🌺
🌺
Arya memundurkan mobilnya ke sudut paling gelap di area parkir, sambil menunggu hal apa yang berikutnya akan terjadi di dalam kedai itu. Dia berusaha mati-matian meredam perasaan marah yang kian menyeruak dari dalam hatinya. Dia harus tetap logis walaupun pikirannya kini mulai tak bisa dikendalikan.
Dua orang pegawai keluar saat sebuah mobil tiba di depan kedai, lalu pergi. Dan sesaat kemudian Raja pun keluar dengan terburu-buru, menutupi kepalanya dengan jas seperti tadi dan segera pergi dengan mobilnya.
Kali ini Arya memutuskan untuk mendekat, dan dia merasa harus memastikan perasaan mereka. Mungkin dirinya salah, mungkin hanya dia yang memiliki perasaan itu kepada Vania, dan dia keliru dengan tak bertanya soal perasaan gadis itu kepadanya.
Dia turun dari mobil dan berjalan dibawah guyuran hujan yang begitu lebat pada lewat petang itu, lalu masuk kedalam kedai yang sebagian lampunya sudah dipadamkan. Vania hampir menutupnya sepeninggal dua pegawainya yang telah pergi terlebih dahulu.
"Kak Raja balik lagi? Ada yang ketinggalan?" Vania muncul dari dalam ruangannya setelah mendengar suara pintu terbuka dan tertutup dengan keras, dengan sehelai handuk kecil menutupi kepala yang rambutnya basah terkena air hujan beberapa saat yang lalu.
"Abang?" katanya saat dia mendapati Arya yang berdiri di tengah ruangan dalam keadaan basah kuyup. Pria itu kemudian berjalan mendekat.
"Pulang kerja langsung kesini?" dia bertanya, namun Arya tak menjawab. Pria itu hanya berdiri mematung sambil menatapnya lekat-lekat. Dadanya tampak naik turun dengan napas yang terdengar menderu-deru.
"Abang hujan-hujanan?" dia melirik jendela yang menembus keluar, melihat sebuah mobil berwarna hitam terparkir beberapa meter dari kedai miliknya.
"Kenapa mobilnya diparkir disana? kan bisa dibawa kesini, jadinya kan ...
"Kamu ada hubungan dengan orang lain?" Arya tiba-tiba bertanya.
"Apa?" tubuh Vania menegang.
"Kamu sudah berhubungan dengan laki-laki lain sebelum saya?" Arya mengulang pertanyaan.
"Nggak." jawab Vania sambil mengerutkan dahi.
Arya terdiam, namun dadanya masih terasa bergemuruh mengingat kejadian tak lama sebelum ini. Dia memindai wajah polos di depannya yang masih agak basah sisa air hujan seperti dirinya.
"Abang harus keringin tambutnya, nanti masuk angin." Vania menyampirkan handuk di tangannya ke kepala Arya, lalu mengusaknya dengan pelan. Tak lupa juga dia mengeringkan wajah pria itu yang masih menyisakan titik-titik air.
"Kemeja abang juga basah? mau ganti? eh, disini nggak ada deh, ..." dia terkekeh dengan polosnya.
Arya meraih tangan Vania untuk menghentikannya, dengan tatapan terus tertuju kepadanya. Memindai wajahnya yang seperti tak melakukan apapun, atau dia tak menyadari telah melakukan sesuatu?
"Kamu ada hubungan dengan laki-laki lain?" pria itu mengulang lagi pertanyaannya.
"Nggak, kenapa abang tanya itu terus?" Vania menjawab dengan tegas.
"Kamu tidak bohong?" dia bertanya lagi.
"Nggak. Kan abang juga tahu kalau aku masih jomblo, emang kenapa?"
"Saya cuma ...
"Oh iya, soal semalam ...
"Lalu bagaimaa perasaan kamu kepada saya?" Arya tiba-tiba melontarkan pertanyaan. Dia merangsek ke hadapan Vania hingga jarak mereka hanya tinggal dua langkah saja.
"Ng ... ma-maksud abang?"
"Apa kamu punya perasaan yang sama kepada saya? atau cuma saya saja yag punya perasaan seperti ini kepada kamu?" dia memperjelas pertanyaan.
"Abang nanya apa aku punya perasaan yang sama ke abang?" Vania menjawab dengan pertanyaan yang sama, namun dalam bahasa yang dia mengerti.
Arya menganggukan kepala.
"Kenapa nanya nya harus berbelit-belit sih? heran deh kalau ngobrol sama abang? satu pertanyaan bisa jadi satu paragraf?"
Arya terdiam.
Gadis itu tanpa gentar menatap wajahnya yang tampak berharap, menunggu jawaban pasti darinya.
"Aku malu kalau harus jujur, ..." Vania tertawa kecil, sementara Arya mengerutkan dahi.
"Tapi aneh juga kalau nggak ngomong, sementara abang udah bilang banyak hal." lanjutnya, dan dia tertawa lagi.
"Vania ..." des*ah Arya dengan perasaan frustasi, dia mulai gemas kepada gadis di hadapannya.
"Aku ... juga sayang sama abang." akhirnya kata-kata itu meluncur dari mulutnya, dan Arya membeku di tempat dia berdiri.
"Bukan cuma suka, tapi sayang." ulang Vania tanpa beban, dengan rona merah di pipinya.
"Lucu nggak sih, aku udah suka abang dari pertama kita ketemu di gerbang kampus waktu abang nganter Alena, ... dan selama itu aku menunggu, dan akhirnya ...
Pria itu menghapus jarak diantara mereka, dia menarik lengan Vania sehingga tubuh mereka kini merapat. Tinggi tubuh gadis itu yang hanya sebatas dagu membuatnya menundukan wajah, dan hanya menyisakan jarak beberapa senti saja.
"Jadi, tidak ada orang lain?" bisik Arya, dan napas hangatnya menerpa wajah Vania.
Gadis itu menggeleng pelan, "Nggak ada." jawabnya.
"Jadi kita ... punya perasaan yang sama?" tanyanya.
"Mm ... mungkin." ucap Vania lagi.
"Jadi ... kita bisa lebih dekat dari sebelumnya?" Arya terus melontarkan pertanyaan.
"Kita bahkan udah terlalu dekat." Vania memberi isyarat dengan pandangannya.
"Ng ... saya suka seperti ini." Arya baru saja tersadar telah mengucapkan hal konyol, namun dia tak peduli, sudah terlanjur pikirnya.
"Tapi aku ...
Pria itu menundukan wajah, dan dalam hitungan detik bibir mereka bertemu. Rasa hangat menguar ke segala arah, dan perasaan indah segera mendominasi.
Vania membeku, jantungnya bagai berhenti berdetak, dan pikirannya seperti menghilang entah kemana. Namun kemudian tubuhnya kembali menegang ketika menyadari sesuatu. Dia berusaha menjauhkan diri.
Namun Arya segera menahannya saat merasa gadis itu menolak, dia melingkarkan tangannya di pingang dan mendekap tubuh Vania dengan erat. Kemudian meneruskan cumbuan yag hampir terhenti. Memagut bibir tipis milik Vania dengan lembut, menyesapnya dengan penuh perasaan. Dan dia sangat menyukainya.
Sementara gadis dalam dekapannya hampir tak bisa bernapas, karena ini yang pertama baginya. Jadi, Vania hanya terdiam, seraya meremat kemeja yang menempel di tubuhnya, sehingga meninggalkan kerutan disana.
Dia tak tahu apa yag harus dilakukan, karena yang saat ini menguasainya adalah rasa terkejut, mendapat serangan tiba-tiba dari pria yang kini mendekapnya membuat dia tak bisa berpikir apapun.
Arya kemudian melepaskan ciumannya, lalu dia menempelkan kening mereka berdua. Napasnya masih berhembus cepat, dan dadanya berdegup begitu kencang. Diikuti letupan-letupan indah yang muncul setelahnya.
"Pertama kali?" bisiknya.
Vania menghirup udara sebanyak mungkin seolah dia baru saja keluar dari ruang kedap udara, kemudian mengangguk tanpa menatap wajah yang begitu dekat dengannya.
Arya tersenyum, kemudian mengecup bibir tipis itu berkali-kali.
"Abaaannggg!" rengek Vania, dan dia kembali meremat kemejanya dengan kencang, kemudian menepuk dadanya dengan kepalan tangan.
Sementara Arya terkekeh pelan.
🌺
🌺
🌺
🌺
Bersambung ...
omaigat ... aabaaaaaaannggg ....
ih, udah berani!!? baru juga sehari? 🙄
udah waktunya vote gaess, tapi like, koment sama hadiahnya juga jangan lupa.
lope lope segudang .. 😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Nana
abaaaaaaang....!!!!
2023-07-14
0
Yuli Ana
tarik nafas.....hembuskan.....
2022-07-04
2
Aryani💞hambaliAziz
Abang...
2022-03-17
2