Calon Suami?

🌺

🌺

Vania tiba dirumah saat hari sudah gelap. Ibunya bahkan sudah berada di peraduan untuk mengistirahatkan tubuh paruh bayanya yang kelelahan. Setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan dan pesanan.

"Ibu ..." gadis itu mengetuk pintu, lalu membukanya perlahan. Mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit.

"Ya Van?"

"Udah tidur?" Vania bertanya, lalu masuk.

"Belum. Kamu baru pulang?"

"Iya bu." dia duduk di tepi ranjang.

"Bagaimana kiosnya hari ini? rame?"

"Lumayan Bu. Hari ini ada pesanan nasi box sama snack tiga puluh porsi."

"Alhamdulillah, ...

"Dari kantor barunya Bang Arya." lanjut Vania.

"Arya?"

Gadis itu menganggukan kepala.

"Kantornya Bang Arya pindah ke deket taman."

"Oh, ....

"Dan mereka udah deal pesan buat makan siang harian."

"Wow, ... Arya yang pesan?"

"Bukan. Sekertarisnya. Aku nggak tahu kalau itu pesanan dari kantornya, apalagi bang Arya. Kita nyadar pas tadi aku nganterin pesanannya aja."

Melly terlihat menganggukan kepala.

"Mau ibu yang ambil? lumayan lho sehari nasi box 20 pack."

"Memangnya kamu nggak bisa?"

"Bisa."

"Terus kenapa kamu tawarkan ke ibu?"

"Ya siapa tahu ibu mau ambil gitu? kan lumayan."

"Kamu saja. Sekalian belajar gimana memanage pesanan. Sekarang baru puluhan, siapa tahu nanti kamu dapat ratusan atau mungkin ribuan."

"Iya sih, tapi ...

"Kenapa?"

Disana ada Bang Arya, kalau aku terima pesanannya otomatis aku akan sering bertemu dengan dia. Dan itu bahaya. Batin Vania bermonolog.

"Ngg ... nggak apa-apa. Tadinya mau aku tolak aja. Tapi kasihan sekertarisnya mohon-mohon gitu. Katanya susah nyari catering yang cocok sama atasannya. Apalagi setelah dia tahu aku kenal sama bang Arya, dia makin girang aja. tuh." Vania menjelaskan.

"Ya sudah, keuntungan juga kamu kenal sama atasannya klien."

"Nggak gitu juga lah ...

"Apa lagi?"

"Bang Arya makin kesini makin nyebelin. Bikin aku jengkel terus tiap ketemu. Kesel deh jadinya kalau ketemu dia." gadis itu mengeluh.

"Masa sih?"

"Asli bu."

"Bukannya dari dulu dia memang begitu?"

"Iya sih."

"Terus kenapa sekarang kamu keluhkan?"

"Itu ... ng ..."

Kenapa ya? dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Aku kesel aja."

"Kesel-kesel juga dia sudah menolong kamu waktu malam-malam motor mogok kan?" Melly mengingatkan.

Vania tertegun.

"Astaga!!" dia menepuk kepalanya agak keras.

"Kenapa?"

"Aku lupa lihat motor ke bengkel." gadis itu beringsut. "Udah beres belum ya? aku susah kalau nggak ada motor. Jadi lambat." ucapnya, dan seketika rasa kesal menyeruak kala dia ingat ucapan Arya siang tadi.

Lambat! dan terbayang pula ekspresi wajah Arya.

"Ish, ... " keluhnya, kemudian dia keluar dari kamar.

"Besok saja Van! ada yang mau ibu bicarakan." Melly setengah berteriak.

"Nggak bisa. Besok aku butuh ngantar pesanan. Ngobrolnya besok lagi aja." Vania balas beteriak.

*

*

Dia tiba di depan sebuah bengkel yang hampir tutup. Kemudian berlari untuk masuk kedalam sana, menghampiri seorang pria yang dia kenal adalah pemiliknya.

"Maaf koh, ..."

"Ya? eh, si teteh?" pria bermata sipit itu menjawab, dia mengenali gadis itu yang datang bersama Arya tempo hari.

"Udah mau tutup ya? cuma mau tanya, motor saya udah beres belum ya?" tanya Vania.

"Oh, ... udah dari tadi sore. Saya tunggu si abangnya sampai jam segini tapi nggak datang-datang. Tadi sih bilangnya mau kesini." dia menunjukkan kendaraan roda dua milik Vania.

"Bang Arya?"

"Iya, siapa lagi? masa abang tukang bakso?"

Mereka tergelak.

"Nggak apa-apa koh, kalau udah beres saya bawa." tukas Vania.

"Oh ya, ... silahkan. Nggak mau nunggu si Abang dulu? mungkin sebentar lagi datang?"

"Nggak usah. Terus ..." dia merogoh saku celananya, yang diingatnya ada beberapa lembar uang sisa pembayaran pesanan tadi siang. "Jadi berapa semuanya?"

"Apanya?" pemilik bengkel membuka kacamatanya.

"Yang harus saya bayar berapa?" ucap Vania.

"Oh, ... udah beres. Nggak usah bayar lagi."

"Maksudnya?" Vania menjengit.

"Si abang udah bayar kemarin. Jadi nggak usah bayar lagi."

"Masa?"

" Iya. Udah beres pokoknya. Teteh tinggal bawa aja kalau mau dibawa. Udah full service, tapi nggak jamin nggak ngadat lagi ya? mesinnya udah tua soalnya, udah harus ganti yang baru."

"Ng ... ganti baru mahal koh, ..."

"Iya, tapi kalau dihitung lebih hemat lah. Daripada sering masuk bengkel?" jawab pria itu.

"Duitnya ...

"Iya tahu. Mending minta aja sama si Abang." dia tertawa.

"Ish, ... apaan?"

"Ya dari pada nabung lama? apalagi kredit, pegel. Mending minta ajalah ... sama calon suami ini?" lanjut si pemilik bengkel dengan polosnya.

"Ap-apa? ca-calon suami?" Vania terperangah.

"Bener kan? si Abang yang bilang gitu kemarin. Akhirnya, ... dia punya gandengan juga." pria itu tertawa. "Kasihan, kelamaan jomblo, eh pas dapet calon sekarang yang mudaan. Cocok lah." lanjutnya.

Vania menelan ludahnya kasar.

"Calon suami?" gumamnya.

Pria itu mengangguk.

"Koko udah kenal lama sama Bang Arya?" Vania kini bertanya.

"Uh, ... dari abege. Dia dulu kerja disini, sambil bawa-bawa adiknya yang kecil itu ... siapa namanya ya?"

"Alena?"

"Nah iya. Sambil bawa Alena. Anak itu nangis terus kalau ditinggal, makanya dibawa-bawa. Si abangnya kerja, tuh anak duduk aja disini." dia menunjuk sudut pelataran bengkel.

"Masa?"

"Iya. Nggak percaya? tanya aja sendiri. Perih deh kalau inget itu. Lulus SMP udah nggak punya orang tua, mana punya adik tiga lagi? ah, ... sedih pokoknya."

Vania terdiam.

"Tiga tahun kerja disini, abis itu ikut persamaan SMA, nah baru deh masuk kerja di kantoran, jadi ob dulu."

"Koko tahu?"

"Tahu lah, ... dia kalau lagi libur sering kesini, suka bantu-bantu. Apa aja dia kerjain asal dapat uang buat makan adik-adiknya. Nggak nyangka sekarang berhasil. Adik-adiknya udah enak, udah pada nikah kan ya?"

"Tinggal satu sebentar lagi."

"Nah iya. Lega lihatnya. Dia berhasil hidupin adikya sampai sekarang. Semua serba sendiri, ah ... perih kalau lihat dia dulu."

Vania terdiam lagi.

"Eh, ... kok jadi ngeghibain orang ya?" dia tertawa. "Silahkan kalau mau ambil motor, mungkin si Abang nggak bakal datang."

Dan pada saat bersamaan sebuah mobil berhenti tepat di depan bengkel yang hampir tutup.

"Tuh orangnya datang juga?" si pemilik bengkel keluar saat Arya turun dari mobilnya.

"Maaf maaf, .. saya beresin dulu kerjaan koh, ..." ucap Arya, belum menyadari kehadiran Vania di tempat itu.

"Lembur terus?"

"Iya, biasa lah ..." Arya terkekeh.

"Nggak apa-apa sih, bagus juga. Kan masih butuh buat biaya nikahan ya?"

"Ng ...

"Habis adiknya, giliran situ dong? mau apa lagi?" pria itu berkelakar.

"Itu ... mm ...

"Iya lah, udah ada calonnya ini. Mau nunggu apa?"

Arya terdiam, namun kemudian matanya terbelalak ketika menyadari Vania berada di dalam bengkel, sedang memperhatikan.

"Jadi motornya mau dibawa aja, apa diangkut pakai pick up lagi?" pria sipit itu bertanya.

"Saya bawa aja, nggak apa-apa." Vania datang menghampiri.

"Oke kalau gitu." kemudian dia menyerahkan kunci motor kepada Vania yang diterima gadis itu dengan aga canggung, teringat ucapannya beberapa menit yang lalu soal calon suami.

Calon suami katanya? batin Vania.

"Kamu tidak bawa helm?" Arya mencoba bertanya.

"Nggak. Aku tadi buru-buru, jadinya kelupaan. Lupa juga motor ada di bengkel, pas sampai rumah baru ingat." Vania menjawab.

"Kenapa tidak menelfon saya? kan bisa saya jemput?" ucapan Arya yang tentu saja membuat gadis itu menghentikan kegiatannya yang sedang menghidupkan motor maticnya. Dan Vania pun menoleh.

"Takut ganggu, kan abang banyak kerjaan?" jawabnya lagi, dia mencoba acuh.

"Kamu marah ya sama saya?" tanya Arya kemudian, yang menangkap raut kesal di wajah gadis di depannya.

"Nggak, kenapa aku harus marah sama abang? emangnya abang punya salah apa sampai-sampai aku harus marah?" Vania kini benar-benar menghentikan kegiatannya, lalu dia duduk di jok motornya dengan tenang.

"Tidak tahu, sepertinya kamu marah sama saya?" Arya menggendikkan bahu, kemudian dia menyandarkan tubuh tingginya di body mobil, dengan kedua tangan yang bersedekap. Pandangannya memindai Vania yang diam diatas motornya.

"Nggak." jawab Vania, lalu dia terdiam.

"Mm ... maaf soal tadi."

"Soal apa?" Vania menoleh.

"Mungkin si Koko tadi bilang sesuatu, yang ....

"Oh, ...yang itu. iya, tadi dia bilang itu ... kalau abang sebut aku calon istrinya abang?" Vania bicara dengan perasaan yang tiba-tiba campur aduk. Namun mengucapkan kata itu membuat dia merasa lucu juga.

"Maaf, itu ... biar dia cepat-cepat memperbaiki motor kamu, maksudnya biar dapat diskon juga, dan ...

"Oh iya, ..." Vania bangkit, lalu merogoh lembaran uang dari saku celananya.

"Aku harus bayar berapa ke abang?" tanyanya kemudian.

"Hum?"

"Abang bayar ke bengkel berapa? mau aku ganti." dia menghitung uang ditangannya, ada enam lembar uang pecahan seratus ribuan.

"Tidak usah." Arya berujar.

"Ish, ... kok gitu?" Vania menatapnya setengah tak percaya.

"Tidak usah, ..." Arya mengulang kalimatnya.

"Berapa bang?"

"Tidak usah, Vania."

Mereka terdiam cukup lama, dan saling menatap satu sama lain.

"Abang tahu, aku nggak mau punya hutang budi sama siapapun, termasuk abang. Walaupun abang adalah kakak dari sahabat aku, tapi itu nggak akan aku gunakan untuk keuntunganku sendiri." gadis itu berujar.

"Jadi sebaiknya abang terima pembayaran dari aku." dia menyodorkan uang di tangannya.

"Sudah saya bilang tidak usah, sebaiknya kamu simpan uangnya. Mungkin kamu butuh untuk modal, atau keperluan lainnya?" Arya menegakkan tubuhnya, kemudian membuka pintu mobil, bermaksud untuk pergi dari sana.

"Bang, udah deh ... terima aja kenapasih? aku cuma ...

"Sekali saja, Vania." dia memutar tubuh. "Sekali saja kita tidak berdebat soal apapun? kenapa setiap bertemu kita selalu berdebat?" Arya berjalan mendekat.

"Nggak tahu, abang 'kan yang selalu memulai perdebatan? semua yang aku lakukan sepertinya salah dimata abang?"

Kini Arya yang terdiam.

"Kira-kira itu kenapa?" Vania melipat kedua tangannya di dada, kepalanya dia tegakkan, dan tatapannya lurus kearah wajah tegas di hadapannya tanpa gentar.

"Saya ... seperti abege yang baru mengenal dunia kalau kita bertemu." kata-kata itu lolos dari mulut Arya.

Vania mengerutkan dahi.

Arya lebih mendekat lagi pada gadis itu.

"Saya sendiri tidak mengerti kenapa selalu begitu, selalu ingin berdebat kalau kita berdekatan seperti ini. Tapi kamu tahu, dari sekian lama kita saling mengenal sejak kamu berteman dengan Alena, itulah yang saya sukai." katanya, dan sukses membungkam kata-kata yang hampir meluncur dari mulut Vania.

"Saya bukan orang yang mudah merasakan hal-hal semacam itu tapi ... saya ... merasakannya kalau bertemu kamu."

"Aneh ya?" Arya tekekeh. "Pria dewasa seperti saya memiliki perasaan kepada perempuan yang usianya bahkan seumuran adik bungsu saya."

"Ng ... maksud ... abang?"

"Ayo pulang, ... sudah malam." pria itu menghentikan ocehannya ketika menyadari bahwa dirinya sudah terlalu banyak bicara.

"Tapi bang ...

"Kamu jalan di depan, saya mengikuti dari belakang." Arya segera memasuki mobilnya, dan menutup kacanya rapat-rapat. kemudian memberi isyarat kepada Vania untuk segera menjalankan motornya.

Dan dengan terpaksa gadis itu menurut, walau ada banyak hal yang ingin dia tayakan.

Apa maksud dia itu?

Dia sudah gila ya?

Mau membuat aku bingung?

Ish, ... mengesalkan!

🌺

🌺

🌺

Bersambung ...

Iya nih, kang mochi mah kata-katanya masih penuh teka teki, selain bikin gemes ya bikn bingung juga.

Biasalah, klik like, komen dan hadiah juga vote nya buat mereka. Biar semangat.

oia, ada yang mau ikutan PO kaus nggak? kalau mau pc aku aja atau dm di instagram @tiyanapratama

Terpopuler

Comments

Nana

Nana

mewek😭😭😭 bang Arya aku padamuuuu

2023-07-14

0

Bundanya Robby

Bundanya Robby

keren kaos nya Thor...

2022-01-29

1

nona damayanti

nona damayanti

semua karya nya saya baca
kok suka ya
gak bertele2
kerennnnn
bikin yg bagus lagi yaaaa

2022-01-29

1

lihat semua
Episodes
1 Ulang Tahun Dilan
2 Jodoh Masa Depan
3 Jadi Baik?
4 Jodoh Untuk Abang
5 Makan Bersama
6 Jogging
7 Vania Dan Vanilla
8 Kopinya Manis
9 Calon Istri?
10 Hati Vania
11 Antara Jodoh Dan Ngobrol
12 Sakit
13 Suasana Baru
14 Calon Suami?
15 Ungkapan Hati
16 Pelanggan Spesial
17 Dua Hati
18 Perasaan Yang Sama
19 Hubungan Rahasia
20 Kencan
21 Gara-gara Vania
22 Kita?
23 Siraman
24 Pernikahan Anna
25 Kepastian
26 Janji Vania
27 Waktu
28 Acuh
29 Berbicara
30 Pertemuan
31 Misi Raja
32 Dua Hati
33 Nggak Romantis
34 Gara-gara Es Krim
35 Ide Alena
36 Ide Alena #2
37 Salah Tingkah
38 Ups!!
39 Kolam Renang
40 Bertemu Ibu
41 Sosok Harlan
42 Cerita Pilu
43 Hati Yang Lapang
44 Cinta Yang Bersemi
45 Tragedi
46 Jatuh
47 Pulang
48 Kejutan Yang Batal
49 Putus??
50 Kata Hati
51 Menikah
52 Malam Pengantin
53 Penyesalan Vania
54 Jahil
55 Pacaran Halal
56 Rencana Bulan Madu
57 Bulan Madu
58 Pagi Yang Kacau
59 Tidak Sama Lagi
60 Bekal
61 Bekal #2
62 Pesta Dan Negosiasi
63 Yang Terbaik
64 Memasak
65 Seperti Anna Dan Hana
66 Pernikahan Raja
67 Gara-gara Mantan
68 Sayang
69 Wasiat
70 Burn
71 Lost
72 Kesedihan
73 Janji Arya
74 Rumah
75 Anak-anak
76 Pulih
77 Rentenir
78 Bunga
79 Resign?
80 Ibu Dan Anak
81 Tawaran Menggiurkan
82 Cotage
83 Pantai Dan Kenangan
84 Irrasional
85 Pasangan
86 Hal Yang Baik
87 Beautifull Love Storry
88 Dua Garis Merah
89 Investasi
90 Pembukaan Kafe
91 Teman Hidup
92 Jadi Keluarga
93 Bobo Siang
94 Bawaan Bayi
95 Ayah Dan Bunda
96 Ketemu Ayah
97 Ceroboh
98 Pilihan
99 Pilu
100 Love Of My Life
101 Abidzar Algantara
Episodes

Updated 101 Episodes

1
Ulang Tahun Dilan
2
Jodoh Masa Depan
3
Jadi Baik?
4
Jodoh Untuk Abang
5
Makan Bersama
6
Jogging
7
Vania Dan Vanilla
8
Kopinya Manis
9
Calon Istri?
10
Hati Vania
11
Antara Jodoh Dan Ngobrol
12
Sakit
13
Suasana Baru
14
Calon Suami?
15
Ungkapan Hati
16
Pelanggan Spesial
17
Dua Hati
18
Perasaan Yang Sama
19
Hubungan Rahasia
20
Kencan
21
Gara-gara Vania
22
Kita?
23
Siraman
24
Pernikahan Anna
25
Kepastian
26
Janji Vania
27
Waktu
28
Acuh
29
Berbicara
30
Pertemuan
31
Misi Raja
32
Dua Hati
33
Nggak Romantis
34
Gara-gara Es Krim
35
Ide Alena
36
Ide Alena #2
37
Salah Tingkah
38
Ups!!
39
Kolam Renang
40
Bertemu Ibu
41
Sosok Harlan
42
Cerita Pilu
43
Hati Yang Lapang
44
Cinta Yang Bersemi
45
Tragedi
46
Jatuh
47
Pulang
48
Kejutan Yang Batal
49
Putus??
50
Kata Hati
51
Menikah
52
Malam Pengantin
53
Penyesalan Vania
54
Jahil
55
Pacaran Halal
56
Rencana Bulan Madu
57
Bulan Madu
58
Pagi Yang Kacau
59
Tidak Sama Lagi
60
Bekal
61
Bekal #2
62
Pesta Dan Negosiasi
63
Yang Terbaik
64
Memasak
65
Seperti Anna Dan Hana
66
Pernikahan Raja
67
Gara-gara Mantan
68
Sayang
69
Wasiat
70
Burn
71
Lost
72
Kesedihan
73
Janji Arya
74
Rumah
75
Anak-anak
76
Pulih
77
Rentenir
78
Bunga
79
Resign?
80
Ibu Dan Anak
81
Tawaran Menggiurkan
82
Cotage
83
Pantai Dan Kenangan
84
Irrasional
85
Pasangan
86
Hal Yang Baik
87
Beautifull Love Storry
88
Dua Garis Merah
89
Investasi
90
Pembukaan Kafe
91
Teman Hidup
92
Jadi Keluarga
93
Bobo Siang
94
Bawaan Bayi
95
Ayah Dan Bunda
96
Ketemu Ayah
97
Ceroboh
98
Pilihan
99
Pilu
100
Love Of My Life
101
Abidzar Algantara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!