Rumah luas dengan design interior yang begitu mewah. Shira memasuki rumah tersebut sambil melongo melihat hal yang membuatnya takjub.
“Wah, besar banget ya dalemnya, luas,” gumamnya.
Terlihat di depan tangga sana, Akash tengah berbicara dengan seorang lelaki berseragam hitam. Lalu, setelah selesai, dirinya menoleh ke arah Shira dan memanggilnya.
“Hey, kau … kemari, ikut denganku!” teriaknya.
Shira mengangguk, lalu ia pun kembali melangkahkan kakinya mengejar lelaki yang ia anggap itu adalah seorang sopir.
“Hey, kenapa kau malah membawaku ke mari? Apa aku akan dipekerjakan di sini?” tanya Shira yang kini tengah berjalan membuntuti Akash.
“Jangan banyak bertanya, kamu aku ajak kemari hanya untuk beristirahat!” ucap Akash lalu terhenti di depan pintu sebuah ruangan.
Ceklek.
Akash berhasil memutar kunci pintu tersebut, lalu membukanya. “Malam ini, kau tidur lah di kamar ini,” ucapnya mempersilakan Shira untuk masuk.
“Wah … kamarnya besar banget, udah kayak kamar tuan putri aja. Kamar aku yang dirumah aja gak sebesar ini,” ucapnya.
“Memang kau punya rumah?” tanya Akash menaikan sebelah alisnya.
Shira menoleh, lalu tersenyum hambar memaksakan. “Punya … tapi udah disita,” jawabnya lirih.
“Ya sudah, kalau begitu kau beristirahatlah. Di dalam lemari sana ada beberapa baju wanita, kamu bisa menggunakannya.”
Shira mengangguk. “Terima kasih ya ….” Ia tampak bingung ketika henda menyebutkan nama.
“Eh iya, kita ‘kan belum bekenalan. Namamu siapa?” tanya Shira.
Akash mengenyitkan kedua alisnya, menatap waspada pada wanita yang ada di depannya.
Shira lalu mengulurkan tangannya. “Oke, kalau begitu aku duluan. Namaku Nashira, kamu boleh memanggilku Shira."
"Kenapa gak dipanggil Nasi aja?"
Shira langsung merengutkan wajahnya. "Memangnya aku ini beras lembek apa, di panggil nasi!" gerutunya.
"Ya ... 'kan, Nashira, jadi gak beda jauh lah ya kalau dipanggil Nasi."
Shira berdecak. "Terserah kau saja! Terus siapa namamu?" Masih dengan tangannya yang mengulur meminta berjabatan.
Terdiam beberapa detik, lalu Akash pun membalas uluran tangan Shira. “Panggil aku Akash,” jawabnya, lalu melepaskan tangannya dari Shira.
Setelah melepaskan jabatan tangannya, Shira mengkerutkan kedua alisnya, ia merasa nama lelaki yang ada di depannya ini, sangatlah tidak asing. “Namanya kayak gak asing,” gumamnya dalam hati.
Akash pun pergi meninggalkan kamar Shira. Dan Shira pun akhirnya bisa menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur yang begitu empuk dan nyaman. Ia merentangkan seluruh otot-otot tubuhnya yang terasa benar-benar sangat kaku.
Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. “Hari ini benar-benar luar biasa melelahkan,”gumamnya, lalu ia pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sementara itu, di kamar lain, Akash tengah sibuk mengotak-atik handphonenya. Ia menelepon Edwin, sekretaris pribadinya.
“Ed, wanita yang aku bilang waktu itu, sudah aku dapatkan. Namanya Nashira, dia terjerat kasus hutang dengan Tuan Hellboy. Tolong kau cari tahu informasi wanita itu secepatnya,” ucapnya sambil memegang benda pipih yang ia tempelkan di dekat daun telinganya.
“Baik, Tuan, secepatnya akan saya laksanakan,” suara Edwin di balik handphone.
“Oke, lebih cepat lebih baik,” ucapnya mengakhiri panggilan. Lalu mematikan ponselnya.
“Haha, sekarang … kau masuk ke dalam perangkapku, Nashira,” ucap Akash menyeringai penuh maksud.
***
Esok paginya, Nashira terbangun dari mimpinya. Ia menggeliatkan tubuhnya, merasakan kesegaran pada tubuhnya. Samar-samar ia melirik ke arah jam dinding, ia menyipitkan matanya untuk melihat dengan jelas, pukul berapa sekarang ini.
Ia langsung duduk terbangun, dan membulatkan kedua matanya saat melihat jam sudah menunjukan pukul 12 siang.
“Astaga! Kenapa aku bisa bangun setelat ini,” gumamnya panik. Lalu, ia pun mendengar suara deru mobil yang sepertinya dari arah samping kamarnya. Ia pun berlari menuju jendela yang masih tertutup oleh tirai. Dan ternyata benar saja, kamar yang ia tempati ini jendelanya mengarah ke halaman belakang di mana, mobil yang ia tumpangi semalam terparkir di sana.
Namun, sayang, mobil itu kini sudah melaju jauh meninggalkan halaman tersebut. Nashira mencoba memanggil, tapi usahanya sia-sia karena suaranya pasti tidak akan terdengar sampai luar.
“Yah, keburu pergi.” Shira yang kebingungan, ia pun memilih untuk mandi terlebih dahulu, dan setelah itu ia pun bersiap-siap. Ia keluar dari kamarnya, memakai dress putih bercorak bunga-bunga kecil berwarna hijau tua.
Ia melirik ke kanan dan ke kiri. Di rumah mewah yang seluas ini tidak ada siapa-siapa selain lelaki berseragam hitam yang berdiri mematung tanpa gerak, di dekat tangga sana, tangga yang menuju lantai dua. Ia bingung, entah apa yang harus ia lakukan.
Saat ia hendak melangkah, secara tidak sengaja, kakinya yang polos tanpa alas, menginjak sesuatu yang lembut berbulu di bawah sana.
“Sendal,” gumam Shira saat melihat dua sendal kelinci berbulu yang tampak sangat empuk untuk dipakainya.
“Apa sopir tampan itu yang menyimpannya di sini untukku?” gumamnya tersenyum. Dengan senang hati ia pun mencobanya, dan ternyata ukurannya sangtlah pas di kakinya.
Lalu, Shira pun memberanikan diri untuk melangkah menghampiri pria tua yang masih mematung di tempatnya.
“Permisi, Pak. Maaf mau tanya, apa bos di rumah ini ada?” tanya Shira.
“Tuan Muda sudah pergi. Tadi beliau berpesan, agar Anda tidak keluar dari rumah ini. Dan sementara tidak perlu melakukan apa-apa. Jika lapar, Anda bisa masak di dapur, karena koki di sini sedang libur beberapa hari,” tuturnya memberi tahu Shira.
"Hah? Tuan Mudanya baik sekali sampai menyuruh aku seperti itu," batinnya sedikit terperangah.
“Oh, baiklah, terima kasih, Pak.” Shira berbalik hendak pergi menuju dapur. Akan tetapi, ia menghentikan langkahnya, lalu berbalik sambil tersenyum malu kepada pria tua itu.
“Hehe, maaf, Pak. Mau tanya lagi, kalau dapur ada di sebelah mana ya?” tanyanya malu.
“Silakan Anda pergi ke arah kanan sana, dan masuk melalui pintu itu,” jawabnya sambil menunjukkan arah.
“Baik, terima kasih, Pak,” balas Shira begitu sopan.
Meski Shira termasuk anak tunggal dari orang kaya, ia bisa saja tumbuh menjadi wanita yang sangat manja. Akan tetapi, ayahnya Davies tidak mengajarkan itu kepada Shira, ayahnya dulu selalu melatih Shira untuk menjadi wanita yang mandiri, bahkan sejak Shira duduk di bangku SMP pun ia harus sudah dibuat tegar saat kehilangan ibu kesayangannya. Dan saat SMA ia harus bisa menerima, kalau ayahnya menikah lagi dengan wanita lain, yang bisa dibilang wanita gila harta.
Shira membuka kulkas, melihat begitu banyak sayuran dan stok makanan yang tersedia di sana. Ia pun mempunyai ide untuk memasak makanan yang sangat enak untuk Tuannya nanti.
Meski ia tidak terlalu handal dalam memasak, tetapi Shira cukup menguasai beberapa menu makanan yang terjamin rasanya akan membuat orang suka dengan masakannya itu.
“Oke, mari kita rebut hati Tuan kita dengan makanan. Karena, pepatah bilang ... cinta itu bisa bermulai dari perut naik ke hati,” gumamnya penuh percaya diri, ia pun langsung beraksi mengeksekusi semua bahan makanan yang sudah ia ambil dari kulkas.
Sementara itu, kini Akash tengah menemui seseorang yang tak lain ialah Edwin—sekretarisnya.
“Bagaimana? Apa kau sudah mendapatkan semua informasinya?” tanya Akash, menaikan sebelah kakinya bertumpu di salah satu lututnya. Duduk di kursi keagungannya.
“Sudah, Tuan, ini datanya.” Edwin menyerahkan satu map besar kepada Akash.
Dan saat Akash membacanya, wajahnya tampak merengut. Edwin memperhatikannya, karena ia tahu, jika sampai ekspresi penuh amarah muncul di wajah Tuannya, sudah dipastikan ia akan terkenna masalah saat itu juga.
"Ya Tuhan jangan sampai ada masalah di dokumen itu, Tuhan," gumam Edwin di dalam hati.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Meriana Erna
🤣🤣🤣🤣
2024-01-12
1
Khai
nasi
2022-03-03
1
Brexs Adun
Dri oerut naik k hati 🤣🤣🤣🤣🤣
2022-02-27
0