Aldi sudah terlihat rapi dengan stelan jasnya. Rambutnya tertata rapi seperti biasanya. Pagi itu ia belum bercukur, wajahnya di tumbuhi bulu-bulu halus mengitari rahang dan dagunya.
Aldi masuk ke kamar Liza. Disana ada Claries sedang berdiri di pinggir ranjang Liza. Sepertinya Claries baru selesai memeriksa kondisi Liza. Aldi membelai rambut Liza dan mengecup bibir istrinya. Ia sekilas melirik kearah Claries yang terlihat tidak nyaman melihat adegan di depan matanya.
Claries berjalan berniat keluar kamar. Aldi menahan lengan Claries begitu ia melewati pria itu. Aldi mencengkramnya dengan kuat dan mendorong tubuh Claries sampai membentur dinding.
"Apa kau cemburu?" Aldi mendekatkan wajah tampannya ke wajah cantik Claries. Claries memalingkan wajahnya. Ia hanya terdiam menikmati irama jantungnya.
"Katakan padaku apa kau mencintaiku? apa kau menginginkanku?" Aldi mendekatkan hidung mancungnya ke bibir Claries. Sang dokter hanya terdiam tidak mampu berkata-kata. Ia tidak habis pikir sebenarnya apa yang ada di dalam isi kepala Aldi.
"Jawab aku!" suara bariton Aldi penuh penekanan semakin membuat Claries gemetar.
"Apa pantas seorang suami bertanya seperti itu di hadapan istrinya yang sedang sekarat?" kata Claries ketus sembari memberanikan diri menatap wajah Aldi dengan bola mata coklatnya.
Ditatap oleh Claries seperti itu, Aldi menjadi semakin tertantang. Ia mengeraskan cengkramannya dan menyentuh wajah mulus Claries dengan rahangnya yang tentu membuat geli karena ia belum bercukur.
Claries mencoba mendorong tubuh Aldi sekuat tenaganya. Tapi pria itu sangat kuat. "Lepaskan tanganku sakit" pinta Claries mengiba agar Aldi melepaskannya.
"Dokter kau sungguh membuatku gila!" Aldi ******* bibir Claries dengan beringasnya. Tangan Claries mencakar leher Aldi
"Lepaskan aku Aldi lihat Liza sekarang, lihatlah keadaannya. Bukan kah kau amat mencintainya?"
Aldi melepas cengkramannya pada pergelangan tangan Claries. Ia tersenyum menyeringai dan itu membuatnya semakin tampan. "Tentu saja aku sangat mencintai istriku"
Dokter Frederik datang dan memeriksa kondisi Liza. Dokter Frederick mengajak Aldi dan ayahnya bicara. Kebetulan Ibrahim Zaman sedang berada di rumah Aldi untuk berkunjung.
Claries dan Aldi sama-sama terdiam. Keduanya tidak saling bicara atau saling menatap. Keduanya saling menghindari satu sama lain. Dan itu terendus oleh Ibrahim Zaman ayah Aldi.
"Apa kau dan dokter Claries sedang marahan?" tanya ayahnya.
"Tidak" jawab Aldi pendek.
"Kau melamarnya?"
"Apa maksud ayah"
"Jika kau menyukai cinta monyetmu itu sampai sekarang kenapa tidak kau nikahi dia? ayah rasa pernikahanmu dengan Liza juga tidak membawa kebahagiaan untuk kalian bukan? setelah Liza sembuh kau bisa meninggalkannya atau tetap mempertahankannya"
"Ayah apa maksud ayah?!"
"Aldi, ayah melihat apa yang tadi kau lakukan pada dokter Claries"
Deg.....!
Aldi menyesali kebodohannya tadi. Sekarang ia merasa malu pada ayahnya.
"Anakku pikirkan baik-baik jika kau masih mau bertahan dengan Liza kau harus menjauh dari Claries tapi jika kau ingin bersama Claries kau harus siap kehilangan Liza"
***
Claries berada di ruang kerjanya. Ia memeriksa laporan medis pasiennya. Fani masuk keruang kerjanya.
"Aku senang sekali kakak kemari" Claries memeluk Fani yang menghampiri meja kerjanya.
"Kau ada waktu?"
"Tentu apa kita akan makan enak?"
"Kau bosnya kau yang tentukan" kata Fani sembari merangkul bahu adiknya.
"Baiklah tunggu sebentar aku sedang menyelesaikan berkas pasienku".
Fani terlihat duduk di sofa, wajahnya tidak tenang. Fani masih emosi dan kesal pada Aldi. Ia sedang menimbang-nimbang perlu bercerita pada Claries atau tidak tentang permasalahannya kemarin dengan Aldi.
"Kau nampak gelisah kak?"
"Tidak, kau sudah selesai?"
"Sudah ayo kita pergi, besok aku akan menemui tante Luna"
"Baiklah salam ku untuk tante Luna"
Claries tertegun menatap seorang gadis muda berseragam supir lengkap dengan sepatu pantofel. Gadis itu membukakan pintu mobil untuknya dengan sopan.
"Siapa dia kak?"
"Dia supir baru kakak"
"Oh ...tapi kenapa seorang gadis muda? kenapa bukan pria?"
"Panjang ceritanya, dan aku malas harus bercerita ulang tentangnya"
"Baiklah"
Claries dan Fani duduk di kursi belakang. Sementara Liona fokus menyetir mobil milik Fani.
"Kemarin aku bertemu dengan Aldi Ibrahim"
Claries terdiam, ia merasa pasti ada yang tidak beres antara kakaknya dengan Aldi.
"Perusahaanku ada tender besar yang bekerja sama dengan perusahaannya. Perusahaan Aldi yang mendanai semua hingga nama perusahaan kakak ikut terangkat dan mendapat reputasi yang sangat baik"
Claries masih menunggu kemana arah pembicaraan kakaknya.
"Clair apa kau tahu apa yang ia katakan padaku setelah meeting?"
Claries menggelengkan kepala. Ia tidak berani menatap wajah Fani yang terus memandangnya dengan curiga.
"Aldi Ibrahim melamar kau untuk menjadi istrinya"
Hening.......
Claries tidak tahu harus bicara apa. Ia tidak menyangka pria itu sungguh berani dan nekat. Apa maksudnya dengan melamar ku?!.
"Ku rasa dia menyukaimu. Atau apapun itu kakak juga tidak paham dengan pemikirannya"
"Clair apa kau suka dengannya?"
Claries menggeleng secepatnya. Ia tidak ingin Fani curiga jika ia sebenarnya memang tertarik dengan Aldi. Bahkan ketika ia mendengar Aldi melamarnya langsung pada Fani rasanya Claries tidak bisa membohongi hatinya.
"Clair dia pria beristri dan sekarang istrinya sedang koma. Ia bilang itu karenamu. Ku rasa itu hanya tak tik tengiknya untuk mendekatimu"
Fani terlihat tidak senang. Ia memperingati adiknya agar jangan sampai terjebak asmara dengan pria itu.
"Clair jika kau akan menikah, menikhlah dengan pria yang jelas asal usulnya dan bukan suami orang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments