🌺
🌺
"Aku duluan ya? harus ke kios dulu, soalnya ada yang ngirim barang." Vania berpamitan.
"Oh, oke. Makasih ya, maaf aku belum bisa bantuin." Alena berujar.
"Nggak apa-apa. Cuma satu barang doang kok. " Vania mengibaskan tangannya. "Ya udah aku pamit." katanya, yang kemudian berjalan keluar.
Namun gadis itu berhenti ketika melewati Arya yang tengah menggendong Alea.
"Dah Alea sayang, tante Van pergi dulu ya? nanti kita ketemu lagi." dia menyentuh pipi gembil bayi itu yang kemudian tertawa.
"Kok Alea nggak jawab?" dia menundukan wajahnya, berlagak kebingungan. "Ih, cuma senyum-senyum? jawab dong, ... apa kek gitu?" katanya yang masih menekan-nekan pipi bayi lucu itu dengan ujung jarinya.
"Ck! Dia masih bayi tahu? mana bisa jawab?" Arya menggerutu.
"Dari tadi kek? kan dia Abang pegang?"
"Hubungannya dengan saya apa?" pria itu mengerutkan dahi.
"Ya Abang yang jawabin." Vania tergelak.
"Ish, ..." Arya mendesis kesal.
"Dah Alea... " dia segera berlari untuk menghindari omelan yang hampir menyembur dari mulut pria itu.
***
"Gue juga pamit deh, ..." Raja yang kemudian bangkit dari duduknya.
"Serius?"
"Hmm... ada yang mau gue kerjain." pria itu mengangguk.
"Apaan?" Hardi menyelidik.
"Kepo lu?"
"Terima kencan sama Fani?" Hardi kemudian tertawa.
"Sialan lu. Kagak lah." sergah Raja.
"Siapa Fani?" Alena yang kemudian ikut percakapan dua pria ini.
"Sekretarisnya atasan di kantor. Udah dua minggu ngejar-ngejar Raja terus." Hardi tertawa lagi.
"Cieeee,... akhirnya ada yang ngejar juga?" goda Alena.
"Dih, dari dulu banyak yang ngejar, cuma gue males nenggepinnya, udah bosen." Raja dengan sombongnya.
"Bosen?"
Raja mengangguk.
"Bosen sama cewek maksudnya?" Hardi kembali tertawa terbahak-bahak.
"Anjim, sembarangan! Lu kira gue cowok apaan, gini-gini juga gue masih normal pea!" Raja melemparkan tisu yang dia gulung ditangannya kepada sahabat sekaligus partner kerjanya tersebut.
"Ya habisnya, lu sekarang aneh Ja." ucap Hardi setelah tawanya mereda.
"Aneh sebelah mananya?"
"Lu kayak menghindari cewek yang suka sama Lu. Apalagi si Fani? kagak lihat dia seseksi itu?"
"Dih, gue cuma jaga diri sambil nunggu jodoh masa depan. Kan nggak lucu, pas nanti gue ketemu sama jodoh masa depan, eh masa lalu gue kelam sama para Fani-Fani yang lain."
"Jodoh masa depan? lagak Lu Ja!" cibir Hardi.
"Serah Lu dah, gue cabut. Mau ngintip jodoh dulu." ucap Raja yang kemudian pergi.
"Ooo,... jadi di kantor ada Fani ya?" Alena yang masih menatap kepergian Raja, hingga mobil pria itu menghilang dibalik pintu gerbang rumah yang baru tiga bulan mereka tinggali itu.
"Iya." jawab Hardi dengan cueknya.
"Faninya ada satu atau dua? atau banyak? pasti banyak ya?" tanya Alena lagi, dia melirik suaminya.
"Maksudnya?"
"Fani yang seksinya ada satu atau dua?" perempuan itu memutar tubuh.
"Kamu ngomongin apa sih, aku nggak ngerti?" Hardi terkekeh, namun dia menangkap aura tak suka di wajah istrinya.
"Ngomongin Fani. Yang kakak tadi bilang seksi?" Alena mencondongkan tubuhnya.
Hardi mengulum bibirnya dengan keras, dia faham dengan pernyataan perempuan di hadapannya.
"Pantesan kalau kerja nggak ingat waktu? lebih mentingin kerjaan dari pada acara keluarga. Tahunya ada Fani di kantor?" sindir Alena.
"Apa hubungannya sama Fani? kerja ya kerja aja, kalau masalah acara keluarga, barusan aja aku bisa datang kan pas Dilan ulang tahun?"
"Iya, setelah Abang nelfon Kakak kan? emangnya aku nggak tahu?" tukas Alena. Dia ingat memergoki kakak laki-lakinya melakukan panggilan telfon kepada Hardi, yang waktu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya.
"Dih, itu kebetulan Yang. Pas abang nelfon, pas kerjaan aku beres."
Perempuan itu mencebik.
"Serius."
"Tapi Fani?"
"Udah, ... Fani nggak penting. Itu cuma gebetan Raja aja, tapi dia pura-pura jual mahal."
"Hmm... bohong. Tapi ada Fani-Fani lain selain itu...
"Nggak ada. Cuma Faninya Raja aja." pria itu meyakinkan.
"Awas lho..." Alena mengancam.
"Nggak berani Yang." pria itu melirik kakak ipar laki-lakinya yang berjalan mendekat bersama kedua anaknya.
"Abang mau pulang." Arya menyerahkan Alea kepada ibunya.
"Lho? kenapa nggak nginep aja?" Alena yang kembali mendekap putrinya.
"Kasihan Anna sendirian kalau Abang nginep."
"Oh, ...
"Ikut! yayang ikut!" Dilan menginterupsi, dan bocah yang hari itu berulang tahun pun meloncat-loncat dengan tidak sabarnya.
"Nggak boleh, ... nanti aja ya?" Alena melarang.
"Noooooo!! mau ikut sekarang!" Dilan merentangkan kedua tangannya kepada Arya.
"Jangan sayang. Sekarang ada Papa." sambung Hardi.
"Nooo!! mau ikut!" bocah itu merajuk.
"Ck! Sudah, biar Dilan ikut. Besok abang antar sambil berangkat kerja." sergah Arya, yang kemudian memangku keponakannya tersebut.
"Tapi bang...
Pria itu sudah berjalan ke arah mobilnya mebawa Dilan dan masuk, kemudian pergi.
"Yah, ... dibawa lagi?" gumam Alena.
"Kenapa dia lebih milih ngintilin Bang Arya dari pada aku?" Hardi dengan suara pelan. Ada raut kecewa yang begitu jelas di wajahnya.
"Ya karena Bang Arya yang selalu ada buat dia
Nggak peduli lagi sibuk atau lagi dimana, bang Arya pasti datang kalau Dilan panggil. Kecuali kalau lagi diluar kota." jawab Alena.
Hardi mendengus kasar, rasa kecewa memamg mendominasi perasaannya sebagai seorang ayah. Melihat putra pertamanya yang cenderung lebih dekat dengan orang lain.
"Kan ada Alea,... " perempuan itu menyodorkan anak perempuan mereka yang baru berumur enam bulan itu. Yang kedua tangannya menggapai-gapaikan tangan mencoba meraih ayahnya.
"Ah,... iya. Untung ada Alea, jadi Papa nggak kesepian." pria itu merebut putrinya dari Alena. Lalu sebuah senyuman terbit dari sudut bibirnya. Setidaknya rasa kecewa dihatinya berkurang sedikit.
🌺
🌺
Raja menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah kios yang tampak sedang dibereskan. Didepannya sebuah mobil box tengah menurunkan beberapa barang. Dan seorang gadis yang dia kenal berdiri mengawasi, yang tampak terkejut ketika menyadari keberadaannya di area itu.
"Kak Raja ngapain disini?"
"Cuma mampir aja, kebetulan lewat." pria itu datang menghampiri.
"Butuh bantuan?" tawarnya, yang kemudian berdiri di samping Vania, mengawasi para pekerja menurunkan barang.
Vania mendongak dengan tatapan agak menyelidik.
"Nggak usah,... " ucapnya sambil tertawa.
"Serius, ...
"Cuma beresin ini aja kok, nggak banyak. Beneran, nggak usah...
Namun Raja melenggang masuk kedalam kios yang berukuran 4x4 meter itu, seraya menggulung lengan kemejanya hingga sebatas sikut. Dan dia mulai menggeser beberapa barang.
Vania tertegun diambang pintu, namun pertanyaan Raja membuyarkan lamunannya.
"Ini mau di simpan dimana?" pria itu menggeser sebuah meja berukuran sedang.
"Mm... di pinggir aja dulu. Dindingnya juga belum di cat. Paling nanti mau dipasangin wallpaper biar lebih menarik." gadis itu menunjuk sebuah sudut di sisi lain ruangan.
Raja menganggukan kepala, kemudian Dia mendorong meja tersebut hingga menempel ke dinding tak jauh dari sana.
"Mau jualan apa sih? Ribet bener. Kenapa nggak terusin aja kafenya tante Melly, Kan udah gampang, tnggal kerja. Nggak usah atur-atur lagi." Raja mengangkat barang lainnya, yang kemudian dia letakan diatas meja.
Vania tersenyum, seraya membereskan barang-barang yang bisa dia angkat sendiri.
"Ditanya malah senyum-senyum... " gumam Raja.
"Ya, ... nggak gitu. Kan kalau kita punya usaha sendiri tuh lebih bebas aja, biarpun kecil-kecilan. Kalau kerja di tempat orang kita nggak tahu sampai kapan bisa bertahan atau dipertahankan disana." Vania berujar. "Lagian, kafe itu bukan milik ibu. Kami cuma di titipi sama keluarganya ayah." lanjutnya.
Raja terdiam menatapnya, lalu tersenyum samar.
"Kamu benar." katanya, dan sapaannyapun kini berubah.
Mereka terdiam untuk beberapa saat, namun kemudian keduanya tersadar ketika seorang pegawai jasa pengiriman menyerahkan beberapa lembar kertas untuk ditanda tangani.
"Terimakasih, pak." ucap Vania setelah urusannya dengan pihak pengiriman selesai. Kemudian dia dan Raja kembali pada pekerjaan yang sempat terhenti. Membereskan sisa barang yang tertinggal diluar kios.
🌺
🌺
Sebuah mobil berhenti tepat di seberang kios setelah berputar-putar sebentar mengelilingi kota karena permintaan bocah di kursi penumpang.
"Ateu Van!" Dilan menunjuk saat mengenali seseorang di seberang.
Arya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Dia menatap ke arah sana, dimana dua orang itu terlihat melakukan pekerjaan bersama dan membicarakan banyak hal. Diselingi tawa dan canda yang terlihat menyenangkan.
"Mau Ateu Van boleh?" ucap Dilan yang mendongak ke arah pria yang dia sebut ayah.
"Tante Van nya lagi sibuk." jawab Arya yang kemudian memalingkan pandangan ke arahnya.
"Sibuk?" bocah itu memanjangkan lehernya untuk melihat ke arah dimana orang yang dia kenali berada. "Sama Om Raja?" lanjutnya, dengan suara khas.
Arya mengangguk.
"Kita pulang?" ucapnya kemudian, dan dijawab dengan anggukan oleh balita berusia tiga tahun itu.
🌺
🌺
Bersambung....
Tenang, ini baru permulaan. kita santai dulu oke?
meet Ateu Vania ☺☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
itanungcik
arya cemburu kayaknya
2023-02-02
2
Yuli Ana
kak fit mau bikin kompetisi kayaknya🤭🤭
2022-07-03
1
꧁🎋ᴊãsૡïñê🐾꧂ 🌽
masih meraba alur🥰
2022-06-18
2