🌺
🌺
"Beres bu?" Vania muncul saat Melly tengah mengawasi keadaan kafenya dari pantry, pengunjung hari itu cukup ramai.
"Begitulah,.. ." perempuan paruh baya itu menoleh.
Vania meletakan tas dan kunci motornya diatas galon tak jauh dari tempat ibunya berdiri. Ikut mengawasi keadaan kafe tersebut.
"Hari Ini cukup ramai?"
"Ya, begitulah... "
"Baguslah, biar semua orang dapat bagian yang sama besar waktu dibagi nanti." ucap Vania, sedikit gusar.
Melly menatap anak gadisnya lekat-lekat.
"Bagaimana kios kamu? sudah beres? capek ya?" tanyanya, seraya mengusap punggung putrinya dengan lembut. Dia tahu bukan hanya lelah yang dirasakan Vania, tapi rasa kesal lebih mendominasi setiap kali gadis itu memasuki tempat usaha milik mereka. Mengingat pembicaraan beberapa minggu sebelumnya dengan beberapa saudara dari almarhum suaminya, tentang pembagian hasil usaha mereka, karena kafe tersebut merupakan usaha keluarga, buka hak milik pribadi. Namun pengelolaannya selama ini diserahkan kepada Galih, suaminya. Yang kemudian diteruskan oleh Melly sepeninggal pria itu hampir sepuluh tahun yang lalu.
"Aku lapar." gumam Vania, yang langsung ditanggapi oleh Melly. Dia segera mengambilkan nasi dan beberapa lauk dan sayuran, sebagai persediaan maka bagi para pegawai mereka.
"Ayo makan, Pak Een hari ini masak yang spesial lho." dia melirik juru masak utama di kafe mereka. Lalu meletakan piring makan anaknya diatas meja.
Vania tak menyahut, dia lantas duduk dan langsung melahap makanannya. Nasi ditemani ayam suwir dan cah brokoli. Tidak lupa tahu goreng dan sambal kesukaannya.
"Enak?" ucap Melly saat melihat putrinya makan begitu lahap.
"Lumayan, ..." jawab Vania dengan mulut penuh.
"Pelan-pelan, tidak akan ada yang menghabiskannya, makanannya masih banyak." Melly berujar lagi.
"Hmm... " Vania meneguk air putih yang disodorkan ibunya kemudian.
Melly hanya tersenyum, kemudian kembali ke ruangannya tak jauh dari pantry.
***
"Tante Rahma dan Om Ryan hari ini datang lagi?" Vania datang setelah menyelesaikan makannya.
"Seperti biasa, mengecek keadaan." Melly menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Kalau mau dapat bagian mereka sering datang ya bu? padahal dulu, waktu masih sepi nggak ada yang mau lirik sedikit aja. Malah diserahin ke ayah?" Vania dudul didekat ibunya.
"Mereka cuma tidak tahu cara mengelolanya. Kakek kamu dulu kan nggak melibatkan anaknya yang lain selain ayah." jelas Melly.
"Tapi setelah seramai ini baru mereka pada nongol? ish, ..." dia mendesis kesal.
"Itu sudah ibu prediksi." Melly tetap menyunggingkan senyuman.
"Kalau misalnya mereka minta bagian lebih dari yang sudah ibu bagi bagaimana?" Vania bertanya.
"Ya berikan." jawab Melly dengam suara ringan dan tanpa beban.
"Lho? kok gitu?" Gadis itu mengerutkan dahi. Hatinya merasa tak terima mendengar jawaban sang ibu yang menurutnya konyol. "Ayah sama kakek mulai itu dari nol lho, dan kita meneruskannya dengan susah payah. Dari masih sepi, bangunannya kecil dan sederhana, sebagai rumah makan biasa. Nggak ada tuh yang mau ikut turun tangan, senggaknya bantu melayani tamu gitu biar kita ngga terlalu banyak bayar pegawai." protesnya.
Melly tak menjeda ucapan Vania, dia mendengarkan dengan baik segala yang keluar dari mulut putrinya.
"Aku nggak rela, apa yang udah kita bangun dengan susan payah ibu serahkan gitu aja sama mereka."
"Semua yang kita miliki hanya titipan. Tidak ada yang abadi, nak. Kamu tidak boleh terlalu merasa memiliki apa yang kita punya sekarang ini. Karena faktanya ini memang warisan kakekmu, dan harus dibagi rata dengan saudara ayahmu denga adil."
"Adil ibu bilang? terus dimana mereka waktu kita memulai semua? waktu itu keadaan sangat sulit, ibu sama ayah bekerja sangat keras, dan memilih untuk nggak menikmati apa yang sudah kita dapat setelahnya, walau keadaan sudah membaik." gadis itu masih sangat mengingat bagaimana kedua orang tuanya begitu berhemat demi terus mengembangkan usaha mereka agar menjadi lebih baik, dan memilih menggunakan uang yang didapat untuk menambah modal dan memperbaiki bangunan hingga menjadi seperti sekarang.
"Lebih baik sekarang kamu istirahat saja. Kecapean membuatmu memikirkan banyak hal tidak penting." Melly membelai kepala anaknya.
"Hmm... " Vania hanya mendengus, dia tahu ibunya sudah tak ingin membahas hal itu lagi, karena memang sudah seharusnya tidak dibahas. Tapi dirinya tetap merasa kesal jika sesekali mengingatnya.
"Oh iya, kak Anna jadi foto prewed hari ini?" Vania mengalihkan pembicaraan.
"Jadi, beres tadi sebelum kamu datang."
"Mereka jadi resepsinya disini?" tanya nya lagi.
"Jadi juga. Tadi sudah deal dan melunasi semuanya. Kamu harus siap-siap lagi mengatur semuanya. Nanti hubungi Anna untuk membicarakan konsepnya."
"Wah, ..." gadis itu bangkit, tiba-tiba saja dirinya kembali bersemangat. "Udah dibayar lunas?"
Melly mengangguk.
"Ibu lagi banyak duit dong? bagi lah bu." dia menengadahkan tangannya.
"Ish,... kalau dengar uang saja kamu langsung kembali semangat."
"Oh, iya dong. Pasti." dia tersenyum lebar. "Minta buat modal boleh? weekend ini kan aku mau buka tempat jajanan aku." jelasnya.
"Bukannya kamu punya?"
"Udah abis bu. Dipakai buat beli bahan sama perabotan, juga sewa kios."
"Putar dulu saja yang ada. Nanti kalau nggak jalan, baru minta lagi." Melly bangkit dari sofa.
"Yah, bu... buat pegangan aja. Masa mau opening nggak megang uang sama sekali?" rengek Vania.
Melly tak menggubris.
"Bu?"
Perempuan itu melangkah keluar dari ruangannya.
"Dih, ibu pelit." Vania menggerutu.
🌺
🌺
Anna meletakan beberapa lembar foto perempuan di depan Arya saat mereka selesai makan malam.
Kakak laki-lakinya itu meneguk air minumnya dengan cepat, lalu menyeka mulutnya yang basah dengan punggung tangannya.
"Apa ini?"
"Foto." jawab Anna.
"Abang tahu itu foto, tapi maksud kamu apa memberikan foto ini kepada abang?"
"Siapa tahu ada yang cocok." ucap Anna, kemudian tersenyum.
"Maksudnya?" Arya meninggikan suara.
"Ish, ... abang kayak anak kecil deh? masa gitu aja nggak ngerti?"
Arya terdiam.
"Siapa tahu diantara mereka ada jodoh abang?"
"Serius?"
Anna menganggukan kepala.
"Yang ini masih gadis," dia menunjuk salah satu foto.
"Ini janda, tapi nggak punya anak." Anna menunjuk foto lainnya.
"Kalau yang ini... janda, tapi anaknya dua. paket lengkap." gadis itu menggerak-gerakan kedua alisnya keatas.
Arya malah mengangkat satu sudut bibirnya keatas.
"Pilih mana?"
"Kamu pikir kita mau beli boneka menyuruh abang memilih seperti ini?" ucap Arya kemudian.
"Milih jodohnya Abang."
Arya mencebik.
"Dua bulan lagi aku nikah lho, semua orang dirumah ini udah ada pasangannya. Kak Alya sama kak Rasya, Alena sama Hardi. Cuma Abang yang belum."
"Kamu pikir cari jodoh segampang itu?"
"Iya. Buktinya aku sebentar lagi nikah, kak Alya udah mau lahiran, malah Alena udah nyalip duluan."
Arya terdiam.
"Bukan jodoh yang sulit dicari, tapi abang yang nggak mau membuka diri."
"Mentang-mentang sudah ketemu jodohnya kamu ledekin abang terus?"
"Bukan ledekin ish, abang sensian deh... akibat terlalu lama menjomblo kayaknya?"
"Anna!" pria itu sedikit menggeram.
Sang adik hanya tertawa terbahak-bahak.
"Serius bang. Aku nggak tahu tipe abang itu kayak gimana, apa masih kayak kak Hana atau...
"Apa hubungannya dengan Hana?" Arya bergumam.
"Ya kali abang maunya kayak kak Hana, kan setelah kalian putus abang nggak punya hubungan sama orang lain."
"Kamu tahu bukan itu masalahnya. Kalian lebih penting dari pada kehidupan pribadi abang. Dan ini tidak ada hubungannya dengan Hana, atau perempuan seperti dia. Karena kita tidak akan menemukan pribadi yang sama pada orang lain."
"Iya sih. Tapi...
"Jangan pikirkan abang, kamu seharusnya fokus pada pernikahanmu. Dua bulan itu sebentar kalau menghadapi urusan seperti ini, Anna."
"Kalau abang gitu terus malah bikin aku khawatir tahu..."
"Tidak usah khawatir, abang pasti akan baik-baik saja."
Anna terdiam.
"Mungkin... nanti, kalau sudah saatnya, jodoh itu akan datang dengan sendirinya."
"Dan Abang hanya akan menunggu seperti ini?"
"Mungkin."
"Ish, abang keburu tua!"
Arya tergelak.
"Serius bang...
Pria itu menggelengkan kepala, kemudian bangkit dari duduknya.
"Bang?"
"Stop Anna, abang tidak mau membahasnya lagi, sudah cukup." dia menghambur kedalam ruang kerjanya.
"Dih?"
🌺
🌺
🌺
Bersambung...
Keburu tua Bang. 🙄🙄
Biasa atuh genks, like komen sama hadiah kalau vote belum ada mah.
Oia, MSL udah ada audiobooknya lho, udah tahu belum? kalau sempet mampir ya, klik gambar headset di sebelah kanan kalian unttuk memutar audionya. bantu like komen sama hadiah juga kalau ada.
i love you full 😘😘💖💖
kang moci masih kalem aja nih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Dwisur
kok bisa jadi kang moci ?
2024-12-29
0
itanungcik
vania jodoh nya arya
2023-02-02
1
Eli Nurlaeliah
ceritanya mirip almarhum aa tertua saya...
2022-09-10
1