Fery
Ia terhentak kaget saat mendengar namanya di sebut oleh seseorang. Dan suara itu sangat ia kenali. Suara Rindi,
sang kekasih.
Padahal tadi siang, ia sempat mengajak Rindi untuk menonton pertandingan sekaligus mendukung team dari kampus mereka. Sayangnya Rindi menolak dengan alasan ingin tidur, dan beristirahat.
Dengan sedikit keraguan ia mulai mengajak Leti salah satu teman Rindi yang sekaligus kekasih gelapnya. Ia merasa aman tanpa Rindi atau teman-temannya yang lain tak dijumpainya di sekitar lapangan.
Dengan berani ia mulai menggenggam tangan Leti. Masih aman, pikirnya. Dan mulai merangkul tubuh gadis
itu. Toh tak ada yang tahu, karena yang lain sedang ber- euphoria. Team andalan mereka menang dan berhasil masuk ke semi final.
Kini ia dihadapkan dengan Rindi yang melihatnya bersama Leti dan merangkul?
Ia seolah tak mampu bergerak. Bahkan hanya untuk menarik tangannya yang masih betah bertengger di bahu Leti.
Ia siap jika Rindi marah atau bahkan menamparnya. Mungkin itu sangat wajar ia dapatkan.
Pasti Rindi sakit, hatinya pasti terluka.
Tapi diluar sangkanya, Rindi sama sekali tak marah atau bahkan menamparnya.
Rindi justru mengatakan ini adil untuk mereka karena ternyata Rindi juga memiliki pria selain dirinya.
Hahaha, Rindi pasti sedang bercanda, atau hanya mengalihkan rasa sakit hati agar tak terlalu terlihat
buruk di hadapannya.
Tapi betapa kagetnya ia ketika Rindi berpamitan sambil bergengaman tangan dengan Linggar?
Acting.
Pasti ini hanya acting.
Namun ia benar-benar tak menyangka saat mereka kembali dengan tetap bergandengan tangan satu sama lain.
Memberikan kunci motor pada Lilis dan pria itu mengatakan akan mengantar Rindi pulang.
Benarkah? Mereka benar-benar pacaran?
Oh Rindi. Kumohon jangan! Namun ia hanya mampu memohon dalam hati. Mustahil untuk mengucapkan.
Hatinya bergemuruh. Rasa cemburu menyelinap masuk ke rongga hatinya. Sakit pastinya. Semua perasaan yang tadi disangkakan akan menimpa Rindi kini beralih padanya. Terlebih lagi pria itu salah satu anggota team basket yang sangat jelas menjadi incaran banyak gadis di kampus.
Linggar. Tampan, tinggi dan berbakat. Terlalu sempurna untuk menjadi saingannya.
Nyalinya ciut.
Jujur ia belum siap untuk kehilangan Rindi. Ia tak siap jika harus putus dengan Rindi saat ini juga.
Leti yang kini berada di sampingnya, memang hanya sebagai sampingan jika Rindi tak bisa menemaninya.
Rindi yang ia kenal sebagai gadis rumahan, yang sering memilih untuk tetap di rumah dan tidak menerima ajakannya. Otomatis ia menginginkan orang lain untuk menemaninya.
Tapi apa yang harus ia lakukan kini? Meminta maaf pada Rindi dan memintanya kembali?
Atau tinggal menerima nasib kehilangan Rindi.
Ternyata dirinyapun berada di posisi pacar sampingan untuk Rindi. Ya ampun, kenapa Rindi begitu tega padanya.
Ke esokan harinya.
Tepat hari sabtu, malam minggu.
Perempat Final bagi team andalan mereka.
Disana turut hadir Rindi yang tadinya memang di paksa untuk ikut untuk menonton dan memberi dukungan.
Berteriak yang sebenarnya membuat sebagian orang untuk melepas sebagian kekesalan yang sesungguhnya sulit untuk dilakukan.
Rindi yang separuh hati untuk ikut tak bisa berbuat banyak ketika dirinya di dorong masuk ke mobil Andini.
Apalagi sekarang ia terkenal sebagai kekasih dari salah satu team yang sedang berjuang di lapangan sana. Hanya karena mereka terlihat berjalan sambil saling bergenggaman tangan, dilanjutkan dengan semobil berdua.
Dalam sehari hidupnya berubah.
Tak urung sebagian orang menyebut namanya mengaitkan dengan nama Linggar. Ini bukan sesuatu yang mudah bagi Rindi. Mengingat Linggar yang ternyata menyita banyak perhatian dari seluruh kampus baik dari kalangan kaum adam ataupun hawa.
Bahkan teman-temannya sendiri tak percaya saat ia mengatakan tak memiliki hubungan apa-apa dengan Linggar.
Dan Rindi bukan hanya mendapat kata selamat karena telah jadian dengan Linggar, tapi juga mendapat banyak
cemoohan.
Ia hampir menangis mendengar kata-kata umpatan yang sebelumnya tak pernah ia dengar sama sekali.
Dirinya tak pantas untuk Linggar.
Bahkan ia sempat mendengar seseorang yang menyebutnya gendut.
Ia memang tak terlalu gendut hanya saja sifat iri mampu merubah sesuatu yang sederhana menjadi besar. Ia
dibully.
Dan saat semua bersorak riuh setelah peliut panjang terdengar, ia masih belum merasa baik-baik saja. Dengan
wajah ditekuk dan bibir yang masih mengerucut.
“Pulang?” Suara itu mengagetkannya.
Ia mengangkat kepala dan pandangannya. Tampaklah sang pembuat masalah kini berada di hadapannya dengan
senyuman yang memukau.
Pembuat masalah? Bukankan ini bermula dari dirinya yang ingin beracting seolah mereka tengah menjalin sebuah
hubungan khusus.
Rindi hanya mengangguk, menatap Linggar yang masih menyapu tubuhnya yang berkeringat dengan sebuah handuk kecil dilengkapi sebuah ransel di sebelah pundaknya.
Beuh, keren oiiii. Ia meleleh.
Wajarlah jika kini banyak gadis yang menatapnya iri. Karena diantara sekian banyak orang di sana, Linggar
memilih mendatangi dan menyapanya.
Rindi mengangguk dan tanpa sadar tersenyum pada Linggar.
“Bawa motor?” Linggar.
“Ngak, tadi nebeng sama Dini.” Rindi sambil menunjuk ke arah Andini.
“Pergi aja, pergi! Mentang-mentang udah ada pangerannya, kita dilupain.” Andini.
“Jadi boleh nih aku culik?” Linggar yang kini beralih menatap teman-temannya.
“Iya boleh-boleh. Culik aja, tapi pulangin dalam keadaan utuh!” Masih Andini.
“Iya, ini juga lansung pulang.” Linggar, “ayo!” Kini mengulurkan tangannya pada Rindi.
Rindi maju tanpa meraih tangan Linggar. “Ayo, tapi langsung pulangkan?” tanyanya.
“Ya, iya. Memang kamu mau kemana?” Linggar meraih tangan Rindi yang sedari tadi hanya berayun di samping.
Mereka kembali bergengaman tangan memecah kerumunan orang-orang yang kini menatap mereka.
“Aku mau ganti baju.” Ucap Linggar saat telah berada di dalam mobil bersama Rindi.
Rindi tahu apa yang harus ia lakukan. Menutup mata sambil berbalik kearah samping.
“Udah.” Linggar.
Rindi mulai memasang seatbelt dan mobil mulai melaju.
“Ko singgah di sini?” Tanya Rindi saat mobil berhenti di sebuah mini market.
“Haus, minumnya tadi habis. Ayo!”
Mendengar kata ayo, Rindipun melepas seatbell dan ikut turun berjalan dibelakang Linggar.
Hanya beli minuman, tapi Linggar terlihat meraih sebuah keranjang berwarna merah?
Minuman isotonic menjadi pilihan Linggar, dan kini pria itu telah beralih ke rak makanan ringan. Mengambil beberapa bungkus kerupuk dengan berbagai varian. Pantas saja ambil keranjang ambil makanan banyak begitu, ternyata oranganya suka ngemil juga.
“Mau beli sesuatu?” Ucap Linggar sambil menatap kearahnya yang hanya mampu menggelengkan kepala.
“Minum?” Linggar
Ah iya, ia bahkan melupakan rasa hausnya.
Minuman botol rasa susu menjadi pilihan Rindi.
Linggar meletakkan kantong kresek berisikan semua belanjaan mereka pada Rindi.
“Kenapa?” Tanya Rindi sedikit heran.
“Buat kamu.”
“Semuanya?” Pekik Rindi, Linggar hanya mengangguk dan mulai menjalankan mesin mobil.
Apakah pria ini berpikir bahwa dirinya memiliki porsi makan banyak? Atau mengatakan dirinya gemuk seperti
orang lain?
Ah sudahlah, nikmati saja!
Rejeki tak boleh disia-siakan. Rindi langsung membuka sebuah bungkusan kerupuk ubi berlabel, dan mulai menikmatinya.
Ia lupa dengan gunjingan yang tadinya terdengar seolah sangat lantang di telinganya yang mengatakan bahwa
dirinya gendut.
Persetan dengan semua itu, pokoknya makan.
To Be Continued!
Sekali lagi jempolnya di goyang!
Episode ke duanya jangan lupa komen and vote.
Sekalian bunga dan kopinya sebagai semangan buat dinda.
Salam sayang buat para reders!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Erna M Jen
awal yang bagus ...
2024-09-05
0
Fitria Lilis
mulai suka..ceritya ringan dn kt2nya gy anak muda
2022-05-14
0
Yayoek Rahayu
suuka.....ceritanya ringan....
2022-03-17
1