Kicauan burung yang bertengger di atas pohon pinus, terdengar begitu merdu. Tanaman di kebun, terlihat mengeluarkan butiran-butiran embun yang bening, menyejukan pandangan. Pagi ini, udara sangat terasa dingin, karena saat malam turun hujan yang cukup deras.
Malam tadi, Shira dan Akash menginap di rumah Tessa. Dan pagi ini, mereka semua terlihat tengah sarapan bersama di meja makan.
Shira mencium punggung tangan Tessa dengan begitu sopan, lalu sejenak mereka berpelukan. Karena, saat ini Shira dan Akash hendak pulang kembali ke kota.
“Lain kali, kamu harus sering main ke sini ya,” ucap Tessa memandang kagum ke arah Shira.
Shira mengangguk malu. “Iya, Tante. Lain kali pasti saya akan main ke sini lagi,” ucapnya.
Senyuman Tessa nampak semakin melebar. “Sudah dibilang berapa kali, jangan panggil saya Tante, tapi panggil saya dengan sebutan Ibu. Kamu juga gak lama lagi akan jadi anak saya,” ucapnya, membuat Shira tersenyum malu dan salah tingkah.
“I-iya, Tan ... eh, maksudnya, iya, Bu,” ucapnya membenarkan.
“Bu, aku pamit ya. Ibu hati-hati di sini, jaga kesehatan dan nanti dua hari sebelum acara pernikahan aku pasti jemput ibu lagi,” ucap Akash, Tessa mengangguk.
Akash dan Shira mendudukan tubuhnya di kursi mobil. Lalu, Shira melambaikan tangannya ke pada Tessa saat Akash mulai melajukan mobil yang ditumpanginya.
Setelah beberapa saat, Akash kembali menutup kaca mobil. Lelaki itu benar-benar kedinginan karena cuaca saat ini berada di bawah 14 derajat celcius.
“Ibumu sangat ramah sekali ya,” ucap Shira membuka pembicaraan. “Beda, sama anaknya,” sambungnya, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Akash.
“Hehe, bercanda,” lanjut Shira, melebarkan senyumannya.
Tiba-tiba. Drrttt ... drrttt ... drrttt ....
Suara deringg handphone milik Shira terdengar menggelepar-gelepar di dalam sling bag miliknya. Ia membeliakan kedua matanya, saat melihat panggilan telepon dari Kalala—sahabat dekatnya.
“Kala,” pekik Shira begitu ia menempelkan benda pipih itu ke dekat telinganya.
“Shira, kamu di mana?” suara Kalala terdengar panik. “Apa kau baik-baik saja?”
Shira terkekeh, mendengar kepanikan sahabatnya tersebut. “Aku aman kok, Kala. Kau apa kabar, kemana aja? Kenapa baru menghubungiku sekarang.”
“Maafkan aku, Shira. Sudah dua minggu ini handphoneku ruksak. Dan ini baru aja aku ambil dari tempat service. Kabarku baik-baik saja, justru aku yang harus bertanya bagaimana kabarmu. Maafkan aku juga, aku baru tahu kalau kau terkena masalah.” Suara Kalala terdengar melemah di akhir.
“Sudah, tidak apa-apa, tidak perlu khawatir padaku. Lusa juga kita akan ketemu di kampus ‘kan.”
“Syukurlah kalau kau baik-baik saja. Nanti, kalau kau butuh bantuan bilang padaku saja ya, aku siap membantumu.”
“Iya, Kala. Tenang saja, aku pasti akan merepotkanmu sekarang, haha,” jawabnya diiringi gelak tawa. Lalu setelah itu, mereka pun kembali mengobrol membicarakan kuliah, dan setelah selesai, Shira mamatikan ponselnya.
“Kau masih kuliah?” tanya Akash sekilas menoleh.
“He’em, kenapa memangnya?”
“Tidak apa-apa,” jawabnya, karena Akash pikir, Shira sudah lulus dan tidak kuliah lagi.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan, Akash membawa Shira ke sebuah restoran jepang yang ada di pusat kota.
“Kau tunggulah di sini, aku akan kebelakang dulu,” ucap Akash saat ia menerima sebuah panggilan telepon di handphonenya.
Kini Shira duduk sendirian di meja bundar itu. Di sana, terlihat hanya ada beberapa orang saja yang mengisi meja. Karena, yang datang ke restoran ini hanya orang-orang yang memiliki dompet tebal, alias kaya raya.
Lalu, pelayan datang membawakan buku menu makanan untuk Shira. Shira memilih beberapa makanan untuk dirinya dan juga Akash. Setelah mencatat pesanan Shira, pelayan itu pun pergi untuk melanjutkan kembali pekerjaannya.
Seraya menunggu Akashkembali, dan makanan datang. Shira sengaja memainkan handphonenya agar dirinya tidak merasa bosan.
Tiba-tiba ....
“Heh, gembel! Kau sedang apa di sini hah?!” Luna sudah berdiri di sampingnya, menatapnya sinis seolah jijik.
“Shira, kau duduk di sini seperti orang mampu saja!” Cerca Haris—mantannya yang tengah merangkul bahu Luna.
Shira mendongak menatap sepasang kekasih tak tahu diri itu. Lalu, ia pun menunjukan nomor meja yang sempat diberi oleh pelayan tadi.
“Apa ini tidak cukup untuk membuktikan kalau aku di sini sedang apa!” ucapnya santai, membalas jawaban mereka dengan angkuh.
Bersambung...
Ramaikan kolom komentarnya dong gaes... biar aku makin semangat nulisnya nih hehe...
Terima kasih untuk teman-teman yang sudah memberikan poin dan koinnya buat author. Semoga yang lagi baca rezekinya mengalir deras, aamiin.
Spesial hari Ahad, author mau crazy up ah ... di tunggu ya bonus up nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Fatkhur Kevin
nice
2023-07-28
0
Agus Sulistiyanto
up lage
2022-03-29
0
heni purbasari
lanjuuut
2022-01-27
0