Pepatah mengatakan. APA YG KAU TANAM, ITULAH YG KAU TUAI
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Luca mengunjungi rumah sakit sebelum ia berangkat ke sekolah.
"Lo kenapa belum berangkat?" Tanya Elen melihat kehadiran Luca.
"Lo udah makan?" Luca tidak menjawab pertanyaan Elen dan balik bertanya.
"Udah tadi, udah minum obat juga." Jawab Elen.
"Eh ada Luca, Kamu udah sarapan sayang?" Tanya perempuan itu yg baru kembali dari kamar mandi.
"Udah tante."
"Panggilnya mama aja ya, biar sama kayak Elen. Mama Kanya Ujar Kanya
"Mmmhh tapi." Luca sedikit ragu mengiyakannya, meskipun ia sangat ingin.
"Udah nanti juga terbiasa kok." Katrina membelai rambut Luca.
"Sana gih pergi, ntar lo telat." Elen mengusir Luca dari ruangan itu.
Luca hanya mengangguk kemudian pergi dari sana.
Sepanjang perjalan ia terus memikirkan ucapan Katrina yg memintanya di panggil mama, Luca tersenyum miris melihat dia yg begitu menyedihkan sampai harus memanggil ibu orang lain dengan sebutan mama.
"Mah, mama gak kangen Luca?" Luca bergeming sendirian sembari menatap jalanan.
Mungkin ini memang sudah jalan yang paling baik untuknya.
"Neng udah nyampe." Ujar sopir taxi itu.
Luca memberikan ongkos kemudian keluar dari dalam taxi itu.
Baiklah, hari ini akan ia lalui seperti biasanya.
Belajar, ke kantin, diam dan pulang. Sepertinya ia benar-benar mulai terbiasa dengan kehadiran Elen.
Luca menatap kursi yg biasa Elen tempati, sepi rasanya tanpa bocah tengik itu.
Bagaimana cara membalas perbuatan Alina dengan sempurna? Jelas ia tidak mau melewati dan melupakan perbuatannya.
Luca mengambil hpnya dan mengirim pesan pada seseorang, senyum jahatnya kembali menghiasi wajah cantik itu.
Luca mengeluarkan belati dari balik tasnya dan menatapnya dengan tajam.
"Lo harus lakuin sesuatu lagi buat gue." Ucap Luca pada belati itu.
Karena guru sudah datang, ia kembali menaruh benda itu ke dalam tasnya.
"Ini akan sangat membosankan." Luca mengeluh menatap ke depan kelas.
'Hay." Gior menyapa perempuan yg duduk di kursi pojok kantin.
"Iya?" Perempuan itu tersenyum menatap Gior.
Perempuan mana yg tidak akan tergoda dengan fisik dan tampang Gior, mungkin hanya Luca.
Perawakannya yg sangat tampan dengan lesung pipinya. Saat dia tersenyum, semua wanita juga akan menatapnya. Di tambah lagi dia yg tajir dan penampilan yg selalu keren.
"Boleh gue temenin?" Gior kembali melancarkan aksi ularnya.
"Tentu, siapa gak seneng di temenin lo." Balas wanita itu tak kalah genit.
"Nama lo siapa?" Tanya Gior.
"Marsya, lo pasti Gior kan." Marya menebak nama ular di hadapannya.
"Kok lo tau." Ucapnya pura pura lugu.
"Lo kan pangeran kampus siapapun pasti tau."
"Lo mau ngedate sama gue gak, nanti malem." Ajak Gior tanpa basa basi melihat respon Marsya yg sangat baik.
"Oke, lo bisa jemput gue di rumah."
"Kalo gitu, gue harus punya nomer lo dong." Gior menyodorkan hpnya.
Perempuan itu langsung menyambut dan mengetikkan beberapa digit nomor ponselnya.
"Gue pergi dulu, sampe ketemu nanti cantik." Gior melambaikan tangannya.
Ia begitu bahagia, ternyata karismanya memang benar-benar kuat. Tidak ada satupun yg mampu menolak pesonanya selama ini. Tunggu,
"Tapi kenapa Luca cuek banget sama gue? Apa sebenarnya dia suka gue cuman gak berani ngomong ya?" Gior kembali meningkatkan kualitas .
"Gak mungkin, kalo dia suka gue, dia pasti berusaha cari perhatian sama gue." Putusnya sendiri.
"Lo kenapa bro ngomong sendiri, gak waras lo?" Teman Gior menghampirinya.
"Gini loh, gue punya ponakan. Dia caaaaaaaaantik banget, bodynyaapa lagi. Cuman, dia jutek banget dan dingin kek kakak gue." Gior menceritakan Luca pada temannya.
"Masak sih bro? Jurus lo gak ampuh dong ke dia."
"Itu dia masalahnya, sumpah dia kalo ketawa maniiisss banget, cuman dia gak pernah ketawa, cuman sekali yg pernah gue liat selama ini."
"Kok gue jadi penasaran ya, kenalin dong." Pinta temannya.
"Nanti lo ke rumah aja, dia gak pernah kelayapan pasti di rumah." Gior menerima permintaan temannya.
Alina berjalan menuju toilet sembari bersenandung kecil,
namun saat masuk ke dalam, ia malah berteriak histeris.
"Aaaaaaaaaa apa ini." Alina langsung berlari ke luar, teman-temannya merasa heran kenapa Alina berteriak.
"Lo kenapa Lin?" Tanya Venya salah satu dari ke lima gengnya.
"Tadi gue liat ada tulisan, HAY ALINA!! Di kaca kamar mandi, dan itu kayaknya darah deh." Alina menceritakan kenapa ia bisa berteriak.
"Masak sih? Mending kita cek aja." Venya mengajak mereka semua untuk pergi ke toilet.
"Mana gak ada." Ucap Jane yg tidak melihat apapun di kaca itu.
Tulisan itu benar-benar lenyap, padahal Alina sangat yakin bahwa ia melihatnya.
"Gak mungkin, gue yakin gue liat itu tadi di sini." Alina mulai panik menunjuk cermin itu.
"Lo halu kali kebanyakan pikiran gara-gara si Elen." Venya tidak percaya kepada Alina.
"Tapi guys, gue beneran liat tadi." Alina berusaha meyakinkan sahabatnya.
"Udahlah gak usah di pikirin, mending kita pergi." Ajak Rose.
Dengan perasaan ragu, Alina ikut pergi dari sana.
Bagaimana mungkin ia berhalusinasi, padahal ia benar-benar melihatnya dengan jelas, apa penglihatannya mulai bermasalah?
.
.
.
.
Yuk like dan komennya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Nobel
jangan sampek si Gior suka juga sama Luca
2021-10-20
2
Nobel
lanjut
2021-10-20
2
༄༅⃟𝐐Dwi Kartikasari🐢
penasaran kenapa sifat Luca kok kayak gitu
2021-10-14
3