Kebisuan Galvin membuat sang Asisten kebingungan karna tak mendapatkan respon dari boss nya. Ia pun lantas bertanya.
"Apa ada masalah, Tuan? Jika ada masalah saya bisa meminta pertemuan kita dengan Presdir Lee di undur besok" Ujarnya.
Galvin berpikir sebentar, entah apa yang dia pikirkan sang Asisten pun tidak tahu.
"Tidak, tidak perlu mengundur waktu lagi Martin. Mana berkasnya biar aku tanda tangani"
Martin pun menyerahkan kertas putih tersebut dan langsung Galvin tanda tangani.
Setelah kepergian asisten nya Galvin termenung di sana.
Ia menatap kalender yang berada di atas meja kerja. Besok adalah ulang tahun Marisa, setiap tanggal 10 Oktober Galvin selalu dibuat kebingungan oleh dirinya sendiri.
Di hari ulang tahun istrinya Galvin tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun pada Marisa. Ia terlalu malu meski hanya sekedar mengucapkan selamat, Galvin lebih memilih bekerja dibanding merayakan hari istimewa sang istri.
Namun meski begitu, Galvin selalu merasa tak enak hati dibuatnya.
Biarlah ia pura-pura lupa dengan ulang tahun Marisa, toh di tahun-tahun sebelumnya pun ia tak pernah mengucapkan dan jika besok ia mengucapkan selamat ulang tahun rasanya akan sangat aneh. Pikir Galvin
***
Pukul dua belas malam seperti biasa Marisa sedang berbaring di atas ranjang tanpa tertidur sedetik saja.
Hari ini tepat hari ulang tahunnya, usianya kian bertambah. Seharusnya ia senang tapi Marisa justru merasa hari ulang tahunnya adalah hari-hari yang paling menyedihkan.
Marisa memandang ke arah pintu kamar, berharap dibalik pintu itu sang suami tengah mempersiapkan kejutan untuk Marisa.
Tetapi sayang, harapan itu tak akan pernah terwujudkan.
Marisa tersenyum getir mengingat keinginan konyolnya, mana mungkin Galvin tiba-tiba saja masuk sembari membawa sebuah kue ulang tahun layaknya para suami di luaran sana, mengucapkan saja lelaki itu tak pernah.
Drt.... Drt.... Drt....
Dering ponsel Marisa membuat si empu tersentak kaget, Marisa mengernyitkan alisnya tatkala ia mendapat sebuah telpon di dini hari seperti ini.
Diambilnya benda persegi panjang itu dan tertera nama seorang lelaki yang tak lain adalah rekan bisnis Marisa.
Dahi Marisa kian mengerut, tak ingin membuat dirinya sendiri penasaran Marisa pun akhirnya mengangkat sambungan telepon itu.
"Hallo?"
"Selamat ulang tahun Marisa... Selamat ulang tahun yang ke 29 tahun... Happy birthday" Ucapnya.
"Abrian? Dari mana kau tahu hari ulang tahunku?"
Pria tersebut tak langsung menjawab tetapi panggilan suara itu dialihkan menjadi panggilan video, di balik layar ponsel menampakkan seorang lelaki yang tengah menyalakan lilin di atas kue ulang tahun berbentuk segitiga.
"Hai Marisa... Selamat ulang tahun, aku harap aku yang pertama mengucapkan ini pada mu"
Mata Marisa dibuat berkaca-kaca, bukan karna senang mendapat ucapan dari temannya, Marisa justru merasa sedih.
"Apa aku yang pertama mengucapkannya?"
Marisa mengangguk pelan.
"Iya... Terimakasih Abrian, tapi kau tidak perlu repot-repot membuat ini untukku. Aku jadi tidak enak hati"
"Sama sekali tidak repot, aku justru senang bisa merayakan uang tahun mu. Kecuali jika kau merasa terganggu hahaha.... "
Marisa tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya.
"Terimakasih Abrian, aku cukup terkejut jika kau tahu hari lahir ku"
"Itu bukan hal sulit untukku,
Sekarang waktunya kau membuat harapanmu... Make a wish" Perintah Abrian.
Marisa mengangguk dan mulai menutup matanya.
Abrian pun ikut diam sembari menatap wajah cantik di depannya.
Marisa pun mengatakan seluruh harapannya di dalam hati.
Ya Tuhan... Aku harap di umurku yang ke 29 tahun ini aku bisa menentukan pilihan ku sendiri tanpa halangan apapun...
Aku harap kebahagiaan sebentar lagi datang menjemputku...
Aku harap Devano selalu bahagia jika suatu saat nanti aku sudah memutuskan keinginanku.
Dan....
Aku harap Galvin juga mendapatkan kebahagiaan agar kami bisa tenang di jalan masing-masing.
"Amien.... "
"Sudah??" Tanya Abrian.
"Sudah"
"Karna kau tidak bisa meniup lilinnya, maka aku yang akan meniupnya sebagai pengganti dirimu"
Piuhh....
Air mata Marisa pun lolos seiring padamnya lilin tersebut.
Abrian menatap sendu wajah cantik yang menangis menahan rasa sakit yang sudah tak tertahankan.
Marisa berusaha menghapus air matanya, akan tetapi tangisnya justru semakin deras dan tak bisa dihentikan. Hatinya serasa berdenyut nyeri dan sangat perih.
Marisa mencoba menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan hingga ponsel yang ia pegang jatuh di atas kasur, Marisa merasa malu dengan Abrian tetapi ia juga tidak bisa berhenti menangis.
"Hiks..... Hiks.... Kenapa... Sulit... Sekali... Hiks.... "
Abrian mengelus layar ponsel nya yang berwarna hitam, dirinya hanya bisa mendengar suara tangis Marisa tanpa bisa melihat wajah penuh luka itu, sudah hampir setahun dirinya menjadi rekan bisnis Marisa. Ia sudah cukup tau kehidupan wanita ini dari beberapa penyelidikan yang ia lakukan secara diam-diam.
Wanita cantik dan lemah lembut ini berhasil membuat Abrian jatuh cinta tanpa Marisa ketahui, perhatian serta dukungan Abrian tak membuat Marisa goyah untuk berpaling dari Galvin.
Marisa tetap setia menunggu suaminya meski Galvin tak pernah memperhatikan Marisa sedikitpun.
Tangisan Marisa perlahan mulai mereda, ia menghapus sisa-sisa carikan di pelupuk matanya dan kembali memegang ponsel yang masih terhubung panggilan video.
Senyum pun Marisa tampilkan seakan mengatakan jika dirinya baik-baik saja.
"Maaf, aku malah jadi menagis" Ucap Marisa sambil tertawa kecil.
"Tidak apa-apa, aku tidak akan mengejek mu" Balas Abrian, mereka pun tertawa kembali.
"Oh iya, kau ingin hadiah apa dariku?"
"Emm... Apa ya?" Ucap Marisa berpura-pura berpikir.
"Aku ingin perusahaan mu mempromosikan lagi makanan di cafe ku"
Jawaban Marisa membuat Abrian tergelak, abrian memang seorang CEO di perusahaan stasiun televisi. Tahun lalu Marisa mulai mempromosikan produk kue yang ia buat melalui salah satu televisi.
Namun saat kontrak Marisa sudah habis Abrian justru menawarkan kontrak baru dengan syarat cafe Marisa setiap tiga kali dalam seminggu harus mengirimkan beberapa makanan untuk para karyawannya. Bukan tanpa alasan abrian melakukan ini, tentu karna dirinya ingin selalu terikat dengan Marisa.
Sama halnya dengan marisa yang tak menyia-nyiakan hal ini, ia pun menyetujui kontrak itu hingga sekarang.
"Haisss... Kau ini, untuk masalah itu kau tidak perlu khawatir. Kontrak kerjasama seumur hidup pun tak masalah bagiku" Cebik Abrian.
"Aku tidak ingin apa-apa, abrian. Kau membuat kejutan seperti ini saja sudah lebih dari cukup bagiku"
"Syukurlah jika kau senang. Ya sudah kalau begitu istirahat lah ini sudah tengah malam kau seharusnya sudah tidur dari tadi"
"Baiklah, sekali lagi terimakasih Abrian. Aku tidak bisa membalas kebaikan mu, selamat malam"
"Ya, selamat malam juga"
Baru saja Marisa akan mematikan telpon tiba-tiba saja Abrian memanggil namanya.
"Marisa tunggu...!!"
"Iya Abrian, ada apa?"
Abrian tak langsung menjawab, entah kenapa dia sangat sulit mengatakan sesuatu yang sangat ingin ia lontarkan.
Lidahnya mendadak kelu dan tenggorokan nya terasa tercekat.
"Abrian??"
"Hah?? O-oh... T-tidak ada apa-apa. Segera lah matikan telponnya dan tidur"
"Baiklah... "
Marisa pun mengakhiri telpon tersebut, ia pun lantas kembali meletakkan ponsel dan berbaring untuk memulai tidur paginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Anisatul Azizah
Brian ayo maju terus langsung aja lamar depan lakinya🤣
2024-04-22
0
Anisatul Azizah
Galvin, gpp g merhatiin istri.. biar diperhatikan laki2 lain aja🙄
2024-04-22
0
Ratna Ningsih
orang klw sudah tiada baru terasa.... galvin kamu blm merasa kehilangan ya.... kamu klw sudah jauh dari Marisa baru tau rasa lho....
2023-04-16
1