Di bandara internasional, Dhea tersenyum manis saat melihat sahabatnya yang sudah berada di sana, dengan langkah lebarnya Dhea menghampiri Yesi yang tak sadar akan kedatangannya.
"Yesi...." Teriak Dhea dengan menggandeng kedua putrinya di samping.
Sedangkan beberapa polisi yang mengantar ada di belakang membawa kopernya.
Merasa namanya di panggil, seketika Yesi menoleh mencari sumber suara.
"Dhea," Gadis itu tak kalah terkejut saat menatap seseorang yang sudah mematung beberapa meter darinya. matanya berbinar binar bagaikan menemukan sebongkah berlian.
Yesi berlari dan berhamburan memeluk sang sahabat yang sudah lama tak di kunjunginya, bahkan bisa di bilang setahun lebih Yesi tidak bertemu langsung dengan Dhea di karenakan kesibukannya.
''Kamu apa kabar?" Tanya Yesi, terharu setelah sekian lama berpisah kini keduanya bertemu lagi.
Dhea melepas kaca mata yang di pakainya dan mengangkat kedua bahunya. ''Seperti yang kamu lihat, aku baik baik saja.''
Setelah puas, Yesi beralih menatap dua bocah kecil yang sama sama melipat kedua tangannya dengan menampakkan bibir manyunnya.
''Ini anak mama Yesi kenapa?'' Yesi mencium pipi keduanya bergantian.
''Mama Yesi kalau sudah ketemu mama lupa sama kita,'' celetuk Rania, si anak indigo cantik itu. Sedangkan tatapan detektif tak kalah menyelidik pada sosok Yesi yang memang sedikit centil.
"Bukan lupa sayang, kan gantian, masa iya mama Yesi meluknya bareng bareng."
''Ya sudah deh, kali ini kami maafin mama Yesi, tapi lain kali mama Yesi nggak boleh mementingkan mama saja, kami juga penting.'' Celetuk Reina iri.
"Iya deh, kalian itu sangat penting buat mama Yesi. Apa kalian nggak tau kenapa mama Yesi nggak nikah nikah?"
Reina dan Rania menggeleng.
"Ya karena mama Yesi ingin merawat kalian, seperti mama Dhea."
''Cih.. bilang saja nggak laku.''
Yesi hanya terkekeh mendengar ejekan Dhea.
Merasa puas dengan candanya, kini mereka melanjutkan perjalanannya ke rumah.
Sebelum Dhea dan kedua putrinya serta Yesi naik mobil, mereka pamit pada aparat yang memang benar benar mengantarkannya sampai tujuan.
"Terimakasih ya, Pak," ucap Dhea yang langsung di jawab hormat dari pak komandan.
Bahkan polisi itu menatap mobil yang di tumpangi Dhea hingga menghilang.
"Dhe, kalian itu kayak anak pejabat saja, di kawal begitu," cicit Yesi heran.
Meskipun mereka saling bercerita lewat telepon, namun ini kali pertamanya Yesi melihat secara langsung kalau Dhea dan kedua putrinya itu benar benar istimewa.
"Kamu nggak tau, Yes, bahkan rumah ku pun di jaga sama polisi." Ujarnya.
"Kenapa?'' Tanya Yesi yang selalu penasaran.
"Beberapa bulan yang lalu, Polisi itu meminta Reina untuk membantunya menyelidiki penjahat yang katanya kelas kakap, tapi setelah tertangkap, penjahat itu sempat lolos dan mengincar Reina. Di saat itu pula aku sudah tekad akan kembali ke sini, dan semoga ini jalan yang terbaik."
"Apakah polisi itu memang selalu meminta bantuan Reina?"
"Ya nggak lah, hanya beberapa kali saja, lagi pula itu kan bukan tugas Reina, tapi aku bangga bisa memiliki mereka," mengelus pucuk kepalanya kedua putrinya yang kini sudah terlelap.
Yesi tersenyum dan menatap wajah Reina dan Rania dengan lekat.
"Dhe," panggil Yesi lagi.
Dhea menoleh tanpa suara.
"Pasti papa mereka itu tampan, lihat saja, mereka itu sangat cantik, jangan jangan kecerdasan mereka itu juga dari papanya," tebak Yesi dengan kekonyolannya.
Dhea hanya berdecak menanggapi ucapan Yesi.
"Dari siapapun, aku hanya berharap suatu saat nanti dia akan mendapatkan papa sesuai dengan keinginannya, dan aku akan menerima laki laki yang mau menerima kedua anakku."
Shiiittt.... tiba tiba saja mobil yang di tumpangi Dhea itu berhenti mendadak hingga membuat kepala Dhea dan Yesi terbentur jok depan.
''Ada apa, pak?'' tanya Yesi penasaran.
"Maaf, mbak, tiba tiba saja mobil di depan berhenti."
Yesi yang merasa kesal itu pun meletakkan Reina yang ada di pangkuannya dengan pelan lalu keluar menghampiri mobil di depannya.
Dengan tak sopannya gadis itu terus mengetuk kaca mobil bagian depan.
"Hai, mas, ngapain berhenti di sini?" ucap Yesi sedikit meninggikan suaranya.
Tak ada jawaban, namun kaca pintu belakang kini terbuka.
"Bilang sama supir kamu, suruh mundur!" ucap penumpang yang ada di dalam dengan datar.
Tak menggubris ucapannya, Yesi hanya bisa menelan ludahnya dengan susah payah saat menatap wajah pria yang ada di hadapannya saat ini.
Ini aku nggak lagi mimpi kan ya, tampan sekali.
''Apa kamu tuli, kenapa nggak pergi juga.'' Ucap pria itu lagi tanpa menoleh sedikitpun.
Yesi hanya bisa menghentak hentakkan kakinya, tak mau mengulur waktu, dan akhirnya ia yang mengalah.
''Dasar, laki laki macam apa itu, masa kita di suruh mengalah, kan dia yang salah.'' Gerutunya saat masuk mobil.
Dhea hanya terkekeh melihat sahabatnya.
''Kenapa? bukankah kamu tau, di mana mana orang kaya itu maunya menang, dan kita harus mengalah,'' ucap Dhea saat melihat mobil mewah itu melintasi mobil yang di tumpanginya.
''Iya juga sih, kayaknya itu sudah menjadi tradisi.''
''Tuan tidak apa apa kan?'' Pak Anam membukakan pintu untuk Arya.
''Tidak apa apa, hanya lelah saja.''
Arya meninggalkan pak Anam yang masih mematung di tempat.
''Ma,'' sapanya saat melihat punggung Nyonya Septi di ruang makan. Dengan pelan pria itu menghampiri mamanya yang sibuk menata makanan.
Seketika Arya memeluk mamanya.
''Kenapa, ada masalah di kantor?'' Tanya Nyonya Septi.
Arya menggeleng tanpa suara. Semenjak pencariannya bertahun tahun yang tak membuahkan hasil, Arya lebih menjadi sosok pendiam, dan tak cengengesan lagi, sepertinya pria itu memendam sesuatu yang tak di mengerti Nyonya Septi.
''Besok Om Sony mau kesini, dia bilang ke mama katanya Maya ikut.''
''Terus?'' dengan santainya Arya bertanya.
''Dia ingin menanyakan lagi, apa kamu mau menikah dengan Maya?''
Arya menarik kursi lalu duduk, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
''Ma, menikah itu kan harus saling cinta, tapi aku nggak mencintai Maya, bagaimana kita bisa menikah?''
Setelah kejadian malam itu, Arya memang mantap ingin mencari wanita yang di renggut keperawannya dan sedikitpun tak tertarik pada wanita lain.
''Cinta bisa belakangan, Ar, sekarang umur kamu sudah tiga puluh dua tahun, mau sampai kapan kamu hidup dalam bayangan, mungkin saja gadis itu sudah menikah dengan pria lain.''
Jika dulu Nyonya Septi kekeh untuk mencari gadis korban dari kelakuan bejat putranya, kini wanita tua itu pasrah dan ingin melihat Arya secepatnya menikah.
''Ingat, mama ini sudah tua, dan yang mama harapkan dari kamu itu cuma satu, bawa menantu buat mama, mama ingin punya cucu dari kamu,'' mengelus pucuk kepala Arya yang bersandar di meja.
Arya diam dan mencerna ucapan mamanya, karena permintaan mamanya itu memang lebih penting dari apapun.
''Kalau itu yang mama mau, aku akan menikah dengan Maya.''
Tanpa menatap Nyonya Septi, Arya beranjak dari duduknya dan berlalu ke kamarnya.
Jojo dan Jeki segera membantu Arya melepas baju Arya saat tiba di dalam.
''Kalian ngapain ngikutin aku terus, apa mau lihat aku mandi?'' Arya melirik Jojo dan Jeki yang mengikutinya hingga ke depan pintu kamar mandi.
Segera kedua pria itu keluar, takut kena lemparan tak terduga yang memang selalu mengintainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Aidah Djafar
sblm nikah sama Maya ketemu dulu donk sama ibu dari anakmu 🤔😁😂 kan ngk jadi nikah deh sama c Maya 😁😂😂
2023-10-28
1
Wirda Lubis
lanjut
2023-05-17
0
Tutik Rahayu
raina di bilang indigo tp yg di ajak polisi kok reina...apa mereka indigo smua ???
2022-09-03
1