Dengan langkah gontai Jasmine melangkah keluar dari rumah keluarga Liang. Begitu ia keluar dari pintu, pintu ditutup kasar dan rapat hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Jasmine menoleh ke belakang. Ia masih berada di halaman, menatap bangunan dua lantai yang didominasi warna bata itu dengan tatapan sayu. Jasmine tersenyum kecut, berat rasanya angkat kaki dari rumah ini, tempat bernaungnya selama ini.
Perlahan, setitik rasa dendam dan amarah terhadap Jordan mengisi hati Jasmine. Jasmine menghela nafas kasar. Ia kembali menatap lurus ke depan dengan menarik koper miliknya.
Ia belum beranjak, benaknya berpikir ke mana ia akan pergi. Reputasinya sudah buruk, diusir oleh keluarga, di mana ia akan bernaung?
Di tengah kekalutan, ponsel Jasmine berdering.
Dari managernya, kak Lina.
"Hallo, Kak. Ada apa?"
"Kau di mana sekarang?" Manajernya bertanya dengan nada cemas.
"Di rumah, kenapa?"
"Syukurlah. Setidaknya kau aman di sana. Jangan keluar dulu untuk sementara waktu. Banyak wartawan yang mengejarmu sekarang. Mereka bahkan berjaga di depan rumahmu."
"Ini bukan rumahku lagi. Aku sudah diusir."
"Apa? Astaga! Kalau begitu keluarlah dari gerbang belakang. Aku menunggu di sana!"
"Baiklah." Jasmine bergegas menuju pintu gerbang bagian belakang. Sebuah mobil biru yang ia kenali sebagai mobil manajernya sudah berada di sana. Jasmine segera masuk.
"Ya Tuhan! Apa yang terjadi pada wajahmu?!"pekik kak Lina histeris.
Pipi Jasmine lebam dan darah kering masih hinggap di sudut bibirnya. Wanita berkacamata itu menggeleng pelan melihat kondisi Jasmine. Jasmine diam membisu. Ia memilih memejamkan matanya.
"Baiklah. Kita cari tempat dulu untuk mengompres pipimu!"
Mobil melaju meninggalkan gerbang belakang.
Di perjalanan, kak Lina berhenti untuk membeli es batu. Setelah itu kembali melanjutkan perjalanan yang entah ke mana tujuannya. Jasmine tetap diam seraya mengompres pipinya. Matanya yang sembab kembali berkaca-kaca.
Seluruh kontrak kerja yang mengikat dirinya telah dibatalkan. Berita miring tentang dirinya sudah menyebar sangat cepat dan menjadi trending topik.
Hingga pada akhirnya kak Lina menghentikan mobil di tepi jembatan.
"Jasmine apa semua itu benar? Kau benar-benar melakukannya?"
Jasmine menggeleng.
"Baiklah. Aku percaya padamu." Jasmine langsung menatap kak Lina dengan tatapan sendu. Keluarganya tidak mempercayai dirinya. Namun, kak Lina yang sejatinya adalah orang luar tanpa banyak tanya langsung mempercayai dirinya.
"Lalu kau mau ke mana?"tanya kak Lina.
"Aku juga tidak tahu. Tapi, sepertinya aku tidak bisa tetap di kota ini. Kak Lina maaf membuatmu susah karena masalahku," jawab Jasmine susah payah karena pipi dan bibirnya masih sakit.
Kak Lina tersenyum simpul, "tidak masalah. Aku mengenal jelas watakmu. Tidak mungkin seorang Jasmine menjual dirinya sendiri demi peran yang tidak seberapa."
"Terima kasih."
"Jika kau tidak ingin tinggal di kota ini lagi, bagaimana jika kau tinggal di desa nenekku?"tawar kak Lina.
"Tidak." Jasmine langsung menolak.
"Kenapa? Itu tempat yang bagus. Di pegunungan, cocok untuk menenangkan diri."
"Aku tidak ingin menyusahkan dirimu lebih jauh, Kak. Sulit bagiku untuk kembali bangkit di dunia hiburan. Masalahku sangat berdampak besar bagimu."
"Jasmine …." Kak Lina menghela nafas pelan.
"Mungkin tahun ini tahun burukmu. Namun, percayalah setelah ini waktu baik akan menyertaimu. Baiklah jika kau menolak, tidak apa. Lalu sekarang ke mana kau akan pergi?"tanya kak Lina kembali. Jasmine menatap lurus ke depan.
"Antarkan aku ke bandara," jawab Jasmine kemudian.
"Baiklah. Ke manapun kau pergi, ingatlah jangan hilang kontak dariku. Saat berita ini sudah hilang, kita bisa bersama berusaha kembali bangkit dan membersihkan mana baikmu," tukas kak Lina. Jasmine tersenyum sebagai jawaban.
"Aku juga sudah mengirim biaya pembatalan kontrak ke rekeningmu. Setidaknya cukup untuk biaya hidupmu selama beberapa bulan ke depannya seandainya kau tidak bekerja," sambung kak Lina.
"Xie xie."
Kak Lina kembali menghidupkan mesin mobil. Namun, saat ingin melajukan mobil, sebuah taksi berhenti di depan mobil mereka.
"Dion?"gumam Jasmine saat melihat siapa yang turun. Seorang remaja laki-laki yang mengenakan hoodie putih menghampiri mobil dan mengetuk jendela kaca bagian Jasmine.
"Dion apa yang kau lakukan di sini?"tanya Jasmine khawatir. Adiknya ini seharusnya berada di sekolah.
"Buka pintunya, Kak. Aku mau masuk." Lina membuka kunci pintu. Segera Dion masuk. Kak Lina dan Jasmine menoleh ke belakang.
"Ke manapun Kakak pergi, aku ikut!"
"A-apa katamu?" Jasmine merasa pendengarannya salah.
"Aku tahu Ayah akan mengusir Kakak. Aku sudah membawa semua barang pentingku. Paspor, atm, ijazah, akta, ponsel. Aku sudah memutuskan, Kakak tidak bisa melarangku!"ucap Dion, sorot mata dan nada bicaranya begitu mantap. Jasmine terenyuh. Kak Lina tersenyum lembut.
"Tapi, bagaimana dengan Ayah dan Ibu? Dion pikirkan lagi. Aku saja tidak tahu mau ke mana. Belum lagi aku tidak bisa menjamin kita akan hidup enak. Jangan sengsarakan dirimu sendiri, Dion," tutur Jasmine. Nasibnya saja belum pasti bagaimana, adiknya mau ikut di dalamnya.
"Aku tidak masalah. Mengenai Ayah dan Ibu … semenjak Rose hadir, kasih sayang Ayah dan Ibu hanya tertuju padanya. Lagi, cepat atau lambat, Rose akan menyingkirkanku juga. Kakak … rumah itu bukan rumah seperti dulu lagi. Sudah ada serigala berbulu domba di sana."
"T …."
"Sudahlah, Jasmine. Benar kata adikmu. Aku juga bisa melihat jelas bahwa ini semua tak lepas dari campur tangan wanita itu!"tukas kak Lina. Jasmine menimang. Tatapan harap Dion begitu kental.
Terakhir, Jasmine menghela nafas kemudian tersenyum lembut diikuti dengan anggukan.
Dion tersenyum lega. Kak Lina melajukan mobil menuju bandara. Di perjalanan mereka berhenti sejenak di bank guna menarik semua tabungan Jasmine dan Dion.
"Bye-bye, Kak Lina," ucap Jasmine dan Dion bersamaan.
"Bye-bye. Cepat beri kabar padaku jika kalian sudah sampai!"balas kak Lina, melambaikan tangannya pada keduanya. Mata kak Lina mengikuti langkah Jasmine dan Dion hingga keduanya hilang dari pandangnya.
"Semoga kalian bahagia hidup di tempat baru kalian," gumam harap kak Lina, berbalik dan meninggalkan bandara.
Sementara di sisi lain, Jasmine dan Dion sudah duduk di bangku pesawat. Tak lama kemudian, pesawat yang mereka tumpangi lepas landas, mengudara menuju bandara tujuan.
Jasmine menatap keluar jendela. Tanpa sadar air matanya kembali menetes.
"Kakak …." Mendengar itu Jasmine buru-buru menyeka air matanya.
"Ada apa?" Jasmine menoleh pada Dion dengan tersenyum.
"Jangan sedih, aku selalu bersama Kakak."
"Kakak mengerti." Keduanya berpelukan.
"Tidurlah, perjalanan akan sangat panjang," ujar Jasmine.
"Hem." Dion kemudian menggunakan earphone bluetoothnya. Remaja laki-laki itu lantas memejamkan matanya.
Good Bye, All!batin Jasmine, ikut memejamkan matanya karena rasa lelah yang mendera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
bunda syifa
syukurlah si Dion ikut Jasmine
2021-10-25
1