🌺
🌺
Suara gedoran di pintu tedengar nyaring, membangunkan Arya dari tidur lelapnya. Dia membuka mata, dan mengerjap untuk menyesuaikan pandangannya dengan cahaya temaram dari lampu tidur yang lupa ia matikan semalam.
Dia menoleh ke arah kiri dimana jendela kamarnya tak tertutup tirai dengan benar. Percikan air hujan yang mengguyur kota Bandung sejak subuh tadi mengenai kaca, menimbulkan efek mengembun pada benda rersebut.
"Abang?" suara Anna terdengar memanggil, diikuti ketukan di pintu.
Arya bangkit, menyingkap selimut lalu menurunkan kakinya.
"Abang, udah siang. Hari ini kerja nggak?" Anna memanggil lagi.
"Iya." pria itu menjawab.
Dia melirik jam digital diatas nakas, yang sudah menunjukkan hampir setengah tujuh pagi.
"Astaga!" dia menyapu wajahnya, lalu tertawa pelan.
Percakapan dengan gadis itu semalam membuatnya tak bisa memejamkan mata hingga menjelang subuh. Ada sedikit penyesalan, mengapa dirinya tak mampu mengendalikan diri. Berbicara dengan Vania memang selalu membuatnya lupa akan banyak hal. Pengendalian dirinya buyar begitu saja.
Dia tertawa lagi, kemudian menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur. Dia terlentang dengan kedua tangan dibentangkan diatas kepala.
Hhhh .... selamat, har-harimu tidak akan sama lagi, Arya! batinnya.
"Abang! sarapannya udah siap! nanti kesiangan!" Anna kembali berteriak.
"Iya Anna." jawabnya seraya bangkit dan dengan malas berjalan ke kamar mandi.
*
*
"Nanti aku mau ke makam ayah dan ibu." Anna memulai percakapan saat mereka memulai sarapannya pagi itu.
"Jadi?"
"Iya. Mumpung masih ada waktu. Nanti makin sibuk." Anna menganggukan kepala.
"Jam berapa?" Arya menyeruput kopi hitamnya yang masih mengepulkan uap tipis.
"Kayaknya pas istirahat makan siang deh. Mudah-mudahan nanti nggak hujan."
"Oke, nanti abang jemput."
"Kalau abang sibuk nggak usah, nggak apa-apa. Nanti Kang Rendra yang jemput."
"Rendra ikut?"
Anna mengangguk.
"Tapi nanti kalau sempat abang juga kesana, sudah lama juga nggak mengunjungi ibu dan ayah." Arya berujar.
"Ya udah, terserah abang aja."
Mereka melanjutkan acara sarapan paginya dengan tenang.
"Oh iya, semalam aku dengar abang kayak lagi nelfon." Anna berbicara lagi.
"Ppfftthhh ..." Arya terbatuk, hampir saja menyemburkan kopi yang sedang dia sesap.
"Ish, ... biasa aja kali."
Pria itu segera meraih tisyu di dekatnya.
"Sampai jam segitu masih ngurusin kerjan ya? kan udah aku bilang jangan ambil kerja tambahan lagi? abang nggak perlu ambil lemburan lagi biar dapat uang lebih."
"Ng ..."
"Nggak usah kerja sekeras dulu. Sekarang kerjanya cuma buat abang sendiri aja." Anna tak menyadari perubahan pada kakak laki-lakinya tersebut.
"Itu hanya ...
"Sekarang hanya tinggal pikirin diri abang sendiri, nggak usah pikirin aku."
Arya terdiam.
"Ya udah, abang udah selesai belum? aku mau pergi sekarang. Bisa bareng nggak?"
"Ayo ayo ... abang juga sudah selesai."
🌺
🌺
Arya menghentikan mobilnya di tempat parkir area taman kota, tak jauh dari spot jajanan milik Vania yang siang itu tampak ramai.
Dia ragu-ragu, namun tak dapat menahan diri juga untuk datang kesana, ingin melihat bagaimana reaksi gadis itu setelah pembicaraan mereka semalam.
Vania tengah disibukan oleh pelanggan yang terus berdatangan, yang sebagian besar dari mereka adalah anak sekolah dan mahasiswa dari kampus terdekat.
"Abang?" ucap gadis itu saat berbalik. Mendapati Arya yang berdiri tak jauh darinya.
Pria itu tersadar dari lamunannya, dan dengan refleks bibirnya melengkung membentuk senyuman.
"Mau makan?" Vania mendekat, setelah memanggil seorang pegawainya dan menyerahkan catatan pesanan dari meja sebelumnya.
"Mau kamu, eh ..." Arya menggelengkan kepala sambil mengerjap beberapa kali.
Mereka berdua saling berhadapan, namun sama-sama terdiam. Mencari ide di kepala masing-masing untuk memulai pembicaraan hari ini.
"Abang ..
"Kamu .." mereka secara bersamaan.
"Kenapa jadi canggung gini ya?" Vania terkekeh.
"Abang duduk deh, aku buatin makanan dulu." katanya, yang kemudian memutar tubuh kembali kedalam kios untuk membuat makanan.
Dan dalam beberapa menit kemudian dia kembali dengan membawa sepiring nasi goreng dalam nampan.
"Aku tadi lupa nanya dulu abang mau makan apa, tapi kalau balik lagi pasti lama." dia meletakan piring di meja, disusul segelas jus mangga dengan warna yang menggoda selera.
"Ayo, makan." katanya, dan Arya menurutinya tanpa kata.
"Ehm, ..." terdengar suara lain yang menginterupsi. Dua orang yang tersebut menoleh, dan wajah Raja lah yang tampak baru saja tiba.
"Abang makan disini juga?" pria muda itu berjalan menghampiri.
"Ya, ... kamu?"
"Oh iya lupa. Kantornya udah pindah ke dekat sini kan ya?" Raja duduk di kursi di seberang Arya.
"Hmm ..." pria itu meneruskan makannya.
"Mau mi goreng dong, biasa. sama ... jus mangga juga." dia melirik ke arah Arya.
"Oke, sebentar." Vania mencari keberadaan pegawainya, namun dua orang itu masih sibuk melayani pelanggan.
"Aku bikinin sebentar." dia kembali ke tempatnya mengolah makanan.
"Enak dong ya, sekarang lebih dekat kesini?" Raja memulai percakapan.
"Maksudnya?" Arya menghentikan acara makannya.
"Ya, ... istirahatnya keluar terus, kan dekat kesini?"
"Hmm ... lumayan. Mengistirahatkan otak sebentar." Arya menjawab.
Raja mengangguk-anggukan kepala.
"Oh iya, ... pak Harlan sudah kembai ke Jakarta?" Arya kemudian bertanya.
"Udah, kemarin. Memangnya nggak pamit dulu ke abang ya? biasanya suka pamit dulu. Nggak kayak ke anaknya sendiri ?" ucapnya, lebih ke sindiran. Mengingat kedekatan sang ayah kepada orang kepercayaannya di satu cabang usahanya tersebut.
"Jangan mulai Raja!"
"Apa? memang gitu kenyataannya kan? Papa lebih menganggap abang tuh seperti anaknya sendiri, dibandingkan aku." celetuknya, hampir seperti gerutuan kesal.
"Kamu salah tanggap." Arya meletakan sendok di piring makanannya.
Raja tergelak, namun bernada kesal.
"Bukan siapa-siapa tapi kayak anak emasnya Papa. Lucu ngga sih?"
"Ck, ... terserah kamu lah. Percuma juga saya menjelaskan kalau Pak Harlan tidak seperti yang kamu anggap. Dan saya bukan anak emasnya."
"Ya iya, ngapain juga banyak omong, kan memang kenyataannya kayak gitu?"
Arya memutar bola matanya, jengah.
Vania kembali membawa pesanan Raja yang segera dia letakan di depan pemuda itu.
"Kok ngga habis? nasi gorengnya nggak enak ya?" dia bertanya kepada Arya.
"Kenyang. Porsinya terlalu banyak, lain kali kurangi sedikit." jawab Arya, sambil menyesap jus mangga miliknya, dan kini nada suaranya terdengar lebih ramah.
"Bilang lain kali, kayak ada rencana mau sering-sering kesini?" Raja bergumam.
"Ya kalau ada yang dekat, kenapa tidak?" Arya dengan acuhnya.
"Abang nggak kebagian nasi boxnya ya? tadi kan dikirim sama Mimi jam sebelas?"
"Saya kasih ke satpam."
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Memang ada rencana mau makan diluar." jelas Arya.
"Oh, ..." mulut gadis itu membentuk huruf O.
"Eh, iya sebentar. Ada menu baru, abang coba ya?" Vania segera berlari mengambil sesuatu dan kembali tak kurang dari dua menit.
"Ini menu spesial yang aku bilang kemarin." dia menyodorkan satu piring kecil berisi kudapan asing yang baru Arya lihat. Wujudnya seperti kue berbentuk bulat berwarna putih.
"Apa ini?" pria itu menatap makannan tersebut.
"Eskrim." Vania dengan senyum cerianya.
"Eskrim?" Arya membeo.
"Hu'um, ..." gadis itu mengangguk.
"Mochi es krim."
"Mochi?"
"Iya, kue mochi isi ekrim." dia menjelaskan. "Rasa Vanilla." katanya lagi.
"Manis?"
Vania menganggukan kepala.
"Ayo coba, enak nggak? ini belum aku jual solanya baru aku bikin kemarin."
"Saya jadi kelinci percobaan nih?" Arya menunjuk dirinya sendiri.
"Nggak gitu ih, ... kata Mimi ini enak. Tapi kan nggak tahu kalau pelanggan yang nyoba. Jadi anggap aja abang itu pelanggan spesial yang aku kasih kesempatan buat nyicipin produk terbaru aku ini." jelas Vania.
"Pelanggan spesial?" Arya mengulum senyum.
"Hu'um." Vania mengangguk lagi.
"Dih, berasa cuma berdua aja disini. Terus aku dianggap apa? patung gitu?" Raja kembali menginterupsi saat dirinya merasa tak dianggap oleh kedua orang di depannya.
"Kak Raja mau nyoba juga?" Vania beralih kepada Raja.
"Menurut kamu?"
"Ya kali, makanannya aja belum abis kan?"
"Jadi cuma spesialin satu pelangan aja nih?" protes Raja.
"Ya ... ngak gitu juga."
"Terus?"
"Bentar, aku suruh Mimi ambilin."
Arya mencoba untuk tak menghiraukan perdebatan di dekatnya. Namun dia mulai melahap kudapan di depannya dengan senyum yang terus tersungging di bibirnya. Dia bahkan merasa ada banyak bunga bermekaran di dalam hatinya, dan itu terasa menyenangkan.
"Gimana bang? Enak?" Vania memiringkan kepalanya, menunggu reaksi Arya dengan eskrim mochi buatannya.
Pria itu belum menjawab, dia masih sibuk mengunyah makanan tersebut dan terlihat meresapinya dengan sungguh-sungguh.
Vania menatapnya dengan hati berdebar. Tentu saja, dia fokus pada wajah itu yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya setiap malam selama bertahun-tahun.
"Manis." ucap Arya, diapun balik menata Vania.
"Kemanisan?" gadis itu menunduk, dia ingat pria di depannya yang tak terlalu menyukai makanan yang manis.
"Iya, ... nanti saya diabetes." jawab Arya, dan belum melepaskan pandangannya dari wajah Vania.
"Jadi harus aku kurangi manisnya ya?" Vania menegakan lagi tubuhnya.
"Jangan!" Arya meraih tangannya, "Mm ... maksudnya, tidak usah." dia kemudian melepaskannya saat menyadari seseorang tengah memperhatikan.
"Eskrimnya enak, dan kuenya juga. Sudah pas, dan kamu bisa jual sekarang juga." lanjutnya.
"Beneran?" Vania setengah tak percaya.
"Iya." Arya mengangguk.
"Oke kalau gitu."
"Mm ... saya lupa ada janji dengan Anna." pria itu menghabiskan kudapannya, dan mengelap mulutnya denga tisyu kemudian bangkit. Merogoh dompetnya di saku celana, dan menarik satu lembar uang berwarna biru lalu meletakannya di treybill yang memang tersedia dimeja.
"Pergi dulu." katanya, kemudian segera meninggalkan tempat itu sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah.
🌺
🌺
🌺
Bersambung ...
Cie cieeeee ... yang spesial yang spesial. kek martabak aja spesial😂😂
like koment sama hadiahnya, biar nanti aku up lagi.
lope lope segudang 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
itanungcik
lanjut bestie
2023-02-02
1
Tri Setyaningsih
baperrrr eh....
2022-02-06
1
Bundanya Robby
cieee yg dh suka manis.....manis nya es krim apa manis Vania nya ya bang
2022-01-29
1