🌺
🌺
"Selesai semuanya Pak?" Cindy muncul untuk memeriksa keadaan.
"Ya, sudah." Arya menutup box terakhirnya yang berisi barang pribadi miliknya. Siang itu mereka akan meninggalkan gedung tersebut untuk pindah ke gedung baru.
"Kalau gitu saya mau panggil ofice boy untuk membawa kotak-kotak ini ke mobil pengangkut." Cindy berujar.
"Baik." pria itu mengangguk.
Kemudan semua barang dipindahkan kedalam mobil pengangkut yang sudah tiba sejak pagi. Memindahkan semua barang karyawan ke gedung baru yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat mereka sekarang.
"Semuanya sudah dipersiapkan?" tanya Arya kepada Cindy, sebagai sekertaris yang mengurus segala hal untuknya.
"Sudah pak. Pembukaan dan segala macamnya sudah siap. Hanya menunggu kita tiba disana, dan semuanya bisa dimulai hari ini." perempuan itu menjawab.
"Baik, terimakasih."
"Sudah pekerjaan saya Pak."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mereka tiba pada hampir waktunya makan siang, dan segalanya sudah siap berjalan. Para karyawan yang dipindahkan pun sudah tiba disana, mereka tengah bersiap memulai pekerjaan saat pimpinan pusat juga tiba untuk acara pembukaan gedung baru tesebut.
"Silahkan Pak, Pak Harlan juga sudah datang." Cindy memberitahukan.
"Baik." Arya langsung menuju orang yang dimaksud.
Harlan Adiputra, pemilik perusahaan design arsitektur tempat dia bekerja selama berahun-tahun. Orang pertama dan satu-satunya yang memberi kepercayaan padanya untuk melakukan banyak hal. Yang meyakinkan Arya untuk menonjolkan potensi dirinya saat dia bahkan tidak memiliki kepecayaan akan dirinya sendiri.
"Pak?" sapanya kepada Harlan.
"Arya ..." pria itu menyambutnya, dengan rasa bangga dia menatap salah satu bawahan yang telah berhasil membawa perusahaannya hingga sebesar ini.
"Terimakasih Bapak datang, ..." Arya menyalaminya.
"Kebetulan saya berkunjung, jadi sekalian saja datang." jawab Harlan.
"Terimakasih Pak. Silahkan, ..." Arya memberi isyarat kepada pria paruh baya itu untuk maju kedepan, memberikan sambutan sederhana bagi karyawan yang dipindahkan bersamanya ke gedung baru.
***
"Kamu tahu, seharusnya Raja yang hari ini datang. Saya sudah memerintahkan dia, tapi anak itu tidak mau menurut." Harlan berujar, setelah dia menyelesaikan sambutannya.
"Raja masih marah pak?"
"Tidak. Dia hanya tidak mau menurut. Terutama setelah saya mengatakan kalau dia sudah di jodohkan." pria itu tertawa.
"Mungkin Raja belum berpikir ke arah kesana Pak. Dia masih ingin bersantai, ..."
"Iya. Sementara saya semakin tua, dan hampir tidak mampu lagi meneruskan usaha ini." ucap pria itu dengan raut sendu.
"Masalah itu tidak bisa dipaksakan Pak. Semuanya harus sesuai dengan hati nurani."
"Yeah, ... seperti halnya kamu kan?"
Arya hanya tersenyum.
"Masih betah hidup sendiri?" Harlan mengalihkan pembicaraan.
"Tugas saya belum selesai Pak." jawab Arya.
"Bukankah adik kamu yang satu lagi mau menikah?" tanya Harlan.
"Iya, beberapa minggu lagi."
"Jadi tugas kamu sebenarnya hampir selesai, ..."
"Begitulah Pak."
"Jadi sudah waktunya memikirkan diri sendiri Arya, jangan terlalu lama sendiri." Harlan berkelakar.
Arya hanya menanggapinya dengan tawa.
"Permisi, ... maaf terlambat." suara khas itu terdengar dari arah pintu masuk, seketika mengalihkan perhatian Arya, juga Harlan yang tengah berbincang.
"Ah, ... iya. saya pikir kenapa ..." Cindy menghampiri orang yang baru saja tiba.
"Iya, maaf kak. Macet." suara familiar itu menjawab dengan diikuti tawa renyah.
"Nggak apa-apa. Memang sudah biasa begitu kan? macet dimana-mana." Cindy menimpali dengan tawa ramah pula.
Arya memiringkan tubuhnya untuk melihat orang itu lebih jelas. Dan kedua matanya membulat seketika kala pandangannya menangkap sosok yang sangat dikenalnya berada di dalam gedung baru itu.
"Vania?" tanpa sadar dia memanggil.
Orang yang dimaksud menoleh, diikuti Cindy yang menerima kedatangannya.
"Abang?"
"Kamu sedang apa disini?" pria itu berjalan menghampiri setelah meminta ijin sebelumnya kepada Harlan.
"Aku ... antar makanan." jawab Vania. Jelas dia terlihat terkejut dengan situasi tersebut.
"Bapak kenal?" Cindy menginterupsi.
"Iya, dia teman adik saya." jawab Arya.
"Oh, ...
"Jadi pesan makanannya dari Vania?" tanya Arya kepada asistennya tersebut.
"Iya pak." perempuan cantik itu menjawab.
"Oh iya, maaf aku telat. Jalanan macet." sela Vania, dan hal tersebut dia utarakan kepada Arya.
Pria itu hanya menganggukan kepala.
"Kalau begitu, makanannya bisa di bawa sekarang?" Cindy kembali menginterupsi.
"Oh iya, minta bantuan dua orang ya kak?" Vania berujar.
"Baik."
Dan dua orang ofice boypun diperintahkan untuk mengeluarkan beberapa kotak makanan dari mobil milik Vania, yang memang di pesan untuk acara tersebut.
"Abang kok ada disini?" tanya Vania setelah terdiam cukup lama.
"Saya dan tim pindah gedung hari ini." jawab Arya, dia setenga melamun.
"Oh, ... deketan dong kita?" Vania demgan suara ceria.
"Hum?" Arya dengan keningnya yang berkerut.
"Kalau jalan lurus dari sini lewat taman kota langsung sampai di kios aku." gadis itu menunjuk taman kota di depan gedung, dengan jalan kecil yang biasa di lalui para pejalan kaki.
"Oh ya?" Arya baru menyadari hal itu.
"Iyalah, ... abang bisa tiap hari makan di kios aku, nanti aku siapin menu spesial." Vania dengan senyum secerah mentari.
"Apa?"
"Rahasia ..."
Pria itu mencebik.
"Kalau dekat kenapa bisa terlambat mengantar makanan?" dia kemudian bertanya.
"Kan ngantar makanannya bawa mobil bang. Ngak lihat apa jalanan di depan macet gitu?" Vania menunjuk jalanan di depan gedung yang siang itu memang dipadati kendaraan bermotor.
"Sudah tahu macet, kenapa ngantar makanannya mepet? bukannya dari satu jam sebelumnya?"
"Kan nggak tahu bakalan macet Bang?"
"Harusnya kamu bisa mengantisipasi hal semacam ini."
"Ya kan nggak tahu ...
"Lagi pula, kalau memang dekat kenapa kamu tidak antar makanannya lewat taman kota?"
"Kan aku pakai mobil bang? nggak bisa lewat taman kota pakai mobil."
"Jalan kaki kan bisa?"
"Abang bercanda ya? terus aku harus nenteng makannan sebanyak ini jalan kaki lewat taman gitu?"
"Iya, kan kamu bilang dekat? tinggal jalan kaki sudah sampai?"
"Makanannya bukan satu atau dua box lho, itu ada kali tiga puluhan?" ujar Vania dengan nada kesal. Rasa bahagia bertemu dengan Arya menguap seketika saat pria itu mulai kembali berulah.
Menyebalkan. Batinnya.
Namun Arya menikmati momen perdebatan itu dengan perasaan yang masih belum dia mengerti, apakah dia senang, bahagia, atau bersuka cita? tapi ini indah. Rasanya menyenangkan mendengar Vania mengoceh, dan menatap wajahnya yang terlihat lucu saat gadis itu merasa kesal.
"Kan kamu ada pegawai? kenapa tidak menggunakan tenaga mereka untuk membantu kamu?" Arya terus mengajaknya berbicara.
"Mereka punya tugasnya masing-masing kali."
"Ya setidaknya kamu mencoba untuk tidak terlambat dan menunjukkan kesan yang baik kepada pelanggan agar ...
"Sssttt!! jangan ngomong apa-apa lagi! moodku lagi baik hari ini. Jangan rusak dengan sikap abang yang menjengkelkan!" gadis itu menggeruru, membungkam mulut Arya yang hampir saja melontarkan banyak kalimat yang tiba-tiba saja muncul di kepalanya.
"Ini Mbak pembayarannya. Terimakasih." Cindy yang kembali muncul setelah membereskan semua pesanannya dan menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran kepada Vania.
"Terimakasih kembali Kak. Sekali lagi maaf atas keterlambatannya." gadis itu menerim uang tersebut.
"Ngga apa-apa. Itu biasa."
"Oh ya, kalau kakak berkenan, silahkan mampir di kedai saya, untuk makan siang, maka sore atau sekedar nongkrong. Tempatnya dekat kok dari sini, cuma lurus aja lewat taman kota, udah sampai." ujar Vania sebelum pamit.
"Baik kak, nanti mampir." Cindy menanggapinya.
"Oke, jangan lupa ajak teman-temannya ya, nanti ada diskon." dia tersenyum begitu ceria.
"Cih, promo gratis. Dasar mata duitan?" Arya bergumam, dan membuat Vania mendelik saat mendengar gumaman pria itu.
"Saya pamit kak, terimakasih." ucap Vania kepada Cindy, kemudian berbalik menuju keluar gedung.
"Hey, mau langsung pulang?" Arya mencoba menghentikan langkahnya.
"Balik ke kios lah." jawab Vania, masih dengan nada kesal.
"Tidak mau disini dulu?" dia mengikuti langkahnya.
"Ngapain? aku kan banyak kerjaan. lagian memangnya ini tempat nongkrong apa?" gadis itu berhennti sebentar.
"Ya ... mungkin saja kamu mau ..." Arya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia baru saja menyadari kekonyolannya, berbicara banyak hal dengan gadis itu hanya untuk membuatnya tetap tinggal.
"Kurang kerjaan." Vania bergumam, lalu dia meneruskan langkahnya keluar, menuju ke mobilnya kemudian pergi.
Sementara Arya mengantar kepergiannya dengan lengkungan senyum di bibirnya.
Kau mulai goyah, Arya! dia bergumam dalam hati.
🌺
🌺
🌺
Bersambung ...
udah sadar bang? kuy lah cepetan bertindak! abang ih lambat!!🤣🤣🤣
like koment hadiah dan vote nya masih di tunggu
lope lope segudang mochi😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
itanungcik
jangan jangan yg mau dijodohin sama raja vania
2023-02-02
2
Miss Tiya😊
duhh jadi ingat masa jatuh cinta
sekarang mah jatuh bangun ya bangun sendiri wkwkwk
2023-01-18
1
rinsoe
wkwkkw rebutan ama anak boss 🤣🤣🤣
2023-01-08
1