"Jangan berkata seperti itu lagi ya, Mah. Mamah harus bertahan untuk Marissa. Kalau perlu kita berobat ke Luar Negeri supaya Mamah bisa sembuh total!" lirih Marissa dengan mata berkaca-kaca menatap wajah pucat Melinda.
Melinda tertunduk. Hatinya sangat sakit ketika mendengar penuturan Marissa. Melinda menarik napas panjang kemudian menghembuskannya sambil mengangkat kapalanya lagi.
"Marissa sayang, jika nanti Mama dipanggil oleh-Nya, Marissa harus kuat ya! Mama yakin kamu pasti bisa!" tutur Melinda dengan suara terbata-bata.
Marissa tidak mampu lagi membendung air matanya dan akhirnya tngisnya pun pecah saat itu juga. Begitupula Melinda, ia memeluk erat tubuh Marissa. "Mama sayang kamu, Marissa!" ucap Melinda.
. . .
Keesokan harinya,
Marissa ingin berangkat ke Butiknya, tetapi ia ragu untuk meninggalkan Melinda saat itu. Wajah Melinda sangat pucat bahkan melebihi hari biasanya.
"Ma, beneran tidak apa-apa jika Marissa tinggal sendiri?" tanya Marissa kepada Melinda yang masih berselonjoran di atas tempat tidur sembari menyandarkan tubuhnya yang kurus di sandaran tempat tidurnya.
Melinda tersenyum kemudian membelai pipi Marissa dengan lembut. "Kamu berangkat saja, tidak usah mengkhawatirkan Mama. Mama baik-baik saja, kok. Lagipula 'kan masih ada Bi Ani yang jagain Mama," tutur Melinda.
Marissa menghembuskan napas berat kemudian menganggukkan kepalanya. "Baiklah, Marissa berangkat dulu." Marissa mencium puncak kepala Melinda kemudian bergegas pergi menuju Butik sederhananya dengan menggunakan motor kesayangannya.
Karena biaya pengobatan Melinda yang mahal, perlahan-lahan harta berharga milik Melinda habis. Sedangkan pemasukan yang mereka harapkan hanya berasal dari Butik yang kini dikelola oleh Marissa.
"Ani, kemarilah ..." ucap Melinda sembari menepuk tepian tempat tidurnya.
Ani, Babysitter yang rela mengabdikan dirinya untuk keluarga kecil Melinda. Ia berjalan menghampiri Melinda kemudian duduk di tepian tempat tidur Majikannya itu.
"Ya, Bu." Ani menatap wajah Melinda yang memucat dengan tatapan sendu. Ia pun tahu bagaimana keadaannya Melinda saat ini, berjuang keras melawan penyakit Kanker rahim yang dideritanya.
"Ani, apa kamu menyimpan nomor terbaru EL?" tanya Melinda.
Ani menganggukkan kepalanya perlahan kemudian mengeluarkan ponselnya dari dalam saku rok yang ia kenakan.
"Sini, ada yang ingin aku bicarakan kepadanya." Melinda meraih ponsel yang ada ditangan Ani kemudian mencari nomor ponsel mantan suaminya itu.
Sebenarnya sampai saat ini mantan Suami Melinda selalu menghubungi Ani untuk mengetahui kabar Melinda dan anaknya. Namun, Melinda hanya mengijinkan Ani memberitahukan kabar mereka tanpa memberikan informasi lain yang diminta oleh EL kepadanya.
Melinda mencoba menghubungi nomor mantan Suaminya itu dan segera di terima oleh lelaki itu.
"Ya, Ani. Ada apa?" tanya Lelaki itu.
"Ini aku Melinda."
"Melinda?! Ehm, ya Melinda ada apa?" tanya EL yang begitu antusias setelah tau siapa yang sedang berbicara dengannya.
"EL, aku ingin meminta maaf padamu untuk semua kesalahan ku selama ini. Apalagi ketika aku masih menjadi istrimu ..."
Melinda terisak ketika ingat masa lalunya bersama Suaminya. EL adalah lelaki yang baik walaupun ia pernah melakukan perselingkuhan bersama Bella saat itu.
"Tidak, Melinda! Tidak! Seharusnya akulah yang meminta maaf kepadamu bukan malah sebaliknya. Kamu tidak pernah salah, tetapi akulah yang salah!" sahut EL dari seberang telepon.
Mata Melinda kembali berkaca-kaca, ia menghembuskan napas berat kemudian kembali fokus pada ponsel itu. "EL, jika nanti aku kembali kepada-Nya, aku harap kamu bisa meluangkan waktumu untuk menjenguk Marissa. Gadis itu tidak memiliki siapa-siapa lagi selain aku. Dia masih butuh seseorang untuk membimbingnya, EL," lirih Melinda dengan suara terbata-bata.
"Kenapa kamu bicara seperti itu, Melinda?! Kamu tidak boleh bicara seperti itu, itu tidak baik!"
"EL, berjanjilah padaku bahwa kamu akan menjenguk Marissa jika aku sudah tiada nanti,"
"Baiklah, aku berjanji," sahut EL.
"Aku hanya ingin menyampaikan hal itu, EL. Terima kasih atas waktumu."
Melinda memutuskan panggilannya sambil menghembuskan napas lega.
"Semoga saja EL dapat menjaga Marissa dengan baik. Aku sudah tidak punya pilihan lain lagi, Ani. Hanya EL satu-satunya harapanku," lirih Melinda sembari menyerahkan kembali ponsel itu kepada Ani.
Ani pun segera meraih ponselnya kembali sambil tersenyum kecut. "Seharusnya Ibu harus tetap semangat. Jangan putus asa seperti ini," ucap Ani.
"Tapi, penyakit ku sudah semakin parah, Ani. Dokter sudah menyerah dan angkat tangan. Saat ini aku hanya tinggal menghitung setiap detikku, sebelum malaikat maut benar-benar menjemputku," sahut Melinda sambil menitikkan air matanya.
Ani segera memeluk tubuh Melinda dan tangisnya pun pecah. Baginya Melinda sudah seperti Kakaknya sendiri dan keluarga kecil Melinda adalah keluarganya juga.
"Bu, jangan katakan hal itu! Semangat lah, Bu," lirih Ani disela isak tangisnya.
Sore Menjelang,
Marissa bersiap-siap kembali ke rumahnya dengan motor yang ia beli setelah mendapatkan uang dari menjual mobilnya untuk biaya pengobatan Melinda. Marissa nampak semringah karena hari ini Butiknya laris manis.
Setibanya di halaman depan rumahnya, ia bergegas masuk dan orang pertama yang ingin ia temui adalah Ibunya.
"Mah, Mamah dimana?" teriak Marissa sambil mencari keberadaan Sang Ibu.
"Non, Mama Nona Marissa ada di kamarnya," lirih Ani sambil terisak.
Marissa mengernyitkan dahinya ketika melihat ekspresi Ani saat itu. Marissa segera berlari menuju kamar Melinda.
"Mama?!"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 310 Episodes
Comments
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
jadi Marisa bukan anak Marcello
2023-03-19
2
Masnah Ana
😭😭😭
2022-07-25
0
Renisa Reni
siapakah El itu..
2022-07-24
0