🌺
🌺
Raja duduk tanpa banyak kata, mendengarkan ceramah siang dari sang Papa yang datang tiba-tiba pada saat dirinya masih berada di dalam ruangannya hari itu. Setelah beberapa kali menghindar, barulah pria paruh baya tersebut dapat menemui putranya yang memang sedang sulit dia ajak bicara.
"Papa bikin aku males ketemu, karena ujung-ujungnya pasti bahas itu." Raja menggerutu.
"Papa tidak akan terus membahas ini jika saja kamu mau menurut. Sekali saja kamu dengar apa yang Papa katakan." Harlan menjawab.
"Tapi ide papa itu konyol. Ini jaman modern, masa masih mau jodoh-jodohin aku?" akhirnya apa yang dia pendam dihati keluar juga dari mulutnya.
"Ini bukan soal jaman atau ide, tapi ini soal janji yang harus ditepati." sergah Harlan.
"Lagian, bikin janji sembarangan, mana janjinya bikin ribet juga? ya kali aku yang harus nepatin janji itu?"
"Setidaknya kamu temui dulu orangnya. Tidak ada paksaan untuk kita tepati, tapi siapa tahu kalian cocok?" Harlan berujar.
"Dih? kenapa nggak papa aja sih yang nemuin dia, siapa tahu papa yang cocok? terus kawin lagi deh, eh ... nikah maksudnya." Raja tergelak, membayangkan sang Papa yang menikah lagi setelah sepuluh tahun menduda sepeninggal mendiang ibunya.
"Sembarangan kamu! Papa sudah tidak minat punya istri lagi. Lagi pula memangnya kamu mau punya ibu tiri yang umurnya lebih muda dari kamu?"
"Lah, kan sekarang musimnya gitu? bagus juga, kan bisa bikin Papa muda lagi. Kali Papa balik lagi jadi abege?" Raja tertawa.
"Ck! bukan masanya lagi untuk Papa memikirkan hal semacam itu, sekarang waktunya untuk kamu."
"Buru-buru amat, memangnya mau kemana?"
"Bukan buru-buru, tapi memang sudah waktunya. Kamu sudah cukup umur juga kan?"
"Dih, ngomongin umur?"
"Ya memang, laki-laki seusia kamu memang sudah sepantasnya berumah tangga. Teman-teman Papa bahkan sudah pada punya cucu, cuma Papa yang masih begini." keluh Harlan.
"Lah, ... dia mulai ngeluh?"
"Hardi saja sudah punya anak dua kan?" pria itu beralih pada rekan putranya yang baru saja masuk ke ruangan itu.
"Dia mah beda!" cibir Raja.
"Apaan?" Hardi datang menghampiri.
"Kagak." Raja menggelengkan kepala.
"Pokoknya, aku nggak mau di jodohin, ya kali tiba-tiba harus hidup sama orang yang nggak kita kenal? yakin deh nggak bakalan cocok." Raja tetap pada pendiriannya.
"Belum di coba udah bilang nggak akan cocok?" Hardi menginterupsi.
"Lah, emang iya. Nggak kenal, belum pernah ketemu, tahu-tahu di jodohin aja?" tukas Raja.
"Ya makanya, temuin dulu. Siapa tahu cocok?" ucap Hardi.
"Ogah."
"Yakin? nggak bakal nyesel?"
"Iyalah, ... ngapain juga?"
"Sekali saja temui dia, setelah itu Papa tidak akan memaksa lagi, apalagi kalau kamu sudah punya pilihan sendiri. Itu lebih baik." ujar Harlan.
Raja terdiam sebentar.
"Gebetan sih udah ada Om, tapi dia belum ada pergerakan." Hardi menyela.
"Oh ya?"
"Apaan sih lu?" Raja dengan wajahnya yang memerah.
"Ada om, tapi masih malu-malu kucing." Hardi tergelak.
"Pilihannya antara dua, temui anak teman Papa, atau kamu cari sendiri. Tapi kalau sampai akhir bulan ini masih begini-begini saja, Papa yang akan memabawamu menemui dia. Dan kalian akan dijodohkan."
"Lah? emangnya pesen nasi box pake acara sampai akhir bulan? ini soal jodoh, Pa!"
"Ya memang."
"Nyari hodoh kayak kejar setoran? emangnya angkot bisa ngebut?" Raja menggerutu.
"Bisa kalau kamu mau."
"Nggak bisa dong? ini buka deadline juga yang harus buru-buru di beresin. Ini soal jodoh, yang akan menemani kita seumur hidup. Masa bisa kayak gitu?"
"Lama-lama omongan lu kayak bang Arya deh?" Hardi kembali menginterupsi.
"Nah kan, dia aja masih santai padahal umurnya udah segitu?"
"Bukan santai pea, tapi kelamaan mikir. Ujung-ujungnya kehabisa stok, jadi nggak ada yang mau."
"Dia gitu mikirin adik-adiknya tahu?"
"Adik-adiknya udah pada gede, ngapain dipikirin terus?"
"Gue bilangin Alena, ma*pus lu!"
"Apaan?"
"Lu ngatain abangnya gitu?"
"Bukan ngatain, itumah fakta."
"Tetep aja lu ngatan ipar lu kayak gitu?"
"Serah lu."
"Jadi intinya apa?" Harlan menyela percakapan dua sahabat tersebut.
"Ya nggak ada intinya Pah."
"Pokoknya Papa tidak mau tahu, kamu cari calon sendiri, dan akhir bulan nanti pertemukan Papa dengan dia, atau kita menemui anak teman Papa yang sudah kami janjikan dari dulu." Harlan menegaskan.
"Dih? kayak ngejar deadline?"
"Terserah, kamu mau menyebut seperti apa, yang penting cepat dapat jodoh." Harlan bangkit, kemudian keluar dari tempat tersebut.
***
"Menurut lu, gue harus nembak Vania sekarang gitu?" Raja bicara setelah berpikir beberapa lama.
"Teserah lu." Hardi fokus pada gambar di depannya.
"Gimana kalau dia nolak?"
"Nggak apa-apa, yang penting lu udah nyoba. Kalau dia nolak ya cari yang lain."
"Gue takut ...
"Hah?" Hardi menoleh.
"Takut cuma gue doang yang ngerasa suka sama dia." lanjut Raja.
"Emang selama ini dia kelihatan nggak suka sama Lu ya?"
"Ya ... nggak juga sih. Dia selalu bersikap baik dan merespon kalau lagi gue deketin. Obrolan kita juga nyambung ...
"Ya udah, pepet aja terus."
"Tapi gimana kalau misal dia sebenernya nggak punya perasaan kayak gue?"
"Dih, belum apa-apa lu udah ngeper duluan? nggak biasanya lu kayak gini? dulu lu main hajar aja kalau suka sama cewek?"
"Dulu beda."
"Apanya? nyali lu? dulu gede, dan sekarang ciut gitu?"
Raja terdiam.
"Bukan lu banget deh?"
"Jadi menurut lu, gue mesti nembak Vania sekarang gitu?"
"Ya iyalah, mau kapan? mau nunggu dia di pepet orang lain?"
"Gue nggak yakin nih." Raja bergumam.
"Ya udah, mending lu ikutin bokap lu aja nemuin anak temennya, terus nurut deh dijodohin."
"Apaan? ogah gue mah, emang ini jaman baheula?" dia bergidik.
🌺
🌺
Arya menyelesaikan pekerjaannya pada sore hari itu, tanpa berniat mengambil pekerjaan tambahan seperti biasa. Kini dia bisa sedikit bersantai karena kewajibannya sudah mulai berkurang, dan tanggung jawabnya menjadi sedikit ringan.
Tentu saja, karena adik perempuannya yang terakhir akan segera melepas masa lajangnya, membuat bebannya berkurang banyak. Dia tak harus lagi memikirkan bagaimana caranya mendapat uang tambahan untuk biaya pendidikan adik-adiknya. Atau mempercepat pekerjaannya agar dia mendapat uang lebih cepat pula ketika dihadapkan pada tagihan yang datang tak di duga. Dan dia juga tak harus lagi memikirkan biaya pernikahan, karena hal itu sudah dia keluarkan beberapa minggu sebelum hari ini, untuk terakhir kalinya.
Semuanya sudah berakhir, tanggung jawabnya hampir selesai dia tunaikan seperti janjinya kepada sang Ibu.
Seseorang mengetuk pintu dari luar, membuat Arya tersadar dari lamunannya.
"Sore Pak?" seorang perempuan muda yang bertugas di depan ruangannya masuk.
"Ya?"
"Bapak masih ada pekerjaan?" tanya perempuan itu.
"Tidak. Saya sudah selesai." jawab Arya.
"Oh, ... saya pikir masih ada."
"Kenapa?"
"Tidak Pak. Saya hanya bertanya. Biasanya Bapak masih bekerja sampai larut malam." jelas perempuan itu.
"Tidak. Saya belum menerima pekerjaan baru lagi. Kita masih mengerjakan pekerjaan yang lama. Kita selesaikan dulu, baru menerima yang lain. Yang kita tangani sekarang ini juga masih lumayan."
"Jadi, tidak ada lembur?" tanya perempuan itu lagi.
"Untuk sementata tidak. Kamu boleh pulang." ucap Arya.
"Baik Pak, kalau begitu saya pamit?"
"Baik."
Perempuan itu hampir menutup pintu ketika Arya kembali memanggil.
"Cindy?"
"Ya Pak?"
"Apa bekerja dengan saya membuat kamu kehilangan kehidupan pribadi?" tanya Arya, tiba-tiba.
Perempuan itu tertegun, tak biasanya atasannya ini bertanya hal diluar pekerjaan.
"Apa kita terlalu sibuk sehingga kamu, dan juga karyawan lainnya kehilangan banyak waktu luang?" dia menyadari betapa selama ini telah mengorbankan banyak hal. Mungkin termasuk karyawannya yang sering bekerja hingga larut demi mengejar deadline agar lebih cepat selesai. Kantor design arsitektur tempatnya bekerja memang dikenal menjunjung tinggi profesionalitas yang tinggi sehingga banyak relasi yang mempercayakan pekerjaannya kepada mereka untuk ditangani, dan Arya lah sebagai ujung tombak dari semua itu.
"Saya rasa itu biasa pak. Ada masanya kita sangat sibuk sehingga tidak punya waktu luang, tapi ada juga masanya kita santai. Dan itu sepadan dengan upah yang kami dapat." ucap Cindy, dan memang dia bicara sesuai fakta. Kantor tempatnya bekerja memberikan timbal balik yang sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.
Arya mengangguk-anggukan kepala.
"Kalau tidak ada lagi yang mau bapak bicarakan, saya pamit." Cindy mengakhiri percakapan.
"Oh, ... iya baik. Terimakasih Cindy."
"Iya pak." perempuan itu hampir saja keluar ketika dia mengingat sesuatu.
"Oh iya Pak, untuk ulang tahun perusahaan kita adakan minggu depan, sekaligus pembukaaan kantor yang baru, jadi sekalian kita pindah."
"Oh ya? Siapa saja yang akan pindah? apa termasuk tim kita?" ucap Arya.
"Iya pak. Tim kita yang akan pindah kesana."
"Baik." pria itu mengangguk lagi.
"Saya pamit pak." Cindy yang kali itu benar-benar meninggalkan ruangan Arya setelah yakin semuanya telah dia bereskan.
🌺
🌺
Vania menyambut kedatangan Raja dengan senyuman manis, dia tengah membereskan meja setelah pelanggan terakhir pergi sore itu.
"Hari ini rame?" tanya Raja saat jarak mereka sudah dekat.
"Lumayan, baru sepi dari sejak buka tadi siang." jawab Vania.
"Syukurlah, ..."
"Kakak mau makan?" gadis itu menawarkan.
"Roti bakar kayaknya enak?" jawab Raja.
"Oke, minumnya?"
"Kopi susu deh."
"Kopi susu? tumben?"
"Iya, lagi pengen yang manis-manis." pria itu tersenyum.
"Lihat aku aja kak, aku kan manis?"
Raja tertegun.
"Canda deng, nanti malah diabetes." Vania tergelak. "Duduk dulu kak, aku bikinin dulu pesanannya." ucapnya, lalu masuk kedalam kios dengan wadah kotor di nampan.
***
"Ini kak, roti bakarnya. Spesial buat kak Raja." Vania meletakan piring dengan sebuah roti bakar di depan Raja.
"Spesial?" pria itu memiringkan kepalanya.
"Iya. Spesial karena aku yang bikin, biasanya kan Mimi atau Jana yang bikin." gadis itu tertawa.
"Oh, .. kirain?" Raja bergumam.
"Apa?"
"Ng ... nggak."
"Kamu masih ada kerjaan?" tanya Raja kemudian.
"Nggak, jam segini biasanya sepi." Vania melihat jam di pergelangan tangan Raja.
"Ya udah, ... duduk sini." pria itu menepuk kursi kosong di sampingnya.
"Ngapain?"
"Temenin aku makan, kita ngobrol."
"Oh, ... " kemudian Vania menduduki kursi tersebut. "Mau ngobrol apa?" tanya nya kemudian.
Raja tidak menjawab, dia hanya menatap gadis di depannya sambil mengunyah makanannya.
"Malah diem?" gumam Vania.
"M ... kamu ... lagi deket sama orang nggak?"
"Hum?" gadis itu mengerutkan dahi.
"Maksudnya lagi deket sama siapa gitu?" Raja dengan ragu-ragu.
"Oh, iya."
"Hah?"
"Sekarang kan lagi deket, sama kak Raja." jawab Vania, membuat pria di dekatnya menelan makanan dengan cepat.
"Kita kan sekarang lagi deketan gini, duduk sama-sama, lagi ngobrol." lanjutnya.
"Hmm ..." Raja mencebik.
"Maksud aku, ... kamu lagi ada hubungan gitu sama seseorang?"
"Oh, ... nggak." Vania menggelengkan kepala. "Aku free, makanya bisa bebas ngobrol gini sama kakak. Eh, nggak cuma sama kak Raja sih, sama yang lain juga." dia tertawa.
"Kamu ... bisa nggak sih jangan panggil aku kakak?"
"Memangnya kenapa?"
"Berasa lagi ngobrol sama anak sd." Raja menggerutu.
"Dih, ... kakak aneh? kak Raja 'kan lebih tua dari aku, masa aku manggil nama?"
"Ya apa kek?"
"Nggak. Aku udah biasa kayak gitu, dan udah enak juga manggilnya gitu."
Pria itu mencebik lagi.
"Jadi, beneran nih nggak akan ada yang marah kalau kita sering deketan?"
"Nggak."
"Kalau aku sering kesini, boleh?"
"Ya boleh, masa nggak? apalagi kalau kak Raja bawa temennya."
"Temen? buat apa?"
"Ya buat jajan lah, siapa tahu mereka cocok dengan makanan disini, terus jadi langganan aku. kan asik, pemasukan aku jadinya nambah." Vania tertawa hingga wajahnya terdongak keatas.
"Dih, ... mata duitan." Raja mencibir.
"Duit penting tahu kak? aku kan banyak cicilan, kriditan mobil baru berapa bulan. Motor juga harus di servis sama bayar pajak juga. Duit semua tuh."
"Makanya nikah, biar hidup kamu ada yang nanggung." ucap Raja, tiba-tiba.
"Yeee ... emang segampang itu?"
"Gampang, ...
"Iya, kalau udah ada jodohnya."
"Kalau misalnya ada, mau nggak?" Raja mulai berani.
Vania terdiam.
"M ... aku belum kepikiran ke arah sana." gadis itu menjawab. "Emang kakak udah mikirin soal itu ya?"
"Ng ... nggak juga." Raja tertawa untuk menutupi kegugupannya. "Cuma ... kepikiran aja kalau orang tua udah bahas itu."
"Orang tua kakak emang suka bahas itu?"
"Kadang-kadang, ... malah mau di jodohin segala karena udah umur segini masih jomblo aja." dia terkekeh.
"Ish, ... kayak jaman apa aja pake jodoh-jodohan?"
"Beneran kan? masa mau di jodohin, kan nggak lucu kalau kita hidup sama orang yang sama sekali kita nggak kenal? gimana kalau nggak cocok?"
"Iya, kadang orang tua suka aneh, main jodoh-jodohan, hanya karena kita belum menemukan orang yang tepat."
Lalu mereka terdiam.
"Obrolan kita cukup serius ya?" Raja kemudian terkekeh.
"Hmm ... lumayan."
"Aku ingat dulu waktu awal kenal kamu juteknya minta ampun. Apalagi pas kasusnya Alena kabur."
"Itu, ... aku cuma kesel aja."
"Kesel?" Raja memiringkan kepala.
"Iya, ... kalau ketemu kakak tuh langsung inget kak Hardi yang kejam sama Alena."
"Apa hubungannya?"
"Nggak ada. Aku cuma kesel, mengira kalau kalian sama aja."
"Tapi nggak lho."
"Iya, sekarang aku tahu."
"Sekarang masih kesel?"
"Udah nggak. Kalau kesel nggak mau lah aku ngobrol deket sama kakak kayak gini."
"Berarti kamu suka dong sama aku?"
Vania terdiam.
Raja tersenyum lebar.
"Pertanyaan kakak penuh jebakan." gadis itu bergumam.
"Maksudnya?"
"Nggak tahulah, ....
"Ya kan perasaan itu ada dua. kalau nggak benci, kayak kamu yang kesel sama aku, ya pasti suka." pria itu yang menggerakkan alisnya keatas da kebawah.
"Ng ... suka sih, ... tapi ...
"Itu cukup." Raja memotong kata-katanya.
"Tapi aku ...
"Udah sstt!! jangan ganggu, mau makan dulu!" dia membungkam mulut gadis itu dengan telunjuknya, kemudian kembali melahap roti bakar yang mulai dingin.
"Dih, dia sendiri yang ngajak ngobrol?"
Raja tak mendengar, dia hanya mengunyah makanannya dengan hati riang.
Dan seseorag dikejauhan mengurungkan niatnya untuk masuk ke area itu karena meihat interaksi dua orang tersebut.
🌺
🌺
Bersambung ...
Ng, ... komen apa ya, bingung.
kuy lah like komen dan kirim hadiah juga vote nya. Siapa tahu nanti bisa up lagi. 😉😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
ȋ⏤͟͟͞Rἅyαyu⚜ʙᴏʀɴᴇᴏ⚜࿐ཽ༵
ga ikutan ah😆😆😆 kabur aja ah🏃🏃🏃
2022-07-31
0
Yuli Ana
nah Lo...
2022-07-03
0
rinny
ayo bang Arya gercep sebelum keduluan sama bang raja
2022-03-01
0