🌺
🌺
Alena menatap curiga raut wajah sang kakak yang tampak lain dari biasanya. Pria itu terlihat sering menahan senyum sejak memasuki rumah mereka saat mengantarkan Dilan pulang malam itu.
"Kamu kenapa sih?" Hardi menepuk pundak istrinya yang terus saja mencuri-curi pandang ke arah Arya saat dia membuat minuman di dapur.
"Kakak lihat nggak, abang kelihatan aneh." Alena berbisik.
"Aneh apanya?" pria itu ikut berbisik.
"Masa dari tadi senyum-senyum melulu?"
Hardi terdiam, kemudian mengalihkan pandangan kepada kakak iparnya yang duduk di ruang tengah mereka. Pria itu memang terlihat sumringah, dan sesekali tersenyum, walau terlihat dia tahan.
"Abang baru dapat lotere kali?" ucap Hardi.
"Dih, lotere apaan?"
"Nggak tahu. Tanya gih."
"Nggak mau."
"Lagian, kakaknya kelihatan seneng dibilang aneh? sebenarnya siapa yang aneh ya?" Hardi mencibir.
"Ya aneh aja. Ngak biasanya abang kayak gitu." tukas Alena, sambil mengaduk kopi untuk kakak laki-lakinya seperti yang selalu dia minta.
"Awas kelupaan." Hardi menghentikan perempuan itu mengaduk minuman dicangkir keramik miliknya.
"Apaan?"
"Jagnga pakai gula, nanti dimarahin lagi." ucap Hardi, dia ingat terakhir kali sang kakak ipar berkunjung ke rumah baru mereka, dan meminta dibuatkan kopi hitam, dan pada saat itu pula Alena malah menambahkan satu sendok gula kedalamnya, yang menyebabkan Arya gusar setenga mati.
Alena terdiam, "Aku lupa, tadi pakai gula apa belum ya?" katanya.
"Jiah, ... " pria 28 tahun itu menepuk keningnya agak keras. "Cobain dulu." katanya kemudian.
"Ck! kamu lama? ada niat ngasih abang minum nggak nih?" Arya yang tiba-tiba masuk kedapur saat adik bungsunya itu tak kunjung keluar membawa kopi yang ditawarkannya beberapa saat yang lalu.
"Hah? iya bang, bentar ini ..." Alena mengambil saru sendok minuman berwarna hitam itu untuk dia cicipi.
"Kenapa nggak langsung kamu bawa?" namun Arya merebut cangkir kopi yang terletak di meja dapur adiknya itu, kemudian membawanya keruang tengah.
Alena mengecap cairan yang masuk ke mulutnya itu, "Manis kak." ucapnya kemudian.
"Jiah ..." Hardi kembali menepuk keningnya, lalu tertawa. "Nggak ikutan ya, ... aku mau keruang kerja ah, beresin rancangan dulu ..." dia hampir saja melenggang keluar dari dapur untuk menghindar. Namun Alena menarik ujung kemejanya sehingga dia tak bisa kabur kemanapin.
"Oh, ... nggak bisa. Kakak harus tetap disini, bantuin aku kalau abang nanti marah lagi."
"Nggak mau." tolak Hardi.
"Kok gitu?"
"Ogah, ... marahnya abang ngeri, ... hiiii" pria itu bergidik, teringat pula ketika dirinya menghadapi kemarahan Arya saat ingin menjemput perempuan yang kini telah berstatus sebagai istrinya itu.
"Dih, curang."
"Bukan soal curang, tapi gimana ya ... aku masih trauma kalau ingat itu, duh ..." Hardi memegang tulang iga sebelah kirinya, tiba-tiba saja dia merasa ngilu di bagian itu.
"Masa soal kopi aja bisa sampai segitunya? kakak lebay!" Alena mencibir.
"Kamu nggak ngerasain sih, ... kan aku yang babak belurnya dihajar abang waktu itu." Hardi membela diri.
"Dih, siapa suruh nekad? kan udah dibilangin jangan coba-coba datang? ya jadinya gitu." sergah perempuan itu.
"Ya kalau aku nggak nekad, kita nggak bisa kayak sekarang dong?" pria itu menggerakkan kedua alisnya keatas dan kebawah sambil tersenyum.
Alena mencebikan mulutnya.
"Kamu nggak tahu sih, gimana kacaunya aku waktu itu ..."
"Dih, masih kacauan akulah dibanding kakak. Itumah nggak ada apa-apanya, daripada aku yang ....
"Sssttt!!" Hardi menutup mulut Alena dengan tangannya. "Udah, jangan diungkit lagi. Iya iya, aku salah, aku nyesel. Maafkan diri ini yang penuh salah dan dosa." dia kemudian mengatupkan kedua tangannya di depan wajah.
"Tahu gitu masih aja bahas siapa yang lebih kacau dari siapa?" Alena menggerutu.
"Iya iya, maaf. Nggak lagi yang." dia mengedipkan sebelah matanya.
"Genit." perempuan itu mendelik.
"Kalau nggak genit, kamu nggak bakalan kepincut dong sama aku?"
"Ih, kecentilan?"
"Biarin, kan kecentilannya sama istri sendiri, bukan sama istri orang." Hardi meneruskan bualannya.
"Ish, ... makin kesini makin jadi gombalnya?"
"Nggak apa-apa, sama istri sendiri ini gombalnya." ucap Hardi lagi, membuat kedua pipi perempuan di depannya memerah dan dia salah tingkah.
"Ya udah, aku balik keruang kerja ya, daripada kamu makin kegeeran karena aku gombalin terus?" pria itu memutar tubuh setelah merasa berhasil melancarkan aksinya mengalihkan perhatian sang istri.
"Oke, ... sekalian nanti bobonya di ruang kerja aja ya? soalnya pintu kamar mau aku kunci." jawab Alena, yang membuat sang suami menghentikan langkahnya dan kembali berbalik, mendapati ibu dari dua anak balitanya tersebut tengah tersenyum lebar.
Kode keras Hardi! Mati gue! batinnya.
"Jangam lupa bawa bantal sama selimutnya dulu, soalnya diruang kerja kan nggak ada." sambung Alena.
"Sana, cepet beresin rancangannya, biar aku ngobrolnya sama Bang Arya aja. Nggak apa-apa, paling cuma diomelin gara-gara ngasih gula ke kopinya, udah biasa kok." perempuan itu berujar.
"Eh, ... nggak jadi deh, ..." Hardi dengan raut bingung.
"Lho, kenapa nggak jadi? kan banyak kerjaan? sana." usirnya kepada pria itu.
"Kamu sekarang gampang ngambek ih? gitu aja ... padahal aku cuma bercanda." dia kembali mendekat.
"Siapa bilang aku ngambek? kakak sekarang sensian deh?" diapun keluar dari dapur dan berjalan menuju ruang tengah dimana Arya dan dilan berada.
"Abang?" panggilnya kepada sang kakak yang fokus pada layar ponsel.
"Ya?" Arya menjawab tanpa menoleh.
"Kopinya ... udah abang minum?" Alena bertanya.
"Baru sedikit." pria itu masih menatap layar ponselnya.
"Masa?" Alena sedikit terkejut.
"Hmm ..." pria itu menyerput kopinya pelan-pelan.
"Tapi itu ...
"Apa?" Arya kemudian melirik dari balik cangkir kopi yangdia pegang.
"Kopinya ... aku lupa ... malah pakai gula." ucap Alena, takut-takut.
Arya tertegun.
"Sini, aku ganti." perempuan itu mengulurkan tangan untuk meraih cangkir kopi dari kakak laki-lakinya tersebut.
"Tidak usah, ... tidak apa-apa." ucapan Arya diluar dugaan.
"Beneran?"
"Hmm ...
"Nanti abang sakit gigi, ... atau diabetes ... gimana?" Alena mengingatka pria itu apa yang selalu dikatakannya tentang memakan makanan yang manis baginya.
Arya terdiam lagi, kemuidian dia meletakan cangkir kopinya.
"Abang mau pulang, ... mungkin Anna sudah pulang." dia mengalihkan pembicaraan, kemudian bangkit.
"Nggak mau makan dulu?" perempuan itu mengikuti dengan pandangan matanya.
"Nggak. Sudah kenyang."
"Kenyang?" Alena memiringkan kepala.
"Hu'um, ... udah makan mi." Dilan menyahut.
"Abang ngasih Dilan mi?"
"Bukan mi." jawab Arya.
"Itu, tadi Dilan bilang makan mi?" reaksinya sama seperti Arya ketika mengetahui dirinya memberi balita itu makanan tersebut.
"Mi lulus." ucap Dilan lagi.
"Mi lulus?" Alena mengerutkan dahi.
"Spaa-geti ..." ucap baita itu lagi.
"Ooo ... spageti ..."
"Hu'um, ... ateu Vania." bocah itu kembali berbicara.
Arya menahan diri ketika dia hendak berbicara, lalu dengan ragu melirik kearah adik bungsunya yang menantap curiga.
"Yayang makan di tempatnya Ateu Vania?" Alena beralih kepada putranya.
"Hu'um, ... Ateu Vania." ulang bocah itu. "Mamam akelim juga, segini-segini..." dia memperagakan dengan kedua tangan mungilnya.
"Eumm ..." Alena bergumam.
"Ayah juga mam akelim, ... sama ateu ...
"Abang pulang ya, ... Kasihan Anna sendirian." pria itu bergegas keluar dari rumah tersebut.
🌺
🌺
🌺
Bersambung ...
Yah, ... Dilan pake buka rahasia lagi, kan Ayah jadi malu. 😝😝😝
biasa gaess, ... like, komen, sama hadiahnya juga vote kalau masih ada.
i love you full
pulang dulu ahh .. takut diinterogasi 😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Hearty 💕
Takut kebongar rahasianya ya disuapin es krim sama Ateu Vania
2023-11-23
0
itanungcik
hayo babang arya ketahuan
2023-02-02
1
Kireina
🤣🤣🤣🤣 kaburrrr
2022-08-10
2