Dua hari kemudian.
Dikarenakan jadwal yang bertolak belakang, Chris akan menyusul Camelia ke Denmark keesokan harinya. Malam nanti Camelia harus menghadiri fashion show di ibukota Denmark, kota Kopenhagen.
Keesokan siangnya barulah Chris akan menyusul setelah menyelesaikan jadwal pentingnya di Toronto, kota metropolitan terbesar di Kanada yang dicap sebagai kota teraman di dunia.
Chris dan Dion ikut mengantar keberangkatan Camelia, Lucas, dan Liam. Beberapa wartawan hadir di bandara untuk menulis artikel tentang keluarga itu. Sementara orang yang berada di bandara hanya mengabadikan moment dengan kamera ponsel mereka.
Lucas berpose menyapa para fans dan wartawan, sedang Liam hanya memasang pose 'aku mencintai kalian' dengan jarinya. Sedang Camelia dirangkul oleh Chris, tersenyum lebar.
"Lia kita harus check in," ucap Kak Abi, ia berulang kali melihat jam tangannya. Camelia mengangguk. Ia menghadapkan tubuhnya pada Chris yang menatapnya penuh arti. Di detik berikutnya, keduanya berpelukan. Lucas dan Liam bertukar pandang. Keduanya merasa aneh. Memang biasanya berpelukan. Namun, rasanya ada yang berbeda.
Pelukan itu cukup lama, lebih dari biasanya. Ada rasa ketidaknyamanan di hati keduanya. Namun, mereka tidak tahu apa berbeda itu.
"Sayonara." Chris berbisik pada Camelia. Camelia memejamkan matanya, perasaannya campur aduk. Ia merasa ini adalah hari perpisahan dan Chris telah menegaskannya. Ia mengeratkan pelukannya. Camelia merasa matanya memanas, ia berusaha meredam kesedihannya, menahan air matanya agar tidak tumpah.
Sayonara, berasal dari bahasa Jepang yang artinya selamat tinggal. Namun, makna kata itu lebih dalam daripada kata good bye, see you later, kita akan berjumpa lagi. Sayonara lebih kepada kata perpisahan terakhir, akan berjumpa lagi dalam waktu atau tidak untuk selamanya. Mayoritas orang Jepang sedih mendengar kata ini untuk salam perpisahan. Bahkan ada tidak pernah menggunakan kata ini sama sekali.
"Semoga kau bahagia," jawab Camelia, berbisik pula, suaranya serak.
"Aku titip salam untuk Steve," bisik Camelia lagi. Chris mengangguk, "akan aku sampaikan." Mereka kemudian melepas pelukan.
Camelia menyeka matanya. Khawatir jika air matanya jatuh. Posisinya membelakangi kedua anaknya. "Matamu merah," ucap Chris. Mendengar itu, Camelia lekas menggunakan kacamata hitam miliknya dan kembali mengenakan maskernya.
"Dad kau harus segera menyusul setelah pekerjaanmu selesai. Kita sudah sepakat untuk liburan di sana," ucap Lucas mengingatkan Chris akan kesepakatan mereka untuk menghabiskan weekend yang merangkap hari free selama dua hari.
"Daddy sangat mengingatnya," jawab Chris.
Chris bersimpuh mensejajarkan dirinya dengan Lucas dan Liam.
"Kalian hati-hati di sana. Jaga Mommy dengan baik sampai Daddy tiba di sana," pesan Chris, mengusap bergantian rambut dua anak itu.
"Of course, Dad!" Lucas menjawab mantap. Liam menunjukkan tatapan bahwa ia sudah tahu.
"Daddy sangat menyayangi kalian," ucap Chris.
"We too!" Chris memeluk kedua anak kembar itu. Walau merasa aneh, Lucas dan Liam mencoba bersikap biasa saja.
"Kalau begitu kami berangkat," pamit Camelia.
"Hati-hati. Kabari aku jika sudah tiba."
"Tentu. Ayo Lucas, Liam." Camelia menggeleng lengan kedua anaknya.
"Dahh Daddy! See you later," pamit Lucas dan Liam serentak, melambai pada Chris.
"Dahhh …," balas Chris.
"Dad kau harus menepati ucapanmu!"ucap Liam tajam yang dibalas senyum Chris.
*
*
*
Chris baru beranjak dari bandara saat pesawat yang ditumpangi Camelia, Lucas, Liam, dan Kak Abi lepas landas dari bandara menuju kota Kopenhagen, Denmark.
Chris menghembuskan nafas kasar setelah masuk ke dalam mobilnya. Wajahnya berubah menjadi sedikit muram. Ada perasaan bersalah di hatinya.
Di tengah kekalutan hatinya, ponsel Chris yang berada di saku celananya bergetar. Senyumnya mengembang melihat siapa yang menghubunginya.
"Hai."
"Tentu saja. Nanti malam kau akan berangkat."
"Jangan takut. Aku sudah memikirkannya matang-matang."
"Okay. See you." Panggilan singkat itu selesai. Chris menghela nafas pelan.
"Come on, Chris. Ini jalan yang kau pilih. Jalan ini jalan terbaik untuk semua. Anak-anak maafkan Daddy. Daddy tahu kalian akan sedih nantinya. Namun, itu tidak akan lama. Kalian pasti akan menemukan daddy yang akan menggantikanku."
Walau ucapannya menegarkan dirinya sendiri, tetap saja, Chris merasa ada sesuatu yang hilang darinya. Dengan senyum dikulum, Chris mulai melajukan mobil meninggalkan parkiran bandara.
*
*
*
"Hey, Liam! Mama sieht düster aus. Seit Papa nach Hause gekommen ist, sieht Mama ein bisschen komisch aus. Papa ist auch etwas romantischer zu Mama. Vor allem in ihrer Jubiläumsnacht übermorgen," bisik Lucas pada adiknya. Sengaja ia menggunakan bahasa Jerman agar Camelia tidak mengerti pembicaraan mereka.
Camelia sendiri terlihat menutup kedua matanya dan di telinganya terdapat mini earbuds, sepertinya tidur dengan mendengarkan lagu. Sedang Kak Abi sibuk melihat layar tablet.
Namun, mereka tetap waspada karena di sini walaupun kelas bisnis, ada beberapa penumpang lain.
(Hei, Liam! Mommy terlihat murung. Semenjak Daddy pulang, Mama terlihat sedikit aneh. Daddy juga sedikit lebih romantis pada Mommy. Terlebih pas malam anniversary mereka kemarin lusa.)
"Jawohl. Du hast recht. Ich habe in letzter Zeit ein ungutes Gefühl in meinem Herzen," jawab Liam pelan. Sorot matanya menyimpan kegundahan.
(Ya. Kau benar. Hatiku merasakan firasat tidak enak belakangan ini.)
"Really?"
"Hm."
"Ich hoffe, alles ist gut," harap Lucas.
(Aku harap semua baik-baik saja.)
"Ya."
Walau tidak berhubungan darah, ikatan batin Lucas, Liam, dan Chris begitu erat. Layaknya ayah dan anak kandung. Sejak lahir, sosok pria yang mereka lihat pertama kali adalah Chris. Kasih sayang mereka pada Chris begitu tulus, begitu juga sebaliknya. Jadi wajar saja jika keduanya merasakan keanehan akan Chris dan Camelia belakangan ini.
"Kann man einen Computer oder ein Handy hacken?"tanya Lucas. Liam mengangguk.
(Kau bisa meretas komputer atau ponsel?"
"Was ist, wenn du Papas Handy gehackt hast?"usul Lucas. Liam menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan usulan itu.
(Bagaimana jika kau retas ponsel Daddy?)
"Why?"
"Die Beziehung von Papa und Mama ändert sich nicht, obwohl wir etwas Seltsames empfinden. Wenn Daddy und Mommy ein großes oder kleines Problem haben, auch wenn es mit Schauspielerei vertuscht wird, um uns misstrauisch zu machen, wird es sich immer noch zeigen, Lucas. Am Flughafen umarmten sie sich so fest. Papa ist so romantisch zu Mama. Es fühlte sich unethisch an, in Daddys Privatsphäre einzudringen und sie zu sehen. Außerdem hält Papa immer seine Versprechen. Er wird Mama nicht traurig machen. Vielleicht gibt es etwas, das Mama ein bisschen komisch macht. Es hat jedoch nichts mit Papa zu tun."
(Hubungan Daddy dan Mommy walau kita merasakan ada yang aneh, mereka tidak berubah. Jika Daddy dan Mommy ada masalah, besar atau kecil, walaupun ditutupi dengan akting agar kita tidak curiga tetap saja akan terlihat, Lucas. Di bandara tadi mereka pelukan begitu erat. Daddy begitu romantis pada Mommy. Rasanya tidak etis jika menyusup dan melihat privasi Daddy. Selain itu, Daddy selalu menepati janjinya. Dia tidak akan membuat Mommy sedih. Mungkin ada suatu hal yang membuat Mommy sedikit aneh. Namun, tidak ada hubungannya dengan Daddy.)
"Wow!"decak kagum Lucas. Itu kalimat terpanjang yang adik kembarnya itu keluarkan.
"Tapi entahlah. Aku harap rasa khawatir ini cuma gundah semata," lanjut Liam, ia menutup matanya.
Lucas termenung. Apa yang sebenarnya terjadi pada Mommy dan Daddy?
*
*
*
Malam harinya.
Sekitar pukul 20.00, Chris kembali ke bandara dengan jaket tebal berwarna hitam, masker, topi, untuk menyamar agar tidak diketahui orang lain bahwa ia sedang berada di bandara.
"Maaf aku lama," ucap Chris pada seorang pria yang mengenakan jaket tebal berwarna putih, ia juga memakai masker dan membawa koper cukup besar.
"Masih sempat kok," jawab pria berjaket putih itu yang tak lain adalah Steve.
"Kau takut?"tanya Chris lembut.
"Aku lebih mengkhawatirkan dirimu. Berjanjilah untuk datang dengan selamat," jawab Steve. Sorot matanya begitu teduh pada Chris.
"Pasti!"
"Apa kau sudah berpamitan dan menyampaikan ucapan selamat tinggalku pada Camelia?"tanya Steve.
"Sudah. Ia juga titip salam untukmu."
"Dia wanita yang baik." Ada rasa bersalah pada tatapannya.
"Kita akan memulai hidup baru. Tinggalkan semua hal di masa lalu. Mulai sekarang jalan kita dan Camelia berbeda jauh. Mungkin, jika sudah ditakdirkan lagi, pasti kita akan bertemu dengan mereka lagi," ucap Chris, walau ia merasakan hal yang sama.
"Aku harap juga begitu."
"Berangkatlah. Kabari aku jika sudah tiba di sana," ujar Chris.
"Kabari aku jika kau sudah berangkat besok," pesan Steve. Chris mengangguk.
Steve melangkah menjauhi Chris. Kembali, Chris melakukan hal yang sama pada saat mengantar keberangkatan Camelia dan dua anaknya tadi siang.
Ia menunggu pesawat yang ditumpangi Steve lepas landas barulah masuk ke dalam mobil mobilnya.
Baru saja menghidupkan mesin mobil ponsel Chris berbunyi. Ada kiriman video dan foto dari Lucas. Itu adalah video dan foto Camelia saat melakukan fashion show, berjalan di cat walk menunjukkan busana yang menjadi bagiannya. Aura top model begitu kental. Camelia bak permata yang bersinar paling terang di antara yang lain.
"Mommy sangat cantik kan, Dad?" Pesan dari Lucas.
"Of course. Mommy kalian sangat cantik." Chris membalasnya.
"Besok Daddy harus cepat datang. Banyak yang melirik Mommy di sini." Chris terkekeh pelan membacanya.
"Jika memungkinkan Daddy ingin membuat Mommy kalian tetap berada di Villa."
"Oh no! Aku tidak setuju jika Daddy mau menjadikan Mommy burung dalam sangkar emas!"
"Oleh karena itu tidak akan mungkin."
"Ya … ah Daddy nanti kita lanjut lagi ya. Mommy memanggilku dan Liam."
"Okay."
Chris tersenyum lalu melajukan mobilnya meninggalkan parkiran bandara.
*
*
*
Keesokan paginya, pagi-pagi benar Chris dan manajernya sudah terbang di kota Toronto. Pekerjaan Chris di sana selesai sebelum jam makan siang.
Selesai makan siang, Chris dan manajernya menuju bandara. Mereka akan berpisah di bandara, Chris akan ke Denmark dengan pesawat pribadi keluarga Shane sedangkan managernya kembali ke Ottawa dengan pesawat agensi.
Sebelum berpisah, Chris memeluk managernya lalu pergi setelah menepuk pundak sang manajer yang membatu. Saat Chris hilang dari pandangnya barulah manajernya tersadar.
Tatapannya rumit, perasaannya aneh. Ia merasa aneh dan bingung dengan tingkah Chris tadi. Biasanya Chris hanya menepuk pundaknya, tidak memeluknya. Apa maksudnya?
*
*
*
"Kau memikirkan Chris?"tanya Tuan Shane lembut, meletakkan kedua tangannya pada pundak sang istri yang menatap keluar jendela kamar mereka.
Nyonya Shane mengangguk pelan.
"Dia sudah memilih jalannya sendiri. Sejujurnya aku berat untuk menyetujui keinginannya. Namun, kau tahu sendiri anak kita itu. Sulit untuk diubah pendiriannya dan keputusannya," tutur Tuan Shane lembut.
"Aku tahu. Tapi, tetap saja aku sangat sedih karena anak kita, putra tunggal kita akan pergi jauh meninggalkan kita."
"Aku mengerti perasaanmu. Tapi, kita harus menghargai keputusannya. Ia pasti tidak ingin kita sedih. Tegarkan hatimu. Jangan lupakan ada Camelia, Lucas, Liam, dan Dion yang menemani kita." Tuan Shane bersikap tegar agar istrinya juga tegar. Tentu saja, posisi seorang anak kandung tidak akan tergantikan oleh siapapun.
Nyonya Shane tidak menjawab. Ia memutar tubuhnya untuk memeluk suaminya. Keduanya insan itu saling menguatkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments