🌺
🌺
"Abang lagi ada masalah ya?" Anna akhirnya bereaksi ketika sang kakak terlihat gelisah.
"Humm ... apa?" Arya mendongak.
"Abang dari tadi melamun, itu makanan cuma diaduk-aduk doang?" gadis itu menunjuk nasi di piring Arya yang sudah bercampur menjadi satu dengan sayur dan lauknya.
"Ada masalah kerjaan? nggak biasanya abang kayak gini." sambung Anna.
"Nggak ada." Arya menggelengkan kepala.
"Terus kenapa melamun? kayak abege lagi putus cinta?" guman Anna.
"Apa kamu bilang?" pria itu mengerutkan dahi.
Anna tertawa, "Iya, abang kayak abege baru putus dari pacarnya. Dari pulang kerja sampai sekarang melamun terus."
Arya terdiam, lalu dia menyentuh dada sebelah kirinya yang berdebar lebih kencang dari biasanya. Ulu hatinya bahkan terasa ngilu.
"Sekarang kenapa lagi? masa kena serangan jantung?" Anna berujar.
"Mm ... abang selesai." ucap Arya, kemudian bangkit dari kursi.
"Selesai apanya? makan aja belum?" Anna mengikuti dengan pandangan matanya kala pria itu berlalu dari hadapannya.
"Abang kenyang." Arya setengah berteriak setelah dia tiba di ryang depan.
"Ish, ... aneh!" gumam Anna yang kemudian menyuapkan makanannya.
***
"Ada apa denganku ini?" Arya bergumam, dia menjatuhkan tubuh tingginya diatas sofa ruang tengah.
Dia kembali menyentuh dada sebelah kirinya yang terasa berdebar semakin kencang, dan ulu hatinya yang terasa semakin ngilu. Bukan nyeri, tapi ngilu.
Sepertinya aku sakit? batinnya.
Kemudian dia bangkit.
"Anna, abang mau ke dokter." dia kembali keruang makan dimana adiknya tengah membereskan bekas makan mereka.
"Abang sakit?" Anna menghentikan kegiatannya.
"Sepertinya iya. Abang kurang enak badan." jawab Arya seraya mengambil kunci mobilnya yang menggantung di dekat pintu.
"Mau aku antar?" Anna menawarkan diri.
"Nggak usah, abang bisa sendiri." dia menggelengkan kepala.
"Yakin?"
"Iya, yakin." Arya keluar dari dalam rumah.
*
*
"Kamu sehat." ucap seorang dokter, yang kebetulan adalah teman semasa kuliahnya.
"Apa kamu yakin? tapi aku tidak merasa baik-baik saja." Arya tetap dengan pendiriannya.
"Kamu meremehkan pendidikan aku kalau gitu."
jawab dokter itu.
"Maksudnya?"
"Aku lulus dari sekolah kedokteran dengan nilai terbaik lho." sang dokter membenahi letak kacamatanya. "Tapi kamu tidak percaya dengan diagnosaku yang sangat akurat. Lalu apa itu namanya?"
"Bukan begitu ...
"Pasienku banyak, dan mereka selalu mengandalkan aku untuk urusan semacam ini. Tapi kamu malah tidak percaya?" dia mendelik.
"Begitu saja kamu tersinggung?"
"Tentu saja aku tersinggung, ... baca ini." dia menunjuk papan nama meja sebelah kirinya.
"Dokter Azis." Arya mengikuti perkataannya.
"Itu artinya apa?"
"Kamu dokter."
"Tenaga kesehatan tahu! yang artinya aku menangani segala hal yang berhubungan dengan gangguan kesehatan."
"Terus hubungannya dengan aku apa?"
"Tidak ada. Selain kamu yang menyepelekan pekerjaan mulia ini."
"Baiklah Dokter Azis, ... jadi kesimpulannya apa? aku sakit atau tidak?" Arya nampak kesal.
"Tidak. Kamu bahkan sangat sehat. Tubuhmu, jantungmu, paru-paru apalagi. Bukankah kamu tidak pernah merokok?"
"Tidak pernah. Aku olahraga setiap hari."
"Itu bagus."
"Jadi sebenarya ada apa denganku ini? kenapa aku selalu berdebar-debar, dan ulu hatiku terasa ngilu?"
Dokter Azis terdiam sebentar.
"Mungkin kejiwaanmu yang sedang terganggu." jawabnya.
"Aku gila?" Arya menegakan tubuhnya.
"Bukan gila."
"Lantas?"
"Psikismu yang sedang terganggu."
"Aku tidak mengerti."
"Aku juga tidak mengerti masalah seperti ini."
"Jadi intinya aku sehat?" Arya mengulang pertanyaan.
"Sehat. Kamu sangat sehat." jawab Azis.
"Hhh ...." Arya menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.
*
*
Mobil melaju pelan melewati beberapa blok setelah rumah sakit. Beberapa kali pula berhenti karena lampu merah menyala, dan melaju lagi setelah lampu lalu lintas berubah hijau.
Arya kembali merasakan jantungnya berdebar kencang saat mobil yang dia kendarai hampir saja melewati spot jajanan milik Vania.
Astaga! dia mengusap wajahnya kasar.
Dia tak bisa untuk tak menoleh ke tempat itu, namun napasnya berhembus kencang saat di dapatinya kios tempat gadis itu berjualan ternyata sudah tutup.
"Jam berapa ini?" gumamnya seraya melihat jam tangannya.
"Baru jam delapan, tapi dia sudah tutup? Ck! pemalas." gumamnya dengan hati kesal saat mengingat interaksi Vania dengan Raja tadi sore di tempat duduk itu.
Kemudian Arya menambah kecepatan mobilnya ketika dia sudah melewati area itu.
Namun keningnya berkerut ketika beberapa puluh meter setelahnya dia melihat seseoramg yang dikenalinya sedang mengutak atik motornya di pinggir jalan.
"Vania?" gumamnya seraya memelankan laju mobilnya.
Dia berhenti tepat di depan motor milik Vania, tanpa disadari oleh gadis itu yang tengah berkonsentrasi pada bagian bawah motornya.
"Motornya mogok?" sapa Arya tanpa basa-basi setelah dia turun dari mobil dan berada di dekat gadis itu.
Vania mendongak, dan napasnya seakan terhenti saat mendapati pria itu berdiri menjulang di dekatnya.
"Abang ngapain disini?" dia balik bertanya.
"Ditanya bukannya jawab malah balik nanya?" Arya bergumam.
Lalu Vania kembali pada motornya.
Arya kemudian berjongkok di dekatnya, melihat apa yang tengah dilakukan gadis itu.
"Kamu bisa memperbaikinya sendiri?" dia bertanya.
"Sedikit."
"Apanya yang rusak?" Arya bertanya lagi.
"Businya, ...kotor." Vania meniup benda kecil yang dia pegang. Bibirnya mengerucut dan pipinya sedikit menggembung. Dia terlihat lucu.
"Sudah berapa lama kamu disini?"
"Ada kali setengah jam." jawab Vania tanpa menghentikan kegiatannya.
Dia bangkit setelah memasang kembali busi motornya, lalu mencoba menghidupkan kendaraan roda dua tersebut.
"Yah, ..." keluhnya saat benda tersebut tak kunjung menyala.
"Apanya ya?" dia kembali berjongkok.
"Kenapa tidak dibawa ke bengkel?" Arya kembali berbicara, dia terus memperhatikan gadis itu.
"Bengkel dari sini jauh Bang." Vania menjawab.
"Panggil tukang derek."
"Nggak punya nomor telfonnya."
"Saya ada. Mau saya panggilkan?" tawarnya.
Vania menoleh, namun dia tak menjawab.
Tumben ini orang nggak mancing perdebatan? batin Vania.
Tanpa banyak kata Arya melakukan panggilan telfon ke nomor yang dimaksud.
"Ada motor mogok, bisa kirim orang?" pria itu berbicara.
"...
"Iya, nanti saya sharelock."
"...
"Baik." lalu panggilan diakhiri.
Vania masih mencoba mengutak-atik bagian bawah motornya.
"Bereskan peralatanya, sebentar lagi orang bengkel datang." Arya berujar.
"Apa?"
"Bereskan peralatan, nanti orang bengkel datang" pria itu mengulang kata-katanya.
"Maksud abang?" Vania mengerutkan dahi.
"Ish, ... kamu ngga ngerti bahasa manusia ya? saya bilang bereskan peralatan, sebentar lagi orang bengkel ...
"Aku ngerti apa yang abang bilang, tapi kenapa abang panggil orang bengkel?"
"Untuk membantu kamu membawa motor." jawab Arya.
"Kenapa?"
"Biar di servis. Mungkin ada kerusakan selain businya yang kotor."
"Padahal nggak usah."
"Terus kamu mau tetap disini? sampai kapan?"
Vania terdiam.
Pria itu berhenti bicara saat sebuah mobil pick up berhenti di belakang motor Vania, dan seorang pria turun.
"Ini Mas?" tanya pria tersebut.
"Iya, tolong di bawa ke bengkel sekalian."
"Baik." kemudian dua orang lainnya muncul dan melakukan apa yang diminta hingga mobil pick up tersebut pergi membawa motor matic Vania ke tempat yang disebutkan.
"Ayo saya antar pulang?" ucap Arya setelah tertegun cukup lama. Dia berjalan ke arah pintu pengemudi. Namun berhenti saat menyadari ketika gadis yang dimaksud tak mengikuti perkataannya.
"Kamu mau disini sampai pagi?" ucapan Arya mebuyarkan lamunan Vania.
"Cepat masuk!" katanya, setengah berteriak.
***
"Tangan aku kotor." Vania bergumam.
"Apa? kamu bilang sesuatu?" Arya melirik sekilas.
"Tangan aku kotor, belum sempat cuci tangan." Vania mengangkat tangannya di depan wajah, menunjukannya kepada pria di balik kemudi.
Arya hanya terdiam, namun dia mebelokkan mobilnya ketika melewati taman kota.
"Sana, kalau mau cuci tangan." dia menunjuk satu sudut kran air tak jauh dari tempatnya berhenti. "Saya tunggu disini." ucapnya seraya mematikan mesin mobil.
Vania turun dan segera melakukan apa yang perlu dia lakukan.
***
"Abang masih mau disini?" Vania yang telah selesai dengan urusannya. Mendapati Arya yang duduk di kursi taman tak jauh dari mobilnya berada, sedang menikmati minuman kaleng dengan mata yang teruju pada ponsel yang menyala.
Pria itu menoleh.
"Duduk dulu sebentar." katanya, dia meirik tempat kosong disampingnya.
Vania menurut.
"Abang baru pulang kerja?" gadis itu memulai percakapan, saat dia menerima minuman kaleng yang disodorkan Arya kepadanya.
Vania menatap kaleng tersebut yang sudah dibuka oleh Arya.
"Minum dulu." ucap pria itu seraya menyesap minuman miliknya, dan memasukan kembali ponsel kedalam saku kemejanya.
Vania masih terdiam.
"Kamu nggak percaya saya?" Arya berujar.
"Hah?" gadis itu mendongak kearahnya.
"Minumannya masih baru, ...
"Ng ...
"Tidak usah kamu minum kalau gitu ..." Arya merebut kaleng tersebut dari genggaman Vania.
"Eh, ... kenapa?" dia merebutnya kembali.
"Habisnya kamu seperti mencurigai saya." ucap Arya dengan nada kesal.
"Abang apaan sih? gitu aja ngambek?"
Pria itu terdiam.
"Kalau pria dewasa emang semuanya gitu ya? jarang ngomong, tapi sekalinya ngomong sambil marah-marah?" Vania menggerutu.
"Aku aneh deh, abang kayaknya nggak suka sama aku? tiap ketemu kita pasti berantem. Aku nggak ngerti dimana salahnya aku? soalnya abang pasti marah-marah kalau ketemu aku." gadis itu meracau.
Arya terlihat mengerutkan dahi, sementara Vania meneguk minumannya dengan buru-buru.
"Hey! bisa pelan-pelan tidak? nanti kamu ..
Gadis itu tiba-tiba terbatuk, membuat Arya sedikit terkejut. Dengan reflek tangannya terulur ke belakang tubuh Vania lalu menepuk punggungnya pelan-pelan.
"Sudah saya bilang pelan-pelan, ..." ucap Arya, setelah itu dia mengusap punggung gadis disampingnya dengan lembut hingga dia tenang dengan sendirinya.
"Udah udah, ... aku nggak apa-apa." Vania terlihat menghindar.
"Sekarang kamu yang marah-marah?" gumam Arya.
Vania tak merespon, namun dia kembali meneguk minumannya, kali ini dengan pelan.
"Abang habis lembur?" Vania kembali memulai percakapan setelah mereka terdiam cukup lama.
"Nggak."
"Terus, habis dari mana? tadi ke kios aku ya? tapi kiosnya udah tutup."
"Ke geeran kamu." jawab pria itu, sedikit menggumam.
Vania mendengus pelan.
"Saya habis dari dokter." lanjut Arya.
"Dari dokter? abang sakit?" Vania memiringkan posisinya sehingga dia dapat menatap sosok pria itu lebih jelas.
"Saya ...
"Sakit apa?" gadis itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh kening Arya. Seketika rasa hangat menyebar ke segala arah.
"Nggak panas ah, ..." gumamnya.
"Abang pusing? bagian mana yag sakit?" Vania kini mencondongkan tubuhnya, agar bisa melihat pria itu lebih jelas.
Arya tertegun, dia menatap wajahnya yang begitu dekat.
"Sakitnya ... disini." dia menyentuh ulu hatinya yang terasa semakin ngilu. Semakin lama dia menatap Vania, maka semakin bertambah ngilu pula di bagian itu.
"Dan disini." kemudian dia menyentuh dadanya yang benda di dalamnya berdegup semakin kencang.
Yang di detik berikutnya muncul perasaan lain di dalam sana. Perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dan kini malah seperti ada ribuan kupu-kupu yang bergerak di perutnya, terasa indah dan menyenangkan.
Bibirnya terlihat berkedut seperti hendak mengatakan sesuatu, namun semuanya tertahan di tenggorkan.
Sepertinya aku benar-benar sakit, ...
Menatap dia seperti ini terasa menyenangkan.
Apa yang aku pikirkan? dia seumuran Alena, dan dia seperti adikku sendiri.
Sepertinya aku sudah gila!
Batin Arya bermonolog.
"Abang?" Vania mengibaskan tangannya di depan wajahnya, meyadarkan pria itu dari lamunannya.
"Kayaknya abang butuh istirahat?" katanya.
"Ng ... iya. Mungkin." Arya menjawab, dan dia masih menatap wajah Vania. Sepertinya dia mulai menyukai kebiasaan itu.
"Ya udah, ayo pulang. Nanti sakitnya tambah parah kalau lama-lama diluar rumah, udaranya mulai dingin." gadis itu bangkit.
"Iya, apalagi kalau di dekat kamu." Arya bergumam pelan.
"Apa?"
"Umm .. tidak apa-apa."
Ngaco! batinnya lagi.
"Ya udah, aku yang bawa mobil?" Vania meminta kunci mobilnya.
"Ngak usah, saya aja."
"Aku aja, lagi sakit gitu bahaya kalau bawa mobil."
"Ng ...
"Udah, ..." gadis itu merebut kunci mobil dari tangan Arya. Yang kemudian membawa kendaraan beroda empat tersebut pergi dari sana.
🌺
🌺
🌺
Bersambung ...
cie cieeeeee kencan nggak sengaja niye? 🤭🤭
hilal udah mulai kelihatan gaess, ... 😍😍😍
apakah hubungan mereka akan berlanjut setelah ini? entalah, otor nggak tau. 🤣🤣
makanya biar tau, kirim terus dukungan kalian di novel ini. Klik like, komen, hadiah juga vote nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
itanungcik
abg sakit cinta vania
2023-02-02
1
Raya Ningsih
abang tuh bukan sakit bang tp lg jatuh cinta...nyadar dong bang ntar keburu Vanianya diambil orang
2022-01-26
1
aisya_
Abang udh tua, masa perasaan gitu aja Abang gak tau...sakit ulu hati, sama dada itu tandanya mau boker bang😁😁😁😁😁😁😁
2021-12-18
1