"Bagaiamana keadaan Tuan Gabriel, Dok?" tanya John, tangan kanan Gabriel yang bertugas menjaganya, tetapi sayang sekali malam ini dia kecolongan sehingga sang Don mafia terluka.
"Lukanya cukup dalam tapi dia akan baik baik saja. Untuk saat ini, biarkan dia beristirahat dan setelah dia sadar kami akan memeriksanya kembali."
John hanya mengangguk sambil menghela napas berat.
Di depan kamar rawat Gabriel, empat orang pria bertubuh kekar berjaga dengan begitu waspada. Mereka bahkan dilengkapi dengan senjata. John tak mau kecolongan lagi, nyawa Gabriel sedang dalam bahaya sekarang
"Jaga Tuan Gabriel, jangan biarkan siapapun masuk selain Dokter yg tadi" titah John. "Aku akan pergi dan mencari tahu siapa dalang di balik semua ini"
\~\~\~`
Enam bukan kemudian.
"Apa maksudmu bersembunyi?" tanya Gabriel dengan tatapan angkuhnya kepada John. "Seorang Don Gabriel Emerson harus bersembunyi?"
"Hanya untuk sementara, Tuan. Sampai kami tahu siapa musuh dalam selimut yang sebenarnya," jelas John.
"Aku tidak mau, kau pikir aku takut mati?" geram Gabriel lagi sambil memukul meja di depannya, menatap Jhon dengan tajam. Namun, sayangnya John tak terintimidasi sedikit pun.
"Aku tahu kamu tidak takut mati tapi setidaknya pikirkan tentang ibumu. Bukankah kau masih ingin mencarinya? Pikirkan juga bisnis dan kekayaan yang sudah dibangun dengan susah payah oleh ayahmu. Dan juga, bagaimana dengan putramu?" papar John yang juga mulai emosi.
Gabriel melirik John sekilas, seandainya bukan karena John yang terus menjaganya, Gabriel pasti sudah mati ribuan kali.
John begitu setia menjaga Gabriel dan selalu mengutamakan keselamatan pria itu atas perintah ibu Gabriel 18 tahun yang lalu, sebelum sang ibu memilih pergi.
"Baiklah, ke mana aku harus pergi? Swedia? Polandia? Israel? Jerman atau ke mana?"
"Bukan ke luar negeri, tapi ke sebuah desa"
"DESA?!"
\~\~\~\~
"Whoaammm..."
Firda menguap sambil menggeliat malas, tetapi ia tersenyum saat mengingat mimpinya. "Indahnya mimpi Firda_ Aduh." Baru saja dia merasa senang mengingat mimpinya, sekarang Firda harus meringis dan cemberut saat merasakan pukulan dari sebuah bantal yang mendarat punggungnya.
"Kenyataan lebih indah karena itu sebuah fakta dan fakta nya adalah kamu harus pergi ke pesantren dua minggu lagi. Jadi belajarlah bangun pagi, Zeda Firdaus!" seru sang ibu sambil membuka horden jendela, sehingga matahari menyeruak masuk, menyinari kamar bernuansa pink dan biru itu.
"Firda sudah bangun tadi jam setengah empat, Ummi. Terus sholat tahajud terus tidur lagi, terus bangun lagi terus sholat subuh, terus tidur lagi terus_"
"Terus nanti Ummi cekokin kopi seliter biar melek terus," sungut ibunya dengen jengkel. Sementara Firda hanya cengengesan sambil garuk-garuk kepala yang membuat rambutnya sudah seperti mbak kunti saja. "Berapa rakaat tadi tahajudnya?" tanya ibunya lagi sambil menarik turun Firda dari ranjang, setelah itu dia membersihkan ranjang putri semata wayangnya yang sangat manja tersebut/
"Dua," jawab Firda enteng.
"Cuma dua?" seru sang ibu geleng-geleng kepala. "Pelit sekali kamu ini, Fir. Berdoa pengen dapat jodoh yang romantis seperti Nabi Muhammad Saw, dermawan seperti Sayyidina Abu bakar, tegas seperti Umar, lemah lembut seperti Ustman, cerdas dan pemberani seperti Ali, terus pengen masuk surga Firdaus bersama mereka. Tapi tahajudnya cuma dua rakaat, ngaji cuma satu lembar. Malu sama doa-doa yg kamu tulis itu." hardik sang ibu yang lagi dan lagi membuat Firda hanya cengengesan.
Ah, jangan tanya dari mana ibunya tahu doa dan harapan Firda karena anak gadisnya itu menulis doa-doa tersebut dan menempelkannya di dinding kamar.
"Kan tadi Firda ngantuk, Ummi." Firda masih membela diri, membuat ibunya semakin kesal.
"Ya sudah, nanti kalau di akhirat kamu ditanya kenapa sholatnya pelit sekali, jawab saja kamu ngantuk. Paling cuma dikasih fasilitas bantal, sedangkan penghuni surga yang lain dikasih istana lengkap dengan isi ya. Engga iri kamu?"
Firda meringis, membenarkan apa yang ibunya katakan.
"Jangan lupa duha habis ini. ingat, jangan pelit sama ibadah!" titah umminya sebelum keluar dari kamar Firda.
Setelah ibunya keluar, Firda mengambil kertas memo dan pulpen. Kemudian ia menulis kan apa yg baru saja di ajari ibu nya 'Ingat! jangan pelit sama ibadah, biar pahalanya full dan dapat surga yang terbaik dengan segala isinya yamg sempurna. Biar engga iri sama yang lain!'
\~\~\~\~
"Ini desanya?" tanya Gabriel sambil memperhatikan setiap jalan yang dia lewati. Gabriel melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, kini sudah pukul sembilan, pikirnya. Mereka terbang dari Jakarta tengah malam dan tak ada siapa pun yang tahu.
"Iya, selama ini di sini sebaiknya Tuan jangan menggunakan ponsel, jangan membuka email, pokoknya jauhi Internet supaya tidak terlacak. Tidak ada yang tahu kau di sini selain aku, jadi aku pastikan tempat ini sangat aman."
"Bagaiamana jika aku memerlukan sesuatu? Bagaimana jika aku ingin makan steak? Atau bagaimana jika aku ingin masakan Perancis favoritku?" cecar Gabriel.
John terkekeh mendengar pertanyaan konyol pria itu. "Jika kau masih hidup, kau bisa menikmati semua itu nanti. Aku tidak yakin di sini tidak ada masakan Perancis kecuali kau membuatnya sendiri begitu juga dengan steak"
"Lalu bagaimana dengan perusahaan?"
"Aku dan Emely akan mengurusnya, jangan khawatir. Dan ini ...." John menyerahkan sebuah ponsel jadul pada Gabriel. "Jadikan ponsel ini satu-satunya alat komunikasi kita, ini tidak akan bisa dilacak dan jangan berikan nomor ponsel ini pada siapa pun," tegas John dengan sangat serius.
"Kau seperti kakek-kakek sekarat yang sedang berwasiat," dengus Gabriel datar.
Mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah sederhana dan kecil, sangat kecil bagi Gabriel, ada seorang wanita yang menunggu di sana.
John dan Gabriel turun dan wanita itu segera menyambutnya.
"Tuan John," sapa wanita itu.
"Bawakan barang barangnya!" titah John yang langsung dipatuhi wanita itu.
"Dimana kamarku?" tanya Gabriel sambil berjalan masuk seraya memperhatikan setiap sudut rumah.
"Di sini," seru wanita itu menggiring Gabriel ke sebuah kamar.
"Kecil sekali," decak Gabriel tak suka.
"Setidaknya bisa di tempati,"sahut John santai.
Gabriel berjalan masuk, kamar itu baginya kecil, sangat kecil. Gabriel berjalan ke arah jendela, membuka jendela itu lebar-lebar sehingga angin menyeruak masuk dan membelai wajah Gabriel dengan begitu lembut, seolah menyambut kedatangannya.
Dia merasakan sesuatu yang tak pernah dirasakan sebelumnya, perasaan nyaman dan aman. Apalagi cuaca desa yang begitu segar, tak ada polusi berlebih, anginnya juga begitu sejuk.
"Baiklah, aku suka di sini" ucap Gabriel sambil memandang ke luar, dimana masih ada begitu banyak pepohonan dan rumput yang hijau. Masih begitu alami, bumi yang alami. "Sangat menenangkan"
Tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 292 Episodes
Comments
Ratih Astuti
Tertampar Terlempar Terjungkal Ter Ter Ter semua deh😭😭
2025-01-16
0
Amora
yaa allah
2024-03-25
0
Liana Rismawati
kayk aq sholat tahajud jarang, tp minta sama Allah swt buanyaaak banget
2023-08-09
0