SEVEN LIVES PAIMAN
Suara gemericik air mengalir dan hembusan angin di kesunyian hutan tampak mencekam. Kicau burung yang hanya satu dua di imbangi suara binatang kecil, hari sudah masuk senja.
Matahari dengan sombongnya memancarkan cahaya dan panasnya. Tujuh pemuda dengan bertelanjang dada berjalan beriringan menyusuri panjangnya aliran sungai hutan tak bernama.
Sungai yang tidak terlihat besar mengalir deras cukup mampu menghanyutkan tubuh mereka.
Terkadang suara mereka pelan mendiskusikan banyak rencana.
"Do....piye Ki, kita sudah jalan jauh dan sudah hampir sore, belum dapat hasil."
Pairin memperhatikan Paiman sebagai pemimpin mereka. Paiman yang sedari tadi hanya diam buka suara.
"Kita istirahat dulu"
Mengingat anak-anak dan semua keluarga juga penduduk yang mereka tinggalkan menanti mereka dengan menahan kelaparan.
Paiman pemilik nama panggilan gajah Modo hanya menghela nafas panjang. Matanya yang tajam melihat luasnya hutan yang di penuhi bambu dan tumbuhan liar.
Melihat aliran air yang deras, "berfikir apa yang bisa di makan hari ini dan besok." Ujarnya lirih tanpa ekspresi.
"Hari ini kita tidak ada hasil. Mandor keliling terus."
Warno menghempaskan tubuhnya ke semak-semak, di susul Paiman. lelaki kurus kekar dan berkulit hitam manis itu melepaskan kaos oblongnya yang lusuh dan mencampakkannya di atas rerumputan.
"Iya...dia tau kita bakal datang" jawab Pairin pelan
"Ku rasa begitu" Paiman memandang luasnya langit. "Seperti apa nasip kita selanjutnya ya wong?"
Pairin lebih khawatir dengan keadaan mereka yang akan kelaparan.
"Tapi masalahnya kita makan apa sekarang, aku lapar." Ujarnya menghiba.
"ko, disek tak mikir.'' Paiman sedikit lesu. Perjalanan panjang mereka sudah hampir dua hari dua malam tapi belum mendapatkan hasil sama sekali. Perbekalan yang di bawa pun sudah kandas.
"Mati kita woooeh!" teriak Warno kasar, suaranya yang keras terkadang mengundang keributan, bagi yang belum mengenalnya.
Tujuh sekawan di pimpin Paiman dengan panggilan Gajah modo, pairin, Warno, mami dengan pangilan Srikandi, saian dan saion.
Mereka penjarah harta Belanda untuk keperluan rakyat kecil yang di landa kelaparan.
Tubuh legam mereka tergeletak di rerumputan saling beradu kepala. Memandang langit Senja yang kelabu.
"Kita mau ke mana malam ini?" Pairin meraih kepala Paiman, menjitak kecil butuh jawaban.
Di hutan belantara lah mereka di besarkan dengan bebas. "Masak iya kita mau mati." Ujar pairin lagi.
Mereka sudah terbiasa dengan kejamnya dunia nyata dan dunia gaib. Mereka sudah terbiasa dengan kelaparan dan kehausan. Tetapi kali ini demi pulang membawa hasil mereka masuk ke hutan larangan. Hutan wingit.
Paiman menghela nafas panjang, meletakkan kecamuk di kepalanya sebentar dengan memejamkan matanya.
Mengingat yang tidak perlu. Saat ini usianya baru 12 tahun, menginjak remaja dan ia harus bertanggungjawab atas dua puluh kepala keluarga yang berada di kampung selip, kampung halamannya
Paiman terbangun dengan tiba-tiba, di lihatnya enam kawan-kawannya yang juga terkejut menatap ke arahnya. Sorot mata mereka menginginkan jawaban,
" Rek kita ke kaliurang!"
"Ngapain, di sana? angker." Warno yang sudah pernah mendengar desas desus sungai itu terkejut. "Angker di sana."
"Takut angker apa takut mati" Paiman menatap wajah sahabat nya satu persatu berganti cukup lama.
"Kita ngapain ke sana?" Pairin yang terkejut menjawab pelan. Pairin heran dengan keputusan Modo yang mendadak dan terkesan asal-asalan.
"Cari urang( udang)"
"Nggak takut do...?"
"Daripada kelaparan"
"Yoooos kita berangkat!" Warno dan jass yang memiliki perangai kertas langsung berdiri menyambar kaos mereka yang di jemur di bawah terik matahari senja. "Sudah Sore tapi do?"
Semua sudah berdiri siap siaga. Apapun keputusan Paiman adalah iya bagi mereka. "Tidak ada kopi dan palawija udang dan ikan pun jadi." Sorak mereka bersama.
"Kalo ketemu kuntilanak piye do?" Ujar Warno dengan seringai nakal.
"Jarke wae..." (biarkan saja)
"Kalo di tekak?"
"Tekak balik" jawan Warno singkat.
Warno sedikit kesal dengan pairin si penakut. Hidupnya hanya di penuhi rasa takut yang berlebihan.
"Lebih takut Londho opo kuntilanak?" tanya Paiman dengan suara lantang m
" Londho!!!!"
Hhhhhhhhhhh...
Tawa mereka pecah menghancurkan kesunyian suasana hutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Bayu Silupapulang
mantap✌😁
2021-12-31
0
Sedang Bersemedi
first coment kak...
aku fav ya.
salam dari "Adakah Cinta Untuk Ku"
2021-11-23
1
Ayesha
awal yang ...indah..kebersamaann...perjuangan..kekekompakan...semangat thor
2021-09-17
2