyak."
Ditanya apakah aku tergiur? Jawabannya, "Aku tergiur banget."
Persyaratannya pun mudah, minimal memiliki ijazah SMA, tinggi minimal seratus enam puluh senti, ulet dalam bekerja dan yang utama berpenampilan menarik. Batinku berkata, "Toh aku kan nggak jelek-jelek amat ya?"
Langsung aku minta sahabat untuk menemani ke perusahaan yang memasang iklan tersebut. Sahabatku bernama Feli juga nasib yang sama denganku tidak lulus seleksi PTN kemarin.
Namun dia lebih beruntung berada dalam lingkungan keluarga berada. Dia berencana ambil kelas mandiri di Universitas Andalas. Dia ingin mencoba mengambil jurusan Farmasi, dan pilihan berikutnya ialah jurusan Fisika.
Walah, ternyata dia hanya lulus di jurusan Fisika. Dia sangat tidak berminat pada jurusan Fisika itu. Jadi, sekarang kami sama-sama bertitel, 'ex-pelajar.'
Bedanya aku mau mencari kerja, sedang dia mau cari tempat bimbingan belajar selama satu tahun. Aku minta dia menemaniku ke perusahaan, dia meminta aku mencari tempat bimbingan belajar.
Aku sedang menunggu panggilan dari pimpinan perusahaan. Setelah setengah jam menunggu, akhirnya aku dipanggil juga.
Sang manager memberikan pertanyaan padaku. Aku pun menjawab dengan sok mantap dan meyakinkan. Sang manager menyuruhku datang kembali pada waktu yang telah ditentukan menggunakan kemeja putih bawahan hitam.
Dengan sedikit bersorak, aku mencari Feli. "Besok aku ke sini lagi pakai baju putih bawahan hitam,"
Feli turut berbahagia, "Bagus lah! Nanti kalau udah gajian jangan lupa traktir aku ya!" ucapnya.
***
Sesuai perjanjian, setelah itu aku menemaninya mencari tempat bimbel yang 'pas' menurut dia. Kamipun mengunjungi semua tempat bimbel yang paling terkenal di kota ini. Baik terkenal dengan rumus 'the king-nya,' terkenal dengan 'terdepan dalam prestasi,' maupun terkenal dengan 'sukses karena Ridho Allah,' nya.
Menurutnya, "Biarlah biayanya mahal, asal berkualitas." Berbeda prinsip denganku yang sebaliknya, 'Biarlah biasa, asalkan harganya murah.'
Feli tidak langsung mendaftar, sekarang dia hanya meminta brosur untuk menimbang-nimbang di mana tempat yang paling cocok untuknya. Setelah itu, kami naik kendaraan umum menuju jalan raya Andalas ke tempat sahabat kami berdua bernama Chesi.
Chesi bekerja sebagai penjaga kios pulsa di Andalas. Kami bertiga telah bersama sejak kelas satu SMA.
Sementara dengan Feli, kami sudah dekat semenjak kelas satu SMP. Aku dan Feli bisa berada di sini hingga sore, hehe sekalian untuk menghindari tugas rumah yang seabrek. Kami juga tahu diri kok, apabila ada yang datang bertransaksi ke sini, kami berdua tidak akan mengganggu pekerjaan Chesi.
***
Keesokan harinya aku ke perusahaan itu mengenakan kemeja putih dengan celana hitam, dalam pikiran ku yang masih lugu, aku membayangkan akan diuji secara tertulis agar bisa menjadi manager seperti yang ku citakan.
Semua pelamar yang akan ikut tes, telah berkumpul dibagi menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan tiga orang masing-masing kelompoknya. Kemudian muncul lah beberapa orang dengan gaya sok penting. Salah satu diantara mereka memandu aku dengan teman sekelompokku.
Kami mengira, tes yang akan kami lakukan ialah secara face to face. Atau dalam bentuk wawancara. Masih besar rasa optimisme dalam jiwaku hingga saat ini. Kemudian dia memperkenalkan dirinya kepada kami semua. Akhirnya kami tahu namanya 'Nana,' jadi kami semua memanggilnya kak Nana. Kami semua seluruh anggota kelompok pun saling berkenalan.
Setelah itu, kak Nana membawa kami ke sebuah gudang, yang lumayan besar. Tampak gudang itu penuh dengan peralatan dapur dan rumah tangga seperti; kompor gas, penanak nasi, panci-panci buat masak, dan dispenser. Dengan lugu, aku menyangka perusahaan itu lah yang membuat semua benda itu. Hebat sekali perusahaan ini, ....
Seketika pikiran positif hancur gara-gara kak Nana menyuruh satu di antara kami untuk mengangkat benda itu sebanyak tiga buah. Benda-benda yang dipilih temanku yaitu; kompor gas, race coocker dan dispenser. Aku kedapatan tugas mengangkat kompor gas yang tidak terlalu berat.
Aku sangat terkejut karena kami akan mendatangi rumah-rumah untuk menawari semua ini. Tapi belum tahu wilayah tempat kami akan beraksi. Yang jelas kami hanya followers kak Nana, dan kami menaiki angkot jurusan pasar raya.
"Kak, dalam surat kabar yang aku baca pekerjaan yang ditawarkan menjadi manajer, supervisor, sekretaris dan lain-lain. Apa hubungannya dengan ini kak?" tanyaku yang benar-benar belum paham.
"Begini, perusahaan kami memang akan melahirkan calon-calon yang Adik sebutkan tadi. Tapi dengan cara berusaha terlebih dahulu. Beginilah cara kami menguji para calon karyawan." jelasnya.
"Oo," aku mengerti dan kembali muncul rasa optimis dalam diriku.
Kami berhenti di jalan Hilligo. Kak Nana masuk ke sebuah warung nasi. Gawat? Aku hanya bawa uang pas-pasan buat ongkos saja. Aku kira hanya sekadar tes di tempat. Aku tunggu kak Nana di luar warung, aku males masuk. Aku tidak punya uang, tapi perutku kelaparan.
Lalu kak Nana keluar dengan membawa kantong yang isinya beberapa bungkus nasi. Oh lega nya, kak Nana belikan kami nasi buat makan siang. Kak Nana menyerahkan kantong berisi nasi itu padaku, lalu tugas angkat kompor gas dirangkap oleh teman kelompokku yang Lanang.
Kebetulan dalam kelompokku itu, hanya aku saja anggota perempuannya. Jadi aku mendapat pekerjaan ringan sekadar membawa nasi bungkus, boleh laah.
Aku mengira akan makan bersama di lapangan terbuka Taman Imam Bonjol yang tak jauh dari sini. Eh, perkiraan ternyata meleset. Habis keluar dari warung itu, kak Nana menyuruh kami masuk angkot jurusan Teluk Bayur. Kami akan dibawa kemana ya? Terus, kami akan diapakan? Padahal perut udah keroncongan nih.
Sampai di simpang tiga Teluk Bayur, kami berempat turun. Lalu menelusuri wilayah bernama Gaung. Kak Nana adalah 'leader' kami. Jadi, kami harus mematuhi semua perkataannya. Dia menyuruh kami masuk ke pekarangan sebuah rumah. Aku kira kami akan menawarkan barang-barang ini di rumah tersebut.
Waduh… perkiraanku meleset lagi. Kak Nana meminta kantong berisi nasi itu. Nasi dibuka dan kami semua disuruh makan bersama. Kami masih tetap manut pada perintah gadis itu.
Ku duduk di depan sebungkus nasi yang isinya sangat banyak. Selama makan, aku masih bingung, apa yang punya rumah tidak marah ya saat kami makan di teras rumahnya tanpa minta izin?
Aku juga tahu kenapa kami ditraktir makan, lauk yang ada hanya gulai nangka, ditambah kerupuk lalu disiram dengan berbagai kuah gulai. Namun seolah tidak masalah, nasi itu tetap ku makan karena dari tadi perutku udah gempa karena kelaparan.
"Nasi itu harus dihabiskan! Jika nggak habis, nanti nilainya akan saya kurangi"
Kejam banget kak Nana menyuruh kami menghabiskan nasi itu? Apalagi di antara teman-teman lainnya, akulah yang paling kecil. Mau tidak mau, masih tetap patuh pada semua perintahnya. Bayangkan! Nasi itu lebih pantes dimakan berdua, eh… dipaksa makan sendirian.
Nasi itu berhasil aku habiskan, tapi rasanya mual, aku kekenyangan. Dulu kalau beli nasi bungkus, aku selalu memakannya berdua dengan kakakku. Sekarang nasi itu terpaksa berdesak-desakkan dalam lambung dan ususku. Rasanya sangat aneh, tapi harus aku tahan.
Selesai makan, aku sempatkan melaksanakan sholat Zuhur di mushala terdekat. Setelah itu kami menunggu kendaraan untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya. Tapi aku masih belum tahu akan dibawa ke mana. Aku lihat, kak Nana tidak pernah menyetop bis. Padahal udah puluhan bis lalu lalang di hadapan kami.
"Kak, dari tadi kan banyak bis yang lewat. Kenapa tidak disetop?"
"Karena kita akan menghemat biaya pengeluaran. Kita cari yang gratisan saja"
"Maksudnya?"
"Lihat aja nanti!"
Sumpah! Hari ini begitu penuh dengan kejutan. Dalam pikiran, kami akan menumpang gratis dengan kendaraan pribadi. Ternyata meleset juga. Kak Nana menyetop 'truk pengaduk semen' dari sebuah perusahaan semen ternama di kota ini.
Aku takut, ini untuk pertama kalinya numpang naik kendaraan gratis tak kenal sama sekali, apalagi kendaraan besar seperti itu. Apakah tidak apa-apa menumpang mobil super besar dengan pengaduk semen yang super besar di belakangnya itu? Orangnya gimana? Apa dia orang baik? Nanti kami diapa-apakan bagaimana? Pikiran sudah meracau karena cemas.
Hapeku bergetar. Sebuah SMS masuk di hape jadul ku. Sebuan pesan dari seseorang yang kucinta. Namun, aku harus pura-pura sibuk aahh, ... biar disangka beneran kuliah. Maafkan aku Harry. Aku hanya bisa membohongimu. Karena aku sayang kamu.
***
Rasa khawatirku berubah, karena supir itu ternyata orang yang baik. Beliau berhenti di deretan mini market dekat pantai Caroline. membelikan kami snack dan minuman buat perjalanan yang entah kemana. Kak Nana ngobrol dengan supir yang baik itu, dan ternyata kami hendak menuju Pesisir Selatan.
Sebelumnya aku belum pernah ke Pessel itu, dan inilah untuk pertama kalinya. Perjalanan pun sangat menyenangkan. Kami harus naik dan turun dan memutari perbukitan. Dua jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga. Setelah mengucapkan terimakasih pada supir baik hati itu, kami turun di sebuah tempat bernama Bayang, Pesisir Selatan.
Di sini lah kak Nana memulai aksinya. Mengetuk dari pintu ke pintu. Tapi entah kenapa aku menjadi malu. Seperti bukan jiwaku jika harus ngetuk-ngetuk pintu rumah orang seperti ini.
"Kami dari perusahaan ternama di Indonesia, membuka cabang baru di kota Padang. Karena ingin mengucapkan terimakasih kepada pelanggan yang telah menggunkan produk dari perusahaan kami, kami akan memberikan hadiah pada Ibu sebuah kompor gas sebagai wujud rasa terimakasih kami. Tapi sebelumnya Ibu harus bisa menjawab pertanyaan yang saya ajukan."
"Apa pertanyaannya?" tanya calon mangsa kami.
"Apakah nama Wilayah yang disebut sebagai kota Budaya?"
"Bukittinggi!" jawab yang punya rumah dengan semangat.
Kak Nana menahan tawa, dan aku juga menahan tawa. Apa yang akan dilakukan kak Nana selanjutnya? Ternyata kak Nana menjabat tangan Ibu itu-
"Selamat, Anda berhasil menjawab pertanyaan kami. Untuk itu anda berhak mendapatkan kompor gas."
Apa? Kak Nana telah membohongi yang punya rumah? Masa membenarkan jawaban Ibu itu yang jelas udah salah besar. Kota budaya di Sumatera Barat kan Batusangkar? Waduh … waduh …
"Setiap transaksi dikenakan pajak, namun Ibu tidak perlu dikenakan pajak. Ibu cukup memberikan ongkos kirim pada kami sebesar enam ratus ribu rupiah?"
Ha? Ternyata begini caranya? Padahal tadi kak Nana bilang harga kompor gas itu hanya tiga ratus ribu, kenapa dia minta ongkos kirim segala?
Oh iya, anggap harga beli kompor dan ongkos kami menuju tempat ini. Aku tidak bisa seperti ini. Aku tak mau jadi pembohong. Busyet katanya mau jadiin aku manajer? Manajer dari Hongkong?
Dalam hati kutanamkan agar tidak akan kembali lagi ke perusahaan itu setelah sampai ke rumahku. Hancur sudah harapanku menjadi seorang manajer muda yang kaya. Manager dari Hongkong???
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Devi Istanti
q juga pernh kayak gitu kak,persis bgt
2023-05-30
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa
2022-10-08
0
Mat Grobak
mampir
2022-09-09
0