Dengan rasa kantuk yang teramat sangat, Lidya mengemudikan mobilnya menembus kabut. Mobil itu melaju zig-zag, menjauh dari hotel tua berhantu.
Lidya berusaha untuk menahan kantuk setidaknya sampai matahari terbit, namun apa daya, rasa kantuknya sudah tidak dapat di tahan lagi.
Karena konsentrasi yang mulai menurun Lidya salah ketika hendak menginjak pedal rem. Kakinya justru menginjak pedal gas, sehingga mobil itu melaju kencang tanpa kendali.
Sadar mobilnya oleng, Lidya berusaha untuk menguasai setir mobil. Namun sayangnya dia sudah terlambat. Mobil terlanjur keluar jalur dan meluncur kencang menuju lembah.
"Bruaaakkk...!" Tiiinnn....!"
Mobil Lidya meluncur kebawah dan berhenti saat menabrak sebuah pohon besar di hutan.
Seketika itu juga Lidya pingsan dengan luka di kening dan kaki terjepit kap mobil yang ringsek.
Suara klakson mobil tak berhenti memecah sunyi. Sampai akhirnya Lidya sadar dan mengangkat kepala dari stang kemudi. Darah segar menetes. Matahari mulai terbit, sedang Lidya masih berusaha mengingat apa yang sudah terjadi.
"Aku ada dimana?" tempat apa ini?"
Lidya memperhatikan sekeliling, dan ternyata dia baru sadar, kalau saat ini dia berada di sebuah hutan lebat, yang dipenuhi rimbun pepohonan.
"Aww.. hah, hah.. sakit sekali..!" Bagaimana ini?" Akghk.. sakit sekali...!" Aku harus bisa keluar dari mobil ini sekarang juga."
Lidya berusaha keras untuk menggerakkan badannya, kemudian pelan-pelan menarik kakinya yang terjepit. Dia cukup beruntung karena memiliki tubuh langsing sehingga dengan sedikit menggerakkan tubuh Lidya berhasil mengeluarkan kakinya.
Susah payah menahan perih akhirnya Lidya bisa memindah tubuhnya, ke kursi belakang untuk mengambil kotak P3K. Dia memeriksa luka sobek di kaki, dan coba menggerakkan semampunya.
"Agghkk...!"
Lidya menjerit kesakitan sampai mengeluarkan air mata. Bersyukur tulangnya tidak ada yang patah. Meskipun demikian luka sobek di kakinya cukup serius. Setelah menaburkan alkohol, dan obat luka seadanya. Lidya segera menelan obat antibiotik, dan penghilang rasa sakit hampir bersamaan.
Karena demam akhirnya Lidya kembali jatuh pingsan dan tersadar dua jam kemudian. Jarum jam di arloji menunjukkan pukul sembilan pagi. Lidya melihat kakinya dan tangannya bengkak.
Tapi Lidya berusaha untuk tidak panik. Dia mengambil sebungkus roti dan mengisi perutnya. kemudian kembali beristirahat, Sembari berdoa akan ada yang mengetahui, lokasinya di hutan itu.
Di tempat berbeda, Mira terlihat gusar, dia merasa cemas tanpa sebab. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi, tapi Mira tidak tahu apa. Yang jelas dia merasa risau.
"Mir kamu kenapa?" Tumben banget sampai memecahkan gelas segala?"
"Iya Mang, kok saya merasa gelisah ya?" Seperti ada sesuatu yang terjadi dengan mbak Lidya."
"Saya juga sama Mir, dari tadi malam rasanya kok hati ini gak tenang, mungkin saja ada sesuatu dengan majikan kita."
"Entahlah Mang, saya juga bingung, apa nggak sebaiknya kita beritahu mas Arkan saja Mang?"
"Jangan ganggu orang kerja Mir, lebih baik telepon Neng Lidya saja." Siapa tahu di angkat."
Mira memutuskan untuk menelepon Lidya namun, tidak berhasil karena telepon berada di luar jangkauan service area. Setelah mencoba untuk melakukan panggilan beberapa kali, Mira akhirnya menyerah dan meletakkan ponselnya.
Di kantor Arkan berdiri di dekat jendela. Hari ini terasa aneh untuknya. Mungkin karena Lidya sedang mengambil cuti sehingga kantor itu terasa berbeda. Menurutnya pekerjaan lebih santai dari hari-hari biasanya.
Hal serupa dirasakan oleh Widya. Sekretaris Lidya itu juga tidak biasa mendapati suasana kantor yang tenang. Bahkan menurutnya suasananya terlalu lengang. Terpikir dalam benaknya untuk menanyakan kabar Lidya.
Tapi Widya mengurungkan niatnya, karena tahu kalau saat ini Lidya ingin menepi dari rutinitas kantor yang membuatnya stress. Widya sangat mengerti kalau saat ini bosnya pasti tidak ingin diganggu.
Sebaliknya dalam hutan yang lebat itu, Lidya sangat berharap agar kedua sahabatnya berada di dekatnya saat ini. Dia membutuhkan mereka berdua lebih dari siapapun sekarang. "Semoga ada keajaiban dari Tuhan." Dengan penuh harap Lidya berdoa agar segera datang pertolongan untuknya.
Sudah jam dua belas siang, rasa nyeri di kaki Lidya kembali menyengat dia mencoba memeriksa lukanya dan menaburkan obat sekali lagi. Lidya menangis menahan perih. Dia sampai memukul-mukul kulit jok mobil karena rasa sakit yang teramat sangat.
Setelah makan roti dan mie instan mentah, Lidya minum obat penghilang nyeri, kemudian mencoba mendirikan tenda di bawah pohon agar dia lebih leluasa meluruskan kakinya.
Susah payah dia berhasil mendirikan tenda di bawah pohon dekat bagasi mobil. Dengan berbekal pengetahuan Pramuka, dan artikel di internet yang pernah dibaca, Lidya berhasil melakukan semua yang diperlukan seorang diri. Dia melakukan segalanya, meskipun harus bertumpu dengan satu kaki.
Hari semakin sore dan Lidya belum juga punya tanda-tanda akan mendapatkan pertolongan. "Sial gak ada sinyal lagi, sempurna sudah penderitaan ku, huh..!"
"Ya sudahlah anggap saja hari ini aku sedang solo camping di bumi perkemahan."
Lidya bicara pada diri sendiri sekedar untuk menghibur diri. Setelah merasa nyaman dia membawa tas ransel untuk mencari jenis daun yang bisa digunakan untuk mengobati lukanya.
perlahan dia berjalan sambil berpegang pada batang-batang pohon.
Suara serangga hutan merdu terdengar di telinga. Seandainya saat ini Lidya tidak terluka tempat ini pasti sangat menyenangkan untuk rekreasi, menepi dari hiruk pikuk kota yang selalu sibuk.
Lidya terus berjalan pelan tertatih-tatih. Sambil meringis menahan perih Lidya mengambil kayu sebagai tongkat penopang untuk kakinya, perlahan dia berusaha memetik daun-daun yang seingatnya bisa di jadikan sebagai obat luar.
Tidak begitu yakin, tapi dalam kondisi darurat patut dicoba. Itu yang ada dalam benak Lidya. Beberapa jenis daun dikumpulkan, setelah itu dikunyah untuk selanjutnya digunakan membalur luka di kaki kanan Lidya.
"Semoga saja daun-daun ini bisa membantu memulihkan lukaku."
Langit mulai gelap, bertanda malam akan tiba Lidya bergegas kembali ke mobil untuk menyalakan lampu senter sebagai sumber penerangan dan bertahan dari binatang buas yang mungkin saja masih ada di hutan.
Sebisanya Lidya berusaha untuk menghemat baterai senter dan head line karena tidak tahu akan bertahan berapa lama di hutan itu.
"Seandainya saja ada orang desa yang mencari kayu disini, mungkin aku akan selamat."
"Apa yang bisa aku lakukan untuk memberi tahu orang di luar sana, kalau ada aku disini." Kenapa jadi seperti ini sih?"
"Kwak... Kwok.. kwaakk.. Kwok.. Kwook.."
"Kriik..kriik.. kriiik.."
"Kugruuuk.. Kugruuuk..."
Suara binatang malam riuh bersaut-sautan, membuat bulu kuduk Lidya bergidik. Gadis itu terus berdoa dalam hati.
"Tolong turunkan malaikat penyelamat untuk aku Tuhan."
Lidya terus mengoceh sendiri mengusir rasa takut di hati. Semakin malam suasana semakin mencekam. Lidya melihat bayangan putih melintas, dan dia terus berdoa semoga semua itu hanya khayalannya saja.
Malam itu sangat dingin, tidak banyak yang dapat dilakukan Lidya kecuali berbaring pasrah dan menghabiskan waktu dengan sekedar menulis sesuatu di buku, seraya berharap ada orang yang lewat, walaupun itu hampir-hampir mustahil.
Usai makan Snack yang di bawa, Lidya berusaha untuk tidur. Tak lama kemudian dia benar-benar tertidur. Tanpa di sadari sesuatu mengeluarkan tubuhnya dari mobil, dan menyeret Lidya lebih jauh ke dalam hutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Nurhalimah Al Dwii Pratama
serem
2021-10-13
0
MamiihLita
siapa yg nyeret lidya .. penasaran.. lanjut up ah
2021-10-01
0