Pintu keluar bandara begitu ramai dan padat dengan. Mereka membawa spanduk yang bertulisan
Chris
Prince Chris
Chris We Love You
Dan lainnya yang secara garis besar mereka adalah fans Chris. Di depan pintu keluar itu juga sudah berjaga pria pria berbaju hitam memakai kacamata hitam, para pengawal yang sudah membentuk pagar betis. Hari ini adalah hari kepulangan Chris dari luar kota setelah menyelesaikan syuting film terbarunya.
Sorakan yang memanggil nama Chris langsung pecah saat langkah kaki yang lebar datang dari arah pintu keluar.
Chris, pria itu berpose sejenak menyapa para fans juga wartawan yang ada. Penampilannya sungguh mempesona, dengan mantel bulu berwarna hitam, kacamata hitam, juga masker berwarna yang diturunkan sejenak. Pesona dan ketampanan aktor berusia 36 tahun itu seakan tak pernah luntur makan semakin menjadi sejalan dengan bertambahnya usia. Kalau kata pepatah sih semakin tua itu semakin jadi. Hahaha.
Chris melambaikan tangannya kemudian kembali melangkah, meninggalkan bandara dengan mobil yang telah disiapkan oleh agensinya.
"Chris langsung pulang atau ke perusahaan dulu?"tanya manager Chris.
"Shane Group," jawab Chris singkat, ia memilih memejamkan matanya.
"Shane Group? Wow gerangan apa yang membuatmu ingin ke sana? Bukankah kau sangat-sangat enggan menginjakkan kaki di sana?" Managernya terheran-heran.
"Hal pribadi," jawab Chris tanpa membuka matanya. Pria yang memiliki dua lesung pipi itu terlihat sangat lelah.
"Baiklah. Aku hanya heran saja."
"Shane Group," ucap manager Chris pada sopir.
*
*
*
"Chris? Apa yang membawamu kemari? Oh Daddy tahu, kau sudah memutuskan hengkang dari dunia hiburan bukan?" Mr. Shane menatap gembira Chris yang duduk di depannya dengan wajah datar.
Peristiwa yang sangat langka, Chris menginjakkan kaki di Shane Group. Tentu saja Mr. Shane sangat penasaran dengan apa yang membuat Chris datang ke perusahaan.
"Bukan, Dad. Aku kemari untuk mengatakan keputusan yang akan aku buat untuk seumur hidup," jawab Chris, dengan wajah yang amanat serius.
"Oh apa itu?" Mr. Shane memasang wajah serius.
"Dad selamanya aku tidak akan pernah menggantikan dirimu."
"Tidak masalah. Sudah ada Liam yang tertarik pada dunia bisnis," jawab santai Mr. Shane. Sudah ada cucu yang menunjukkan minat pada perusahaan tanpa harus dipaksa.
"Dad … apa kau sangat menyayangi Camelia, Lucas, dan Liam?"tanya Chris sungguh-sungguh.
"Tentu." Mr. Shane menjawab mantap. Chris menatap dalam ayahnya. Mencari kesungguhan di dalamnya.
"Sekalipun mereka bukan darah keluarga Shane?" Walau sedikit ragu dan tegang, Chris tetap menanyakan hal itu.
"Apa maksudmu, Chris?" Mata Mr. Shane menatap Chris tidak tenang. Ia menjadi gusar.
"Dad aku di sini untuk mengatakan kebenaran."
"Katakan terus terang, Chris! Jangan bertele-tele! Kau membuatku sangat tidak nyaman!"ucap Mr. Shane tak sabar.
"Dad … sebenarnya aku ini …."
*
*
*
Chris pulang hampir larut malam. Demi menghindari kecurigaan Lucas dan Liam, keduanya memutuskan untuk tetap tidur sekamar.
Ternyata Camelia belum tidur.
"Camelia kau belum tidur?"tanya Chris, seraya membuka mantelnya.
"Belum. Aku masih bermain game," jawab Camelia tanpa berpaling dari ponselnya.
"Bisa kita bicara sebentar?"tanya Chris sopan dan lembut. Ia duduk di samping Camelia.
"Ya. Tapi tunggulah sebentar," sahut Camelia, ia masih fokus bermain game.
Chris mengangguk. Pria itu kini meremas lututnya, wajahnya tampak tegang dan sesekali melirik Camelia yang masih serius bermain game.
"Ck sulit sekali bermain game ini. Sudah mencoba berulang kali tetap saja defeat. Huh aku kalah dengan Lucas. Pangkatnya bahwa jauh di atasku. Game ini bukan dalam jangkauanku!"
Wanita bermata lebar itu menggerutu kesal dan melemparkan ponselnya sembarangan. Tenang saja ponselnya tahan banting. Chris tersenyum tipis mendengar gerutuan itu.
Ehem.
Sengaja Chris berdehem, ia yakin pasti Camelia melupakan keberadaannya. Camelia mendongak, matanya tampak terperanjat dengan Chris yang menatapnya sendu.
"Ah maaf … maaf. Aku lupa kau ada di sini." Buru-buru Camelia memperbaiki posisi duduknya sembari menetralkan detak jantungnya.
"Tidak apa." Chris tersenyum simpul. Ia kembali meremas kedua lututnya. Bibir Chris masih terkatup rapat. Matanya memancarkan rasa bimbang, belum sepenuhnya yakin.
"Apa yang ingin kau katakan?"tanya Camelia, memiringkan kepalanya dengan memeluk bantal.
Helaan nafas pelan, Chris kini menatap Camelia. "Camelia, ayo berpisah," jawab Chris to the point.
Wajah Chris yang awalnya cemas dengan Camelia yang terkejut, malah dibuat heran dengan Camelia yang tetap tenang bahkan melengkungkan senyum. Tatapan Camelia begitu tenang, tak ada raut wajah terkejut apalagi sedih seolah ia sudah punya persiapan.
"Baiklah. Mari berpisah." Nada yang begitu tenang, Camelia mengangguk menyetujui ajakan Chris. Tak ayal, Chris mengerutkan dahinya, "kau tidak apa?"tanya cemas dan heran Chris.
Camelia menghela nafas, "aku sudah siap setelah aku tahu kau memiliki kelainan. Lagipula sekarang aku sudah cukup mapan untuk membiayai hidup keluargaku. Tapi, ada satu hal yang aku khawatirkan," jelas Camelia.
"Apa itu?"tanya Chris.
"Aku khawatir perceraian kita akan berdampak buruk pada karier kita masing-masing. Juga psikis anak-anak. Aku takut akan banyak bermunculan opini dan kontroversi karena perceraian kita nanti. Kau tahu sendiri kan bahwa selama menikah kita selalu menjaga hubungan baik, jika tiba-tiba kita bercerai pasti akan …."
"Ah kau pasti tahu dengan jelas."
Chris mengangguk, "aku sudah memikirkan hal itu. Kita bercerai secara diam-diam. Tanpa harus mendatangi kantor pengadilan, cukup tanda tangan surat cerai saja selebihnya serahkan padaku," ujar Chris, menenangkan kekhawatiran Camelia.
"Setelah bercerai kau bisa tetap tinggal di sini. Villa ini akan menjadi milikmu selamanya. Dan masalah anak-anak, mereka tidak akan tahu bahwa kita akan bercerai, karena aku sudah memikirkan caranya," lanjut Chris.
"Bagaimana caranya?"
Chris meraih punggung tangan Camelia, "kau akan tahu nanti."
"Sudahlah. Ah ya luangkan waktumu untuk makan malam besok di mansion," ujar Chris, menarik kembali tangannya.
"Makan malam terakhir sebagai keluarga?"tanya Camelia, tersenyum kecut.
"Maaf." Chris menunduk, ia merasa sangat bersalah pada Camelia.
"Boleh aku tanyakan sesuatu?"
"Boleh. Silahkan."
"Apa alasan perpisahan ini adalah Steve?" Kali ini nada bicara Camelia lirih. Chris mengangguk membenarkan.
"Ah sudah ku duga. Mengapa masih ku tanyakan," gumam kecut Camelia.
"Aku juga akan keluar dari dunia hiburan," ucap Chris. Camelia yang tertunduk, langsung menatap Chris bertanya, "mengapa?" Setahunya dunia entertainment adalah jiwa Chris. Bahkan saat orang tuanya menentang keinginan Chris, Chris kekeh pada pilihannya. Gerangan apa yang menjadi landasan keputusan Chris ini?
"Steve mengalami cidera parah saat bertanding. Ia divonis tidak akan bisa jadi atlet bulu tangkis lagi. Oleh karena itu, aku dan dia memutuskan untuk keluar dari dunia pekerjaan masing-masing dan memulai hidup baru, berdua," jelas Chris.
Camelia terenyuh dengan alasan Chris, sungguh manis. Sayang bukan dia yang menjadi partner manis itu.
"Aku juga akan menepati semua janjiku padamu, memberikan kompensasi yang sesuai. Ya walaupun aku tahu seberapa banyak yang aku berikan, tidak akan mampu membayar perasaanmu namun setidaknya aku tidak terlalu merasa bersalah dan hutang budi," tutur Chris. Ia hendak kembali meriah tangan Camelia. Namun, Camelia menyimpan tangannya ke belakang. Chris mengulum senyumnya.
"Akulah yang sangat berterima kasih padamu, Chris. Karenamu lah hidupku, Dion, dan anak-anak terjamin. Terima kasih, semoga kau dan Steve hidup dengan bahagia, forever," bantah Camelia, tersenyum tulus.
"Sama-sama."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
bunda syifa
gmn cara komen nya Thor, aq bingung mau komen gmn😶😶
2021-10-25
2