Seseorang menyeret tubuh Lidya dengan tandu yang terbuat dari kayu dan tali tambang yang dirakit. Sosok itu meletakkan tubuh Lidya di pondok tua kemudian meninggalkannya begitu saja.
Pagi hari Lidya terbangun, memicingkan mata dan mendapati dirinya sudah tidak ada di dalam mobil. Dia coba bergerak tapi tidak bisa. Lidya baru sadar kalau badannya terikat di sebuah tandu kayu yang dirakit dengan tali tambang plastik.
Lidya berusaha meronta untuk melonggarkan ikatan di tubuhnya. Tapi ikatannya terlalu kencang. Tak perduli sekuat apa usahanya, namun ikatan itu tidak longgar sedikitpun. Lidya putus asa dan pasrah tergeletak di lantai tanah.
"Kreek.. !"
Tiba-tiba seseorang membuka pintu, dari balik pintu itu seorang wanita bercadar dengan kerudung merah, datang membawa semua barang-barang Lidya yang ada di mobil.
Karena wajahnya tertutup cadar Lidya tidak tahu wajahnya. Terselip rasa takut dalam hati Lidya ketika orang misterius itu menggenggam belati di tangannya. "
"Oh Tuhan, apa ini Akhir dari kisah hidupku?" Aku akan berakhir seperti korban pembunuhan oleh psikopat yang sadis." gumamnya.
Lidya membayangkan dirinya akan menjadi korban pembunuhan seperti dalam film horor yang dia tonton. Tapi apa yang ada dalam khayalan Lidya tidak terbukti, orang bercadar itu justru memotong tali ikatan tandu dan memeriksa luka-luka di tubuh Lidya.
"Apa dia orang baik?" atau hanya sekedar ingin melakukan sebuah trik, sebelum melakukan pembunuhan?" Ya pasti begitu!" Dia seorang maniak!" ujar Lidya dalam hati.
"Orang ini akan pura-pura melepaskan aku, kemudian ketika aku lari untuk bersembunyi dia akan memburu dan menikmati setiap detik rasa ketakutan calon korbannya." Skenario itu yang tergambar dalam benak Lidya.
Tapi sekali lagi pikiran Lidya salah, orang bercadar yang misterius itu benar-benar merawat luka Lidya dan memasakkan makanan dari bekal hiking yang banyak di mobil Lidya.
Dengan penasaran Lidya coba membuka komunikasi dengan orang misterius bercadar dihadapannya.
"Pak.. Bu atau siapapun anda, terima kasih sudah membantu." Nama saya Lidya dari Jakarta." Kalau boleh tahu anda ini siapa?" apa anda adalah penduduk lokal dari desa sekitar hutan ini?" Lidya berusaha mengulik informasi sebanyak mungkin yang dia bisa.
Orang bercadar tidak menjawab satupun pertanyaan yang dilontarkan Lidya. Dia hanya menyodorkan bubur instan yang dimasak dari bekal milik Lidya kemudian membubuhkan obat tradisional ke luka Lidya.
Rasa kesal mulai timbul, dengan cepat Lidya berusaha membuka cadar orang misterius di dekatnya. Namun gerakan Lidya tidak cukup cepat, Orang itu menepis tangannya dengan refleks yang baik.
"Bug...!"
Tiba-tiba saja sebuah hantaman mendarat di wajah Lidya, "Awww...!" Ba****t!!" Lidya mengerang kesakitan dan mengeluarkan umpatan. Tapi orang itu tidak perduli. Dia pergi meninggalkan Lidya di pondok sendiri tanpa menutup pintunya.
Saat itu Lidya sadar kalau orang misterius bercadar, hanya mau menolongnya dan tidak lebih. "Mungkin dia malaikat yang di utus Tuhan untuk menjawab doaku semalam."
Dari lubuk hati terdalam Lidya akhirnya bisa menerima keadaan, dan meminta maaf karena telah berlaku tidak sopan kepada dewa penolongnya. Dia mengakui kalau seharusnya tidak melanggar privasi orang lain.
Lidya benar-benar menyesal sudah melakukan hal itu kepada orang misterius yang sudah rela hati menolongnya. "Aku harus cepat keluar dari tempat ini begitu kakiku pulih."
Sudah terlalu lama orang bercadar pergi dari pondok di tengah hutan. Lidya berusaha untuk meraih tas ransel, untuk mencari pisau. Dia harus waspada berada di dalam hutan seorang diri.
Tidak ingin apa yang terjadi padanya terulang lagi seperti semalam, Lidya menyembunyikan pisau di jaket, dan enggan untuk memejamkan matanya.
Karena bosan Lidya bangkit dari duduknya dan berusaha berjalan ke arah pintu untuk mencari tahu keadaan di luar pondok.
Baru akan keluar dari pintu, tiba-tiba saja Lidya melihat rombongan pria menggunakan jubah hitam melintas dengan seseorang yang berada di tandu dalam kondisi terikat.
Tanpa berpikir panjang Lidya langsung bersembunyi. Rombongan itu seperti anggota sebuah sekte. Penampilan mereka sangat aneh. Semua mengenakan jubah dan topeng hitam. Dua orang yang berjalan di depan menenteng sebuah wadah yang berisi kemenyan.
Asap wangi kemenyan itu sangat menusuk hidung, hingga nyaris saja membuat Lidya bersin. Satu orang dari mereka sepertinya curiga dengan pondok tempat Lidya bersembunyi.
Dia melangkah mendekati pondok, namun tidak jadi memeriksa isinya, karena tertipu dengan pintu pondok yang di biarkan terbuka.
"Huh.. !" Hampir saja." Seandainya dia jadi masuk ke dalam tentu aku akan ketahuan." Lidya bersyukur karena anggota kelompok sekte, tidak jadi masuk ke dalam untuk memeriksa keadaan di dalam pondok.
Dia bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila dia sampai tertangkap.
"Aku harus cepat pergi dari tempat ini." Tapi aku harus kemana?" apa aku harus mengikuti jejak rombongan sekte?" Tidak.. tidak..!" itu artinya mengantar nyawa sendiri ke mulut harimau."
Lidya berperang dengan batinnya sendiri, dia bingung memutuskannya bertahan atau pergi. Kedua pilihan yang akan di ambil sama-sama beresiko tinggi. Dia tidak mengenal hutan, dan mungkin saja akan tersesat atau tertangkap oleh anggota sekte. Bahkan mungkin saja akan jadi mangsa binatang buas, bila di hutan itu mereka masih ada.
Akhirnya Lidya diam, tak melakukan apa-apa. Dia coba memeriksa luka sobek yang menganga di kakinya, ternyata sudah sedikit lebih baik. Rupanya orang misterius bercadar, sempat menjahit luka Lidya waktu dia tidak dalam keadaan sadar semalam.
Dalam kebimbangan Lidya saat itu, tiba-tiba orang misterius itu datang membawa makanan dan obat-obatan. Dia mengambil pakaian Lidya lalu menyuruh Lidya mengganti pakaian.
Pakaian Lidya memang sudah sangat kotor, sobek dan bau. Bekas darah ada dimana-mana. Lidya tidak punya pilihan. Dia memberi isyarat, menyuruh orang misterius keluar dari rumah.
Orang itu, mengerti maksud Lidya. Dia keluar dan menutup pintu agar Lidya punya privasi. Sementara di dalam Lidya mencari celana pendek selutut yang berbahan kaus agar dia bisa merasa lebih nyaman.
Setelah selesai berganti pakaian dan membasuh tubuh dengan air yang tersisa di kendi. Lidya berjalan pincang ke luar rumah dengan tongkat kayu. Dia melihat orang itu duduk jauh di bawah pohon sambil mencoret-coret tanah dengan belatinya.
"Siapa sebenarnya orang itu, apakah dia pria?" atau wanita?" Dari lekuk tubuhnya tak tampak dia seorang pria. Apakah dia wanita?" Tapi kenapa dia tidak mau bicara saja?" Toh dia kan sudah menyelamatkan aku."
"Huh, dasar orang aneh."
Lidya kembali bicara sendiri, kemudian dengan tertatih-tatih dia berjalan menuju orang yang bercadar itu. Karena belum terbiasa jalan dengan tongkat, Lidya nyaris saja jatuh. Tapi nasibnya mujur, karena orang bercadar itu segera menangkap tubuh Lidya yang oleng.
"Terima kasih, maaf saya jadi merepotkan anda." Ucap Lidya.
Tapi orang itu kembali tidak menjawab. Dia hanya memapah Lidya berjalan ke pondok dan mendudukkannya di sebuah bangku yang terbuat dari bambu. Setelah itu dia memberikan sesuatu untuk makan siang.
Lidya mencicipi makan siang dengan ragu. Wajahnya berubah, jadi semeringah karena ternyata makanan yang diberikan sangat enak.
Saking lahapnya, Lidya tidak memperhatikan, kalau orang bercadar itu sudah pergi dan meninggalkan sebuah catatan.
"Tunggu dua hari lagi, lukamu akan kering dan Sembuh!" Setelah itu pergi ke barat, kamu akan bertemu jalan untuk pulang."
Lidya meneteskan air mata, dia hanya bisa berterima kasih dalam hati saja. "Siapapun dirimu semoga Tuhan membalas kebaikan mu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Nurhalimah Al Dwii Pratama
ajak aja lidia baik kan dia
2021-10-13
0
MamiihLita
nyimak truss
2021-10-01
0