Dia Bimaku
Maudy Ambar sari. Seorang gadis berkulit putih bersih, tinggi hidung mancung. Tetapi tidak suka berdandan, ia sedikit tomboy. Cantiknya natural tanpa make up, termasuk lipstik sekali pun. Berasal dari keluarga sederhana yang tidak kekurangan. Ayahnya adalah seorang PNS, dan ibunya hanya ibu rumah tangga. Maudy adalah anak pertama dari dua bersaudara.
Bima Adi Nugroho. Putra dari bapak Adi Nugroho, pemilik perusahaan di berbagai negara. Bima adalah anak kedua dari dua bersaudara. Bima seorang lelaki tampan yang nyaris sempurna, tetapi hatinya lembut, pendiam dan sangat pemalu. Berbeda dengan anak orang kaya lainnya. Bima adalah kekasih dari Maudy Ambar sari.
Pagi ini, sebelum bel sekolah berbunyi.
"Sayang, kamu udah sarapan tadi? Aku bawa roti nih." Duduk di kursi yang ada di bawah pohon di area sekolah.
"Udah kok Bim. Ibu tadi buatkan nasi goreng."
"Huh aku cariin ternyata disini ya kalian."
Kiki, ya itu adalah sahabat dekat Maudy, dan tentunya sahabat juga dengan Bima. Hanya dengan Kiki lah Bima mau berinteraksi seperti biasa. Mungkin karena sifatnya yang cenderung pendiam jadi tidak terlalu banyak dekat dengan orang lain.
Bima berpacaran dengan Maudy juga karena sebelumnya sudah mengenal, yakni satu kelas sewaktu masih SD. Selain Maudy anak yang periang juga banyak teman, banyak menyukai, hal ini sangat berbanding terbalik oleh sifat Bima. Bima yang buncin akut, sangat cemburuan. Tetapi Maudy tidak keberatan dengan itu semua, bahkan ia merasa senang kalau tiap hari Bima harus cemberut ketika teman lelaki yang lain menyapa Maudy.
"Bel sebentar lagi berbunyi, kita ke kelas aja lah, ayo?" Berdiri menunggu dua pasangan ini duduk dengan santainya.
"Bentar lagi lah Ki, aku masih makan roti." Bima melahap roti coklat yang di bawakan mamanya.
"Hei, Hem Maudy nanti kita ada rapat OSIS ya, soalnya kita harus menyusun anggota OSIS yang baru, dan melepas jabatan kita."
Andi, keren tampan. Dan menyukai Maudy tentunya, seorang ketua OSIS disekolah, dan Maudy sebagai bendaharanya. Karena saat ini mereka baru saja naik ke kelas 3 SMA. Maka harus berganti jabatan pengurus OSIS dengan yang baru.
"Iya siap. Selesai istirahat atau gimana?" Masih setia duduk di sebelah Bima. Bima hanya menunduk mengunyah roti miliknya.
"Belum tau sih. Nanti aku kabarin deh ya."
"Ok." Dan melirik ke arah Bima. Setelah Andi pergi barulah Bima mendongakkan wajahnya.
"Senang banget kelihatannya si Andi kalau udah mau rapat OSIS. Pasti karena ada Maudy." Kiki mulai mengompori.
"Mulut kamu mau aku sumpal pake roti ini Ki?"
"Becanda lah Bim ah." Maudy hanya tersenyum dan geleng-geleng. "Tuh bel udah bunyi, ayo ah masuk." Menarik tangan Maudy dan meninggalkan Bima yang juga belum selesai mengunyah roti.
"Sayang." Mendengus karena di tinggal.
Pelajaran di mulai. Seperti biasa, Maudy menjawab semua pernyataan yang bagi siswa lain sulit, kalau baginya mah kecil.
"Kenapa?" Melihat Bima yang dari tadi menunjukan wajah dinginnya.
Marah sama kamu!! Dalam hati tentunya.
"Ya udah kalau enggak mau jawab."
"Ah sayang! Kenapa tadi ninggalin aku sih." Akhirnya tak tahan mendiamkan Maudy.
"Ya ampun sayang. Kan bisa ngejar tadi!!"
"Au ah!!" Kembali menulis.
Maafkan aku ya Bima sayang. Apa aku harus mohon begitu? Baiklah.
"Maaf ya sayang ya. Jangan cemberut nanti hilang deh gantengnya." Merayu, agar Bima kembali tersenyum.
Satu, dua, tiga. Benar saja sang pujaan hati menoleh.
"Enggak mau di tinggal lagi."
"Iya iya. Sekarang belajar yang fokus, kita hanya sebentar lagi ada di bangku sekolah ini."
Bahkan ya Bima aja duduk enggak mau pisah dengan Maudy. Tapi ya maklum, yang lain juga sudah tau kalau mereka pacaran. Hanya Kiki kadang yang merasa terusik karena hanya menjadi obat nyamuk di antara mereka.
Pelajaran berakhir, waktu mereka mengisi perut dengan jajanan kantin. Kantinnya mewah loh, maklum juga ya sekolah elit. Walau keluarga Maudy tidak sekaya sepeti teman yang lain, termasuk Bima. Tapi Alhamdulillah, ayah dan ibunya mampu untuk menyekolahkan anaknya di tempat ini, itu juga terbantu dengan beasiswa yang selalu Maudy dapatkan. Belajar dan belajar selalu ia lakukan, tak lupa juga dengan pacaran.
"Maudy, setelah ini kita rapat di aula ya, kamu enggak perlu masuk ke kelas lagi." Andi datang bersama teman-temannya.
Sok ngatur kayak guru! Protes Bima dalam hati.
"Oh gitu ya udah." Memberi senyum termanisnya.
"jangan senyum!" Bisik Bima.
"Duluan ya Dy, Ki, Bim." Andi and teh Genk pamit.
"Iya ketua." Kiki menjawab.
"Iya ndi." Maudy melambaikan tangan.
"Hem." Dan apa? Bima hanya berdehem dengan sewotnya.
"Ngapain sih mesti senyum segala." Menggerutu enggak jelas.
"Mulai deh kan."
"Tau, napa sih Bim. Syirik amat, itu tandanya Maudy ramah."
"Ya ya ya ya." Kembali menyantap mie goreng miliknya.
Maudy bersiap akan ke aula. Maudy berpesan pada Kiki untuk memantau Bima, agar dia belajar dengan serius.
"Jangan senyum sama yang lain, ingat. Duduknya harus jauh sama laki-laki." Kembali memulai bucinnya.
"Udah ayo masuk jangan lebay!" Menarik tangan Bima. "Dan kamu Maudy, cepat ke aula." Mencoba berakting seperti guru.
"Iya bu siap. Oh iya, nanti pulang sekolah kerumah aku ya. Ibu ku masak enak." Berjalan pergi meninggalkan Bima dengan beribu kekhawatiran.
"Setelah lulus kamu kuliah dimana Bim?" Sambil berjalan menuju kelas.
"Entah lah, aku sih malas Ki bilang mau kuliah disana, disitu, atau dimana. Toh ujung-ujungnya orang tuaku yang nentuin."
"Protes lah Bim. Kamu kan bukan anak kecil lagi."
"Males!!" Meninggalkan Kiki dan lebih dulu masuk ke kelas.
"Eh Bim. Maudy mana?" Salah seorang siswi centil bertanya.
"Lagi rapat OSIS." Tak mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Boleh duduk Bim?" Diam tak menjawab.
Tanpa menunggu Nina duduk di bangku Maudy.
Hanya melirik dan kembali memainkan ponselnya.
"Bim?"
"Hem?"
"Kamu udah lama ya pacaran sama Maudy?"
Mencoba bertanya.
"Udah." Garuk-garuk kepala karena kalah memainkan permainan.
"Jadi udah ngapain aja?" Memandang Bima.
Apasih yang dibicarakan dia. Batinnya.
"Banyak lah." Kembali memulai permainan di ponsel.
"Ha? Banyak? Apa termasuk itu juga, gila ya Bima. Enggak nyangka padahal kamu pendiam loh!" Nina berteriak dan pandangan seisi kelas tertuju padanya.
"Ups.." Menutup mulutnya dengan tangan.
"Kamu ngapain disitu nin?" Tegur Kiki yang baru saja masuk kedalam kelas.
"Ini loh Ki, Bima katanya udah banyak ngelakuin hal, sama Maudy. Termasuk itu tuh, enggak nyangka ah." Memprovokasi Kiki.
"Ya memang banyak lah."
"Ha? Jadi kamu juga tau?" Kaget yang kedua kali.
Bima cuek aja, tak mendengarkan dan melihatnya.
"Udah sana, mau tau aja urusan orang lain. Sana kamu pacaran aja sama Edi tuh. Kasian dia enggak punya pacar." Menunjuk lelaki berkaca mata dengan rambut klimis seperti pakai minyak goreng.
"Kayak kamu enggak jomblo aja."
"Udah sana, nanti kalau Maudy tau kamu deketin Bima, uwih bisa di tonjok kamu. Apa aku kasih tau aja ya?" Berpura-pura memikir.
"Eh jangan iya iya aku pergi." Takut loh dia, takut sama Maudy. Haha.
"Akhirnya pergi juga nenek sihir."
Menoleh ke arah Kiki.
"Kamu tuh Bim, kalau ada yang deketin jangan diam aja. Usir kek, atau apa kek."
"Malu aku ah mau ngomongnya, segan juga. Jadi aku diamkan aja."
"Simpan ponsel kamu, ada guru datang tuh. Mau aku laporin sama Maudy?"
"Iya, bawel amat sih."
Berpura-pura fokus belajar dan mendengar kan. Padahal sebenarnya di dalam benaknya hanya ada Maudy, Maudy dan Maudy.
Lama banget sih Maudy ih.
Ngapain aja sih rapat aja lama sekali. Apa udah selesai cuma Maudy lagi kumpul sama teman-temannya ya? Semua pertanyaan itu muncul dalam benaknya.
Apa aku permisi aja ya bilang mau ke toilet, biar bisa lihat Maudy, ah tapi aku malu mau bilangnya ke guru.
"Kenapa sih Bim?" Melihat Bima yang gelisah.
"Mau permisi ke toilet, tapi enggak berani." Berbalik badan berbicara dengan Kiki.
"Bima kenapa?" Tegur bu Widya.
"Ah enggak Bu." Menunduk malu menjadi pusat perhatian.
"Mau ke toilet bu, tapi takut dia ngomongnya. Udah kebelet katanya." Seisi kelas tertawa mendengar ucapan Kiki. Begitu juga dengan bu Widya.
"Ya udah Bima kalau kamu mau ke toilet."
"Iya bu." Berdiri dan melirik Kiki dengan tajam.
"Wih serem." Mengejek Bima yang wajahnya memerah.
Bima berjalan dengan santainya sebelum berjumpa dengan orang lain, jelas saat ini sepi karena memang jam pelajaran masih berlangsung.
Clingak-clinguk melihat situasi, Bagas mengintip dari jendela aula, melihat dimana Maudy duduk saat ini.
Ih kok duduknya sebelahan sama Andi sih? Padahal tadi udah di bilang jangan dekat-dekat. Sebal sendiri sampai kepalanya terpentok jendela, sontak satu isi aula melihat ke arah jendela. Bima yang kikuk langsung berjongkok, ia merutuki kebodohannya sendiri.
"Biar aku liat, siapa yang ada disana." Andi berdiri dari duduknya.
"Mungkin orang iseng, udah lanjutkan aja lah rapatnya biar cepat selesai." Maudy melarangnya.
"Oh iya juga. Ya udah kita lanjut ya."
Secepat mungkin Bima berlari untuk kembali ke kelas. Semua tatapan tertuju padanya saat sampai di depan kelas.
"Bima kenapa lama sekali?" Tegur bu Widya.
"Maaf bu." Tidak memberi alasan dan langsung masuk kemudian duduk di bangku, dengan wajah yang sulit di artikan.
Tambah enggak tenang aja aku belajar ah!!!
Tak terasa bel sudah berbunyi, waktunya pulang. Kembali ke rumah masing-masing. Suara ricuh dari setiap siswa dan siswi yang berada di kelas sudah biasa, karena memang begitulah jika sudah waktunya pulang. Ada kegembiraan tersendiri bagi mereka. Tapi tunggu, Maudy juga belum selesai dengan rapat nya.
"Bim, tunggu. Maudy mana?" Berjalan sambil memakai tas gendongnya.
"Apa? Enggak tau, belum siap mungkin." Cuek.
Kalau enggak mikir kamu pacarnya Maudy aja Uda aku getok pake buku. Batin Kiki dengan sebalnya.
"Kita tunggu di depan aja, tadi kan dia ngajak kita main kerumahnya." Manut tanpa menjawab. Duduk dekat pos satpam. Banyaknya siswa lalu-lalang membuat mereka kesulitan melihat Maudy.
Setelah sepi baru lah nampak Maudy berjalan bersama Andi, tertawa kecil, sesekali memukul lengan Andi. Jelas, sangat jelas Bima yang melihat sudah kepanasan.
Masalahnya, sudah cemburuan tapi pemalu, jadi ya bebas aja laki-laki gangguin pacarnya. Coba aja galak sedikit, pasti pada takut dah tuh.
"Lama ya nunggu nya? Ayo kita berangkat sekarang." Kiki melirik Bima yang masih mengalihkan pandangannya.
"Ya udah ayo."
Masih saja Maudy merasa tidak bersalah. Sudah menunggu, eh malah Bima nya di cuekin.
"Kita naik mobil aku aja ya, tuh supir udah jemput." Setuju saja dengan usulnya, ya begitu lah pikiran Maudy saat ini, karena memang sudah lapar.
Lalu Bima? Kenapa dia tidak protes.
"Bim?" Panggilan yang lembut. "Kamu ikut kan kerumah ku?" Masih belum menjawab. Asik bermain ponsel, padahal tidak ada yang di ketik.
"Malu sama ibumu."
"Ya udah kalau enggak mau. Aku duluan ya."
Melangkah memasuki mobil Kiki.
"Ikut." Maudy sudah paham, pasti dia mau sebelum di ancam juga pasti bakal mau.
Hari ini hari pertama, dimana Bima harus berkunjung ke rumah calon mertuanya. Entah lah sikap seperti apa yang akan ia tujukan, mungkin akan puasa ngomong sampai pulang. Selama 2 tahun lebih menjalin hubungan dengan Maudy, Bima memang belum pernah datang kerumah Maudy, dengan alasan masih sama-sama di kasih batasan.
Kalau orang tua Maudy sih, ngasih buat Maudy dekat dengan siapapun, tapi kalau untuk pacaran dan harus ngapel kerumah setiap malam tertentu, oh no itu belum bisa di kabulkan.
Tapi hari ini Maudy sendiri yang mengajak mereka untuk datang, biasanya juga hanya Kiki yang di ajak.
Oh God, tangan ku mulai berkeringat. Sungguh aku sangat ingin pulang kerumahku saja.
Sedari tadi Maudy melirik Bima yang memang nampak gelisah.
Ting.. Suara ponsel milik Kiki berbunyi, Bima? Batinnya. Langsung membuka pesan Whatsapp. Haha Kiki tertawa dengan kencang, hingga supir dan Maudy nampak bingung, tapi Bima? Jelas dia tau kalau Kiki menertawakannya.
Ini pesan:
"Ki, aku turun aja ya. Aku malu."
"Kenapa sih Ki?" Yang penasaran dengan tawanya bertanya.
"Eh itu Dy, si Bima mau pulang aja. Malu katanya?" Tak menjawab langsung beralih menghadap Bima.
"Kamu mau pulang? Ya udah. Pulang aja. Tapi lain kali jangan pernah datang kerumah ya." Menggertakan giginya.
Sayang serius, kamu hari ini nyebelin banget, banget!!
"Apa?" Ketika Bima membalas tatapannya.
"Sudah sampai non."
Kiki dan Maudy turun lebih dulu. Dan Bima, ia lemas bahkan kakinya bergetar. Supir menegurnya dan bertanya kenapa tidak turun? Langsung Bima dengan sigap turun dari mobil.
Besok aku bakal bawa mobil sendiri! Nyesel juga selalu menolak tawaran mama dan papa yang ingin aku sekolah bawa mobil. Ah, kalau begini mana bisa kabur lagi. Seperti apa ya ibu dan ayahnya Maudy.
Berpikir dan berpikir.
"Eh Maudy udah pulang? Bawa sapa tuh?" Tegur tetangganya, wajahnya tidak tampan, tapi manis juga sih.
"Teman bang."
"Nanti kesini ya, kita main gitar. Kalau teman kamu udah pulang."
Aku bersumpah setelah pulang, akan menyuruh Maudy untuk tidur! Bima.
---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu wajib searchnya pakek tanda kurung dan satu novel lagi judulnya Caraku Menemukanmu
2023-04-05
0
🖤Rima Edi🖤
hadirrr
2022-03-18
1
Acheuom Rahmawatie
mampir😁😁
2021-10-14
1