🌺
🌺
Arya duduk bersandar pada kepala kursi ketika dua adik perempuannya menginterogasi, sementara Vania diam membisu disampingnya. Seperti abege yang tertangkap basah oleh orang tuanya telah melakukan kenakalan. Mereka masih berada di area galeri perias pengantin relasi Vania.
"Ini serius Bang." Alena bersedekap, persis seperti seirang ibu kepada anak remajanya.
"Abang jangan main-main deh, ..." sahut Anna, sementata Rendra sang tunangan terlihat menahan senyum. Merasa lucu dengan tingkah ketiga kakak beradik tersebut.
"Bang!" ucap Alena, suaranya naik satu oktaf.
"Kalian terlalu membesar-besarkan masalah." Arya bersuara dengan tak tahu dirinya.
"Abang ih, ...
"Abang cuma kesal dengan sikap Lyra yang seperti itu. Bukan cuma kepada Vania, tapi kepada Abang juga lho." Arya menjelaskan, masih ingat sikap dan raut wajah teman dari adiknya itu yang menurutnya sangat mengesalkan.
"Ya siapa yang nggak akan bersikap begitu? dia tuh masih kesel sama Abang yang kabur waktu kita ketemuan dulu. Padahal dia udah semangat, bela-belain batalin kencan butanya sama cowok yang dia kenal di biro jodoh." Anna bersungut-sungut.
"Cih, biro jodoh? Kelihatan tidak lakunya ..." gumam Arya sambil memutar bola matanya.
"Se nggaknya dia ada usaha untuk dapat jodoh, nggak kayak abang yang cuma nunggu hal yang nggak pasti." tukas Anna dengan kesal.
"Abang menunggu kalian menemukan orang yang tepat, bukan menunggu hal yang tak pasti." Arya bangkit menegakan tubuhnya.
"Tapi abang udah main-main sama sesuatu yang serius, abang ...
Arya baru saja akan membuka mulutnya untuk menyanggah, namun Vania lebih dulu buka suara.
"Udah deh nggak usah dibesar-besarkan, kalian tahu maksudnya nggak kayak gitu." gadis itu berbicara.
"Vania ..." Alena menatapnya penuh isyarat, dia tahu hati sahabatnya seperti apa. Namun Vania memang pandai menyembunyikan perasaannya.
"Abang cuma salah bicara kan? nggak ada yang serius. Aku ngerti maksudnya." Vania menoleh kepada Arya, dan orang yang dimaksud tentu saja menoleh juga kepadanya, dan dia hampir menjawab.
"Aku ngerti abang cuma asal bicara." Vania tertawa.
"Dih, saling bela?" gumam Anna.
"Nggak saling bela, memang gitu kenyataannya kak." sergah Vania.
"Tapi ..." Alena menjatuhkan bok*ngnya di kursi disampingnya, seraya mengelengkan kepala dengan gerakan samar. Vania lagi-lagi memberi isyarat kepada sahabatnya itu untuk tetap diam.
"Masa abang serius, aku kan bukan tipenya? sambung Vania, lalu tegelak. "Iya 'kan bang?" dia kemudian kembali menoleh kepada pria yang diam seribu bahasa.
"Ng ...
"Lagian umur kami cukup jauh, ... jadi nggak mungkin ...
"Iya, benar. Dia 'kan seumuran kamu. Mana mungkin abang dengan dia? Masih kecil, ... ish ... aneh sekali." Arya mengamini ucapan gadis disampingnya.
"Ish, ... ngomongin masalah umur? Beneran juga nggak apa-apa, kalian sama-sama udah dewasa." sergah Anna.
"Nggak mungkin, ..." Vania menggelengkan kepala.
"Iya, benar-benar mustahil. Kalian membicarakan hal yang tidak mungkin terjadi." pria itu lagi-lagi mengamini ucapan Vania.
"Kalian ini ...
"Udah ya, aku harus kembali ke kios. Sebentar lagi jam rame, kasihan anak-anak kalau aku tinggal terlalu lama." Vania melihat jam di layar ponselnya.
"Iya, abang juga. Harus balik ke kantor. Sebentar lagi ada presentasi." ucap Arya, dan mereka bangkit bersamaan.
"Menghindar." Alena bergumam.
"Aku ...
"Abang ..." mereka secara bersamaan, kemudian saling pandang.
"Pergi dulu." keduanya sama-sama memutar tubuh, kemudian berjalan menuju kendaraannya masing-masing.
Vania meraih helm, kemudian menghidupkan motor maticnya, sementara Arya masuk kedalam mobil hitamnya, dan tancap gas beberapa saat setelah Vania juga meninggalkan tempat itu, mereka sama- sama menghindar.
🌺
🌺
Vania menghentikan laju motornya di sebuah tempat yang jauh dari biasanya. Setelah berkendara lebih dari satu jam melewati jalanan kota yang gersang dan berdebu, hingga dirinya tiba di sebuah tempat yang tak asing untuknya selama ini.
Vania membuka helmnya untuk merasakan angin semilir menerpa wajahnya. Dia menghirup dan menghembuskan napas dengan perlahan untuk menetralisir rasa sesak didada.
Ah... Vania, kamu harus bisa menahan diri. Ini tidak akan menjadi seperti yang kamu inginkan. Semuanya jelas, dan dia benar-benar jauh dari jangkauan. Dia bergumam dalam hati, lalu terkekeh.
Its ok, tidak perlu dipirkan. Hidupmu lebih berharga dari pada sekedar memikirkan seorang pria. Banyak hal yang harus kamu perjuangkan dari pada memikirkan percintaan. Batinnya lagi.
Kemudian perhatiannya beralih pada ponsel di saku jaketnya yang berdering. Tampak nomor Alena yang memanghil.
Vania menghela napas dalam, lalu membuka pesan yang masuk.
[Kenapa sih kamu tadi nggak sekalian aja bilang sama Bang Arya kalau kamu suka sma dia?] protes Alena.
[Ngapain?] jawab Vania.
[Kok ngapain? kan udah lama kamu suka sama Abang?]
[Terus?]
Lalu ponsel berbunyi lagi, Alena melakukan panggilan telfon.
"Ya?"
"Kok cuma jawab terus?"
"Ya aku harus jawab apa dong?"
"Kenapa nggak bilang, iya aku suka sama abang ...?"
"Emang harus bilang gitu ya?"
"Ish, ....
"Nggak semua hal harus diungkapkan Al."
"Dih?"
"Aku bukan kamu yang bisa mengungkapkan perasaan dengan mudah. Aku lebih suka seperti ini, menikmatinya dalam diam."
"Ya udah, aku yang bilang aja kali ya?"
"Nggak, nggak. Nggak usah. Jangan gitu deh!" tolak Vania.
"Se nggaknya biar Abang tahu."
"Nggak usah lah, kesannya gimana gitu?"
"Kamu gengsi karena bilang suka duluan? kayak hidup di jaman penjajahan deh?"
"Bukan masalah gengsi, ... tapi aku ...
Ingat juga janjimu kepada Ayah! batinnya kembali berbicara.
"Udah ya, nggak usah dibahas lagi, kalau jodoh nggak akan kemana." Vania melanjutkan.
"Ucapan kamu sama kayak abang deh?" jawab Alena lagi.
"Masa?" Vania terkekeh.
"Hu'um, ... feeling aku kalian sebenarnya berjodoh, tapi nggak pada nyadar?" Alena meneruskan.
"Kamu ngaco!" gumam Vania.
"Ish, ... feeling aku suka bener."
"Apaan? feeling emak-emak?" gadis itu tertawa.
"Vania ih, ..."
"Udah lah, ... nggak usah dibahas terus. Lagian aku masih sibuk mikirin kerjaan. Aku belum punya waktu untuk mikirin urusan pribadi."
"Kalian keburu tua. Abangku keburu tua!" Alena terdengar kecewa.
"Atau mungkin aja bang Arya akan ketemu jodohnya sebentar lagi." Vania dengan penghiburannya.
"Ish, ... kamu ini?"
"Udah dulu ya? aku harus kerja lagi."
"Hmm ... ya udah."
"Ingat, nggak usah bahas apapun, atau aku bakalan marah sama kamu. Kita nggak bakalan temenan lagi." ucap Vania sebelum mengakhiri panggilan.
"Dih, ngancam?"
Vania hanya tertawa, kemudian dia mengakhiri panggilan.
🌺
🌺
🌺
Bersambung, ....
uluh uluuhhh, ... emang bisa ya kayak gitu? emang kuat? nggak yakin deh kayanya 🤭🤭
oh iya readers maaf ya, akhir-akhir ini masih telat update. Maklum lagi ada kerjaan di dunia nyata, minta doanya aja biar lancar da semuanya cepat selesai.
Jangan lupa klik like, komen, kirim hadiah juga vote nya buat si Abang biar semangat menggapai jodohnya.🤣🤣
I love you full 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Yuli Ana
yahhh bang Arya...awas Lo sekarang banyak tikungan ntar nyesel
2022-07-03
0
Bundanya Robby
komen semangat aja lah Thor
2022-01-29
1
Mama VinKa
Vania sm seperti jmnq msh gadis,klo suka sm cowok tk pendem g akn di ungkapkan tkt di tolak
2022-01-11
1