Kunjungan pertama

Rumah bergaya minimalis, tidak terlalu besar. Halaman tampak bersih, bunga tersusun dengan rapih. Sangat bisa di baca kalau sang pemilik rumah sangat rajin. Teras yang unik, di bawahnya terdapat kolam ikan, walau pun Bima anak orang kaya raya, tetapi ia juga takjub melihat rumah Maudy. Berbeda dengan rumah lainnya.

Pasti ibunya galak!

"Bim, ayo?" Ajak Kiki yang melihat Bima melamun. Maudy lebih dulu masuk kerumahnya dan memberi tau ibunya kalau teman-temannya sudah datang.

"Kita balik aja yuk. Aku malu!"

"Bim, gila kamu ya!" Setengah berbisik.

"Kalian nunggu apa? Ayo masuk." Maudy berdiri dengan tangan yang bertengger di pinggang.

Nah kan, anaknya aja galak pasti ibunya juga. Bergumam sendiri.

"Assalamu'alaikum." Dengan kompak mengucap salam.

"Walaikumsalam. Kiki, apa kabar?" Menyambut kedatangan Kiki. Lalu Bima? Ya jelas hanya nunduk.

"Sehat, Tante sediri gimana?"

"Alhamdulillah, sehat juga. Tante udah buat cemilan buat kalian, ayo di makan." Tawarnya ramah.

"Makasih banyak Tante, repot-repot segala." Mencoba jaim.

Jelas kan, aku di kacangin. Mau ngomong juga bingung, mau ngomong apa coba?

"Tante tinggal ke belakang dulu ya." Pamit, dan tersenyum ramah.

Maudy mengganti bajunya terlebih dahulu. Dengan memakai celana Jogger selutut, kaus lengan tiga perempat. Dan rambut ia kuncir tinggi. Menampakan leher jenjangnya yang putih dan mulus.

"Bu, masak apa? Biar mereka juga ikut makan, lagian laper belum pada makan pulang sekolah."

"Ini masak daging rendang, sama tauco udang. Sebentar lagi matang, sengaja ibu masaknya agak siang, supaya bisa menyantap pas lagi hangat." Mengaduk masakan yang sudah hampir matang.

"Wah, mantap." Mengacungkan kedua jempol nya.

Kini Maudy yang sibuk dengan membuat es serut untuk di hidangkan kepada tamu, eh pada pacar yang baru sekali ini datang kerumah tentunya.

"Sst. Maudy!" Melirik ke arah depan, berharap temannya tidak mendengar.

"Apasih bu?"

"Itu siapa? Laki-laki yang ikut datang." Tanya ibunya penasaran.

"Oh itu, Bima bu. Bima anaknya Adi Nugroho, yang punya mall dan perusahaan terbesar di kota dan negeri ini." Menjawab dengan santai, dan mengaduk es yang siap di hidangkan.

"Apa? Masak sih? Kok nunduk mulu? Emang ibu seram ya?" Memegang wajahnya yang masih mulus walau di usia 40 tahun.

"Haha, enggak lah bu. Ibu cantik, enggak seram kok, cuma galak." Ibunya bersiap melempar bawang. "Dia pemalu bu orangnya, dan dia pacar Maudy loh." Berbisik lalu pergi meninggalkan ibunya, dengan mulut terbuka. Tak percaya dengan perkataan anaknya.

"Maudy jangan macam-macam. Nanti ayah kamu tau, bisa di pasung kamu."

Maudy hanya tersenyum mendengar ucapan ibunya.

Maudy berdehem karena kedatangannya tak disadari oleh dua manusia yang asik dengan ponselnya masing-masing.

"Ehem."

Melirik ke arah Bima. Mencoba melihat sang pujaan hati lagi melihat apa di ponselnya.

"Eh, tuan rumah udah datang. Wah ada es serut." Kiki bersemangat.

"Norak orang kaya lihat es serut aja udah girang."

"Ya ampun Dy, wajar lah. Kalau di rumah mana mungkin boleh minum begini sama papa aku." Langsung menuangkan satu gelas penuh untuknya.

Maudy juga menuangkan ke gelas untuk Bima.

"Bim?" Panggilnya melihat Bima yang masih acuh.

"Di minum dulu ini. Apa kamu enggak haus akan di interogasi ibu nanti." Melirik Kiki yang tersenyum sambil meneguk minumannya.

"Sayang, jangan gitu aku gerogi."

"Sayang? Siapa yang namanya sayang?" Ibu Irma datang membawa mangkuk berisi daging rendang dan tauco. Masih mengepul asap tanda bahwa makanan baru matang.

Ha? Bagaimana ini.

"Hehe, enggak bu." Bima yang nafasnya naik turun tidak teratur.

Ikut duduk dengan anak remaja. Tepatnya duduk di samping Maudy yang berhadapan langsung oleh Bima.

"Cie manggilnya udah ibu." Kiki mulai dengan jurus kompornya.

Maudy membulatkan matanya dan menatap Kiki. Karena ia tau, Bima mulai berkeringat dingin.

"Ya udah ayo makan." Mengalihkan perhatian, agar ibunya tidak membahas lagi.

"Nama kamu siapa?" Ternyata salah, bahkan ibu sudah tau, tapi masih bertanya.

"Saya ya bu? Eh Tante." Menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Enggak apa-apa kalau mau panggil ibu, biar lebih akrab dan romantis." Tersenyum.

Ibu ngomong apa sih. Batin Maudy.

"Saya Bima bu."

"Kata Maudy kamu anaknya pak Adi Nugroho ya? Yang punya mall dan perusahaan otomotif dan rokok?"

Ya ampun sayang, sebenarnya kamu bilang apa sih ke ibu kamu.

"Iya bu."

"Oh. Kenapa mau bergaul dengan Maudy yang hanya anak seorang PNS?" Masih lanjut sesi tanya jawab. Keburu makanannya dingin toh bu.

Kiki dan Maudy hanya saling lirik.

"Aku enggak pernah memandang itu semua bu. Bagiku selama temannya menyenangkan kenapa tidak?" Kali ini ia menjawab dengan santai.

"Teman? Tapi kata Maudy kamu pacarnya?"

Kiki, Maudy, dan Bima kaget. Bima menarik nafasnya, dadanya mulai sesak.

"Bu, udah lah. Ayo kita makan." Maudy mencoba untuk menegur ibunya dengan mengalihkan pembicaraan.

"Ya udah. Eh iya piringnya belum di bawa. Ibu ambil dulu ya." Berdiri meninggalkan mereka.

Ting..

Bunyi pesan di ponsel Maudy.

"Kamu nyebelin hari ini, nyebelin banget."

Ternyata Bima yang mengirim pesan.

"Kamu suka kan?" Maudy membalas, menggunakan emoticon cium di ujung kalimat.

"Iya aku suka! Sangking sukanya, aku enggak suka ada yang deketin kamu, pertama Andi, lalu abang-abang tadi yang didepan rumah kamu. Ah nyebelin!! Mau cium."

Mengirim lagi.

"Nanti aku cium di depan ibu ya." Membalas lagi.

Terus saja sampai ibunya kembali dengan membawa nasi dan piring. Barulah mereka meletakkan ponselnya.

Memakan dengan hening, ada yang jaim? Siapa? Bima lah. Makannya sedikit banget, baru sekali suap, minum, begitu seterusnya. Maudy tau kalau masakan ibu ini pedas, makannya Bima lebih dulu mengabiskan air dari pada nasinya. Untungnya bersikap sok jaim, kalau ngambil banyak bisa keluar api telinga Bima.

"Bima kenapa? Masakan ibu pedas ya?" Tanya ibu Irma.

"Hehe, iya bu. Bima suka pedas kok bu."

Bohong dia Bu!

Kembali melanjutkan makannya. Setelah selesai Kiki membantu membereskan piring, dan segera mencucinya. Bersama Maudy mereka berjalan ke belakang, meninggalkan ibu dan Bima.

"Bima?" Panggil ibunya Maudy.

"Eh iya bu." Masih tersenyum dengan wajah yang memerah.

"Kamu memang dekat dengan Maudy?" Masih diam, dan menunduk.

"Ibu enggak apa kok. Asalkan kalian tau batasan, sebenarnya Maudy itu belum boleh pacaran, tapi nyatanya ia juga tetap fokus belajar. Jadi ibu enggak masalah. Lagian kalau kamu siap dengan Maudy, berarti kamu juga harus siap di tinggal nantinya." Mencoba menjelaskan dengan nada selembut mungkin.

"Ditinggal, maksud ibu? Maaf bu aku lancang bertanya."

"Hem, iya. Adik ibu yang paling kecil kan ada di luar negeri, disana kehidupannya lumayan, dia punya usaha. Dan sejak SMP om nya sudah berjanji akan membiayai kuliah Maudy, tapi dengan syarat Maudy harus tinggal disana, sekalian bantu-bantu usaha restorannya. Karena Maudy juga tidak menolak, tentu kami mendukung. Lagian, kalian juga kan masih muda, perjalanan juga masih panjang."

Bima sangat syok mendengarnya.

"Iya bu aku ngerti kok."

"Kamu kalau mau main kesini enggak apa lagi, anggap aja ibu seperti ibu mu. Dulu, ibu juga pernah bekerja di kantor papa kamu, tapi karena ibu mulai hamil adiknya Maudy, ibu mengundurkan diri, itu juga kemauan ayahnya."

"Wah, jadi ibu pernah bekerja disana?" Ibu Irma mengangguk dan tersenyum.

Entah apa yang mengubah Bima dalam hitungan menit ini, ia merasa nyaman berbicara dengan bu Irma. Seperti bicara dengan mamanya sendiri. Banyak pembahasan yang ia bicarakan, mulai dari papanya yang suka ngatur, yang begini yang begitu, sehingga sulit untuk Bima menemukan teman yang tepat. Sejak SD setiap pulang sekolah harus di jemput supir, langsung pulang ke rumah belajar. Tidak ada kata bermain seperti yang lain. Setelah menginjak SMA barulah ia berani berontak, tidak ada supir yang mengantar.

Karena ia juga enggak mau, siswa yang lain tau kalau dia adalah anak dari Adi Nugroho.

Setiap pulang sekolah, sampai saat ini. Selalu di larang kemana pun. Dan hari ini, Bima akan menanggung resiko akan di marahi lagi. Tapi dia berdoa semoga papanya tidak makan siang di rumah. Jadi enggak tau kalau Bima pulang telat.

"Jadi begitu, pantas saja kamu susah bergaul, pemalu." Manggut-manggut setelah tau kenyataan yang di ceritakan oleh Bima.

"Kalau sifat ku yang pemalu sih katanya nurun mama bu."

"Cie yang ngobrol sama calon." Ternyata Kiki dan Maudy telah kembali dari dapur.

"Eh iya. Ya udah ibu mau keluar ya sebentar, ada yang mau di beli. Kalian nanti aja pulangnya." Pamit untuk pergi ke pasar.

"Hati-hati Tante." Kiki melambaikan tangan.

"Heh Bim, masak enggak bilang hati-hati sih ke calon." Ejeknya.

"Apaan sih Ki." Mereka berbincang, membahas guru dan murid yang ada di sekolah, mana yang menurut mereka baik dan mana yang tak baik.

Bima hanya diam, tak ikut berkomentar, wajahnya sendu.

"Kamu kenapa sih Bim?" Maudy menegur.

"Enggak apa kok. Oh iya Ki, kamu masih lama disini? Aku balik duluan ya?" Maudy menatap tidak suka.

"Dasar anak mama!" Celetuk Kiki.

"Kamu kan tau Ki, keluarga aku gimana!" Tak terima di ejek dengan sebutan itu.

"Aku pamit ya, nanti sampaikan salam ku sama ibu." Berdiri dan mengambil tasnya. Berjalan keluar dan kembali menggunakan sepatu sekolahnya.

"Bim tunggu." Menarik tangan Bima.

"Apa ibuku ada ngomong sesuatu yang nyakitin kamu ya? Maaf ya, ibu memang begitu, tapi hatinya baik kok." Raut wajah khawatir jelas terpancar dari wajah Maudy.

"Enggak ada kok, udah. Nanti kamu jangan keluar lagi ya, langsung istirahat aja di dalam. Jangan ikut gabung sama mereka yang disana." Menunjuk sekumpulan anak lajang yang bermain gitar.

"Iya,iya. Tapi Bim. Tunggu lah sebentar lagi!!" Merengek dan menggoyangkan lengan Bima.

"Woy Bim. Kamu mau pulang naik apa? Enggak asik banget sih, nanti aku antar kamu pulang lah. Sebentar lagi supir aku jemput." Kiki berdiri di depan pintu.

Bima terdiam nampak menimang permintaan orang yang di sayang dan teman yang di sayang.

Tanpa menjawab kembali membuka sepatunya dan masuk ke dalam. Meninggalkan Maudy dan Kiki yang masih terdiam.

"Kenapa?" Tanya Kiki tanpa bersuara, hanya mengode dengan mulutnya.

Maudy menggelengkan kepalanya.

Jam menunjukan pukul setengah 2 siang. Mereka yang menguap karena mengantuk, sehabis makan, belum lagi cemilan yang di sediakan.

Maudy berinisiatif mengambil bantal sofa, dan melemparnya untuk mereka kenakan mengganjal kepala. Sama-sama terdiam dan berbaring sesuka hati, di karpet lembut milik Maudy. Kipas angin sengaja ia arahkan dan tak di putar, membuat mata semakin menutup dengan rapat.

Dua jam kemudian ibu pulang dari pasar membawa dua plastik penuh berisi sayur dan kebutuhan dapur lainnya.

"Ya ampun. Pada tidur ternyata." Kembali berjalan masuk dan ke dapur menyusun belanjaannya.

Sungguh nyenyak yang tidur. Sampai sore belum bangun juga.

"Bu, ayah pulang." Ucap ayahnya yang baru saja hendak masuk ke dalam. Setelah beberapa langkah masuk.

"Ya ampun, anak siapa ini pada terlantar disini." Masuk dan mencari keberadaan istrinya.

"Bu, itu siapa yang tidur? Kok ada laki-laki juga?" Tanyanya. Menyerahkan tas kerjanya kepada istri tercinta.

"Sstt. Ayah, sini deh." Ibu mulai menceritakan siapa Bima dan tentunya hubungannya dengan anaknya, awalnya ayahnya merasa risau kalau Maudy sudah mulai berani pacaran. Tapi ibu mengingatkan bahwa tak sampai setahun lagi Maudy akan berangkat keluar negeri.

"Jadi dia anak bapak Adi Nugroho?" Masih tidak percaya.

"Iya yah."

"Peringatkan sama Maudy bu. Jangan terlalu dekat, masih sekolah."

Berjalan memasuki kamar mandi, untuk membersihkan diri.

Mereka yang tertidur menggeliat, mencium aroma masakan yang sedang di masak oleh ibu Irma.

Bima terbangun dan melihat jam di ponselnya. Tapi, pandangannya teralih dengan beberapa panggilan tak terjawab. Ternyata ibunya sudah menelfon sebanyak 20 kali. Dan begitu banyak pesan yang masuk, mulai dari bertanya kenapa belum pulang? Bima dimana? Dan seterusnya yang berujung dengan kekhawatiran. Tentu Bima tak mendengar karena ponselnya masih ia silent kan.

Ya ampun, udah jam 4?

Kaget dan langsung terduduk.

"Ki, bangun Ki!!" Masih menggeliat.

"Ki, udah Maghrib!!" Spontan Kiki membuka matanya.

"Jam berapa Bim?" Mengucek matanya yang belum sempurna untuk melihat.

"Jam 4." Ucapnya datar.

Kiki kembali memejamkan matanya.

"Ki bangunlah. Mama aku udah nyariin!!"

Ibu dan ayah Maudy mendengar kalau mereka sudah bangun langsung bergegas untuk melihat.

"Sudah bangun?" Ucap ibu dengan santai. Dan di iringi ayah Maudy berdiri di samping ibu Irma.

Kiki langsung membuka mata. Menatap Bima lalu menatap ibu Irma.

"Eh om." Langsung duduk. "Om udah pulang? Maaf ya Tante om, keenakan tidur disini." Malu, segan, ya itu lah yang mereka rasakan saat ini.

"Enggak apa-apa. Tapi orang tua kalian apa enggak nyariin?" Ucap Subiyanto, ayah Maudy.

Bima dan Kiki saling pandang.

"Enggak om. Tadi udah pamitan." Kiki yang mewakili karena tau Bima akan sangat canggung berada di posisi ini. Lebih baik berbohong, pikirnya.

Maudy juga terbangun setelah mendengar suara ayahnya.

"Ini dia ketuanya udah bangun." Ucap sang ayah dan melipat kedua tangannya di dada.

"Ayah, ayah udah pulang." Mencoba mengambil kesadaran nya kembali setelah beberapa jam tertidur.

Mereka sudah siap untuk pamit pulang. Karena hari sudah sore, bahkan orang tua di rumah pun sudah menunggu anaknya pulang.

"Om pamit ya." Menyalim tangan ayah Maudy.

"Tante, Kiki pulang ya. Makasih udah di masakin yang enak."

"Iya, sering main kesini ya." Mengulurkan tangannya.

Kini giliran Bima yang harus pamit. Jelas tangannya bergetar.

"Om pamit ya." Ikut menyalim tangan seperti yang di lakukan Kiki.

"Bu, aku pulang. Makasih ya bu."

Ibu Irma mengangguk.

"Jangan kapok ya main kesini." Bima mengangguk dan tak berani menatap ayah Maudy yang sedari tadi menatapnya.

Maudy hanya diam melihat Bima.

"Dy, kami balik ya." Melambaikan tangan dan masuk ke dalam mobil.

Maudy berdiri memandang hingga mobil hilang setelah memasuki jalan raya.

"Dy, sini ayah mau ngomong."

Pasti ibu sudah cerita, ah enggak asik. Pasti bakal di sidang.

"Iya yah."

Menurut dan duduk di hadapan ayahnya.

"Benar yang di katakan ibumu?"

Apa! Benarkan, ibu!!

Melirik ke arah ibunya yang merasa tidak bersalah. Hanya tersenyum dan memainkan kedua alisnya.

"Iya ayah. Tapi Maudy janji akan tetap fokus belajar kok."

"Bisa di pegang janji kamu?"

"Iya yah. Janji."

Ayahnya berdiri meninggalkan ibu dan anak yang masih terduduk.

"Pasti ibu kan?"

Ibu hanya mengangkat bahu dan ikut pergi bersama ayahnya.

___

Terpopuler

Comments

🖤Rima Edi🖤

🖤Rima Edi🖤

hadirr

2022-03-18

0

Novi Azza😍😍😍😍

Novi Azza😍😍😍😍

aku mampir tgor💪💪💪💪💪

2021-10-10

1

lihat semua
Episodes
1 Pengenalan tokoh
2 Kunjungan pertama
3 Keegoisan papa
4 Berkunjung kerumah Bima
5 Hukuman untuk Bima
6 Air mata Maudy
7 Menjauhi Bima
8 Peluk aku
9 Suasana baru
10 Bapak Adi Nugroho
11 Hadir ke acara tunangan
12 Kabar duka
13 Kebohongan Maudy
14 Aku cinta kamu
15 Menjadi remaja sesungguhnya
16 Gara-gara mimpi
17 Lagi-lagi Bima
18 Bala bantuan untuk Bima
19 Hanya milikku
20 Mencoba berdamai dengan papa
21 studi tour
22 studi tour 2
23 Maafkan aku ayah
24 Tangis di perpisahan
25 Hari tanpa Bima
26 Apa ini kejutan?
27 Permintaan Bima
28 Kado terindah
29 Malam terakhir Maudy
30 Perpisahan vs Pernikahan
31 Kehidupan di luar negeri
32 Aku bosan
33 Hari yang di tunggu
34 Akibat jual mahal
35 Penuh dengan drama
36 Penuh dengan drama part 2
37 Bima, aku rindu
38 Apakah ini perpisahan?
39 Bukan Bima
40 Kabar baik atau duka
41 Bertemu lagi
42 Pelukan hangat
43 Pelukan hangat 2
44 Terimakasih kabut
45 Pertunangan yang mendadak
46 Kesakitan ini nyata
47 Kecemburuan!
48 Perasaan mama
49 Kemurkahan papa
50 Kemurkahan papa 2
51 Selamat tinggal negara persinggahan
52 Bukan kejutan
53 Luna mati kutu
54 Scandal atau sandal?
55 Aku juga sudah menolak
56 Masih tentang sandal
57 Lamaran???
58 Semuanya berjuta-juta?
59 Akhirnya aku di lamar
60 Berkunjung kembali
61 Maaf
62 Balas dendam
63 Balas dendam 2
64 Nikah???
65 Jadi malam itu sama-sama mabuk
66 Aku mau nikah
67 Jadi, Ilham itu kucing??
68 Datang ke pernikahan mantan
69 Fitting baju
70 Curiga
71 Haruskah batal nikah?
72 Papa setuju??
73 Tentang papa
74 Tiga hari lagi
75 Motor baru untuk Tisha
76 Sudah sah!!
77 Siang pertama bukan malam pertama
78 Siapa Winda?
79 Bulan madu
80 Bulan madu 2
81 Bulan madu 3
82 Emosi Bima
83 Dia istriku!
84 Gara-gara mobil
85 Kenapa harus ada dia??
86 Salah siapa?
87 Harus patuh
88 Kamar baru
89 Sensitif
90 Maudy jatuh sebuah keberuntungan
91 Berita gembira seluruh karyawan
92 Kelicikan Bima
93 Sun dan Ilham
94 Resepsi
95 Ada dua janin
96 Ayah sakit
97 Kemana Kiki?
98 Pergi atau tidak
99 Bima tau semuanya
100 Wanita penganggu
101 Bima hilang
102 Tragedi kecelakaan pesawat (Bima di temukan)
103 Doa untuk Bima
104 Kebaikan keluarga bapak Adi
105 Bima mulai pulih
106 Kepulangan Bima
107 Jangan memaksakan keadaan
108 Bima mulai panik
109 Aku cemburu
110 Edi si rambut klimis
111 Sembuh total
112 Baby Wini
113 Hari pertama di kantor
114 Hari pertama di kantor 2
115 Acara tujuh bulan
116 Bimbang
117 Pulang kerumah ibu
118 Terpaksa tidur di hotel
119 Harusnya Revan ikut
120 Kenapa semua lelaki sama?
121 Siapa yang salah?
122 Usaha Bima
123 Drama untuk mertua
124 Hantunya Bima
125 Jadi begitu
126 Kabar duka
127 Hubungan rumit
128 Hubungan rumit 2
129 Hubungan rumit 3
130 Bima sakit
131 Baby Endah dan Gio
132 Revan atau Niko?
133 Resiko seorang papa
134 Siapa R?
135 Orang baik
136 Kenangan membuat sakit
137 Aku milikmu
138 Kedua pasangan bulan madu
139 Selamat jalan mantan
140 Bahagia! Finally
141 Bonus chapter
142 Haiiiiii ada yang baru niiihh
Episodes

Updated 142 Episodes

1
Pengenalan tokoh
2
Kunjungan pertama
3
Keegoisan papa
4
Berkunjung kerumah Bima
5
Hukuman untuk Bima
6
Air mata Maudy
7
Menjauhi Bima
8
Peluk aku
9
Suasana baru
10
Bapak Adi Nugroho
11
Hadir ke acara tunangan
12
Kabar duka
13
Kebohongan Maudy
14
Aku cinta kamu
15
Menjadi remaja sesungguhnya
16
Gara-gara mimpi
17
Lagi-lagi Bima
18
Bala bantuan untuk Bima
19
Hanya milikku
20
Mencoba berdamai dengan papa
21
studi tour
22
studi tour 2
23
Maafkan aku ayah
24
Tangis di perpisahan
25
Hari tanpa Bima
26
Apa ini kejutan?
27
Permintaan Bima
28
Kado terindah
29
Malam terakhir Maudy
30
Perpisahan vs Pernikahan
31
Kehidupan di luar negeri
32
Aku bosan
33
Hari yang di tunggu
34
Akibat jual mahal
35
Penuh dengan drama
36
Penuh dengan drama part 2
37
Bima, aku rindu
38
Apakah ini perpisahan?
39
Bukan Bima
40
Kabar baik atau duka
41
Bertemu lagi
42
Pelukan hangat
43
Pelukan hangat 2
44
Terimakasih kabut
45
Pertunangan yang mendadak
46
Kesakitan ini nyata
47
Kecemburuan!
48
Perasaan mama
49
Kemurkahan papa
50
Kemurkahan papa 2
51
Selamat tinggal negara persinggahan
52
Bukan kejutan
53
Luna mati kutu
54
Scandal atau sandal?
55
Aku juga sudah menolak
56
Masih tentang sandal
57
Lamaran???
58
Semuanya berjuta-juta?
59
Akhirnya aku di lamar
60
Berkunjung kembali
61
Maaf
62
Balas dendam
63
Balas dendam 2
64
Nikah???
65
Jadi malam itu sama-sama mabuk
66
Aku mau nikah
67
Jadi, Ilham itu kucing??
68
Datang ke pernikahan mantan
69
Fitting baju
70
Curiga
71
Haruskah batal nikah?
72
Papa setuju??
73
Tentang papa
74
Tiga hari lagi
75
Motor baru untuk Tisha
76
Sudah sah!!
77
Siang pertama bukan malam pertama
78
Siapa Winda?
79
Bulan madu
80
Bulan madu 2
81
Bulan madu 3
82
Emosi Bima
83
Dia istriku!
84
Gara-gara mobil
85
Kenapa harus ada dia??
86
Salah siapa?
87
Harus patuh
88
Kamar baru
89
Sensitif
90
Maudy jatuh sebuah keberuntungan
91
Berita gembira seluruh karyawan
92
Kelicikan Bima
93
Sun dan Ilham
94
Resepsi
95
Ada dua janin
96
Ayah sakit
97
Kemana Kiki?
98
Pergi atau tidak
99
Bima tau semuanya
100
Wanita penganggu
101
Bima hilang
102
Tragedi kecelakaan pesawat (Bima di temukan)
103
Doa untuk Bima
104
Kebaikan keluarga bapak Adi
105
Bima mulai pulih
106
Kepulangan Bima
107
Jangan memaksakan keadaan
108
Bima mulai panik
109
Aku cemburu
110
Edi si rambut klimis
111
Sembuh total
112
Baby Wini
113
Hari pertama di kantor
114
Hari pertama di kantor 2
115
Acara tujuh bulan
116
Bimbang
117
Pulang kerumah ibu
118
Terpaksa tidur di hotel
119
Harusnya Revan ikut
120
Kenapa semua lelaki sama?
121
Siapa yang salah?
122
Usaha Bima
123
Drama untuk mertua
124
Hantunya Bima
125
Jadi begitu
126
Kabar duka
127
Hubungan rumit
128
Hubungan rumit 2
129
Hubungan rumit 3
130
Bima sakit
131
Baby Endah dan Gio
132
Revan atau Niko?
133
Resiko seorang papa
134
Siapa R?
135
Orang baik
136
Kenangan membuat sakit
137
Aku milikmu
138
Kedua pasangan bulan madu
139
Selamat jalan mantan
140
Bahagia! Finally
141
Bonus chapter
142
Haiiiiii ada yang baru niiihh

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!