Tiba tiba terdengar kesiuran kala tendangan kaki menghantam kepala Lintang yang masih dalam posisi kuda kuda ditekuk rendah.
Lintang tidak sempat menghindar karena datangnya serangan begitu cepat. Lintang mengangkat lengan kirinya.
Prakkk !!!
Kaki tertangkis lengan.
Lintang tidak bergeming.
Mahesa Wuni yang tadi menendang, terdorong mundur sampai lima langkah.
Lintang kembali berdiri dan menatap Mahesa Wuni dengan tajam.
Mahesa Wuni kembali menyerang.
Suara kesiuran selalu terdengar setiap Mahesa Wuni menyerang dengan kaki ataupun kanan.
Lintang menyambut setiap serangan yang datang. Tendangan dibalas dengan tendangan, pukulan dibalas dengan pukulan.
Dalam sesaat, lima jurus pertukaran serangan terjadi. Lintang memang sengaja menyambut setiap serangan.
Diam diam, dalam setiap pertemuan pukulan ataupun tendangan, Mahesa Wuni merasakan tangan kakinya kebas dan kesemutan.
Mendenguskan nafas dengan keras, Mahesa Wuni dengan cepat berlari mendekati Lintang, dengan kedua tangan terkepal. Kedua kepalannya sekilas mengeluarkan kilatan seperti petir.
Dengan menotolkan kaki ke tanah, sehingga posisi badan meluncur melayang Mahesa Wuni mengawali serangan dengan tendangan kaki kiri mengarah ke pinggang Lintang. Lintang menghindar dengan menggeser kaki kanan ke belakang satu langkah.
Masih dalam keadaan melayang, Mahesa Wuni menyambung dengan tendangan kaki kanan. Lintang menghindar dengan menarik kaki kirinya ke belakang satu langkah.
Itulah yang dikehendaki oleh Mahesa Wuni. Lawannya mundur.
Dengan kekuatan penuh, badan masih melayang, kedua tangannya memukul bersamaan ke arah dada Lintang.
"Aji Gelap Ngampar," teriak Mahesa Wuni.
Semua serangan itu Mahesa Wuni lakukan dalam satu posisi yaitu melayang.
"Kena kau !!!" Teriak Mahesa Wuni dalam hati.
DUAAARRR !!!
Terdengar suara ledakan yang sangat keras, saat Lintang memapaki pukulan dua tangan Mahesa Wuni dengan pukulan Tapak Wulung.
Tampak Mahesa Wuni melayang kembali ke belakang, dalam posisi terlentang. Pingsan. Segera ditangkap oleh senopati Bahurekso. Yang kemudian dibaringkan di dekat senopati Wirayuda yang duduk bersila karena juga sudah terluka.
Kedua tangan Senopati Mahesa Wuni jadi berwarna hitam keunguan.
Melihat dua temannya sudah terluka, senopati Panji Umbara langsung meloncat kedepan.
"Anak muda, ternyata kami sudah menyepelekanmu. Ayo kita beradu kekuatan. Sampai di mana tebalnya kulitmu dan kerasnya tulangmu," kata senopati Panji Umbara.
"Kalau paman tetap memaksakan kekerasan, jangan salahkan aku jika bertindak kurang sopan kepada yang lebih tua," jawab Lintang.
"Kakang, biar kuringkus anak yang tidak tahu tingginya gunung luasnya lautan ini," kata senopati Panji Umbara pada senopati Bahurekso.
"Hati hati adi Umbara, jangan sepelekan kemampuannya," pesan senopati Bahurekso.
"Anak muda, mari kita mulai," kata senopati Panji Umbara sambil memasang kuda kuda.
Senopati Panji Umbara memulai serangan dengan tebasan telapak tangan yang dimiringkan, ke arah leher Lintang. Disambung dengan sapuan kaki kanan ke arah kedua kaki Lintang. Disambung lagi dengan tendangan kaki kiri, kemudian dilanjutkan dengan badan merunduk kedua tangan ditebaskan dari arah dalam ke luar sampai dengan kedua tangannya diposisi di samping badan. Dari tebasan dua tangan ke arah luar itu, menimbulkan suara berkesiutan dan energi angin yang laksana bilah pedang. Energi angin itu menyilang meluncur cepat ke arah Lintang. Semua gerakan itu satu rangkaian dan dilakukan dengan sangat cepat. Dan sepertinya senopati Panji Umbara ingin menyelesaikan pertarungan dengan cepat. Makanya senopati Panji Umbara memaksakan untuk mengadu tenaga.
Lintang menghadapi semua serangan itu dengan tenang.
Lintang menghindari setiap sapokan tapak tangan dan kaki. Baru pada tebasan dua tangan senopati Panji Umbara itu, karena jarak yang sudah sangat dekat sehingga riskan daripada dihindari, Lintang memilih untuk menangkis serangan itu, untuk mendapatkan kesempatan menyerang balik.
SLASSH !!!
Buugggh !!!
Kesiuran energi angin yang tajam itu ditangkis Lintang dengan kedua lengan digerakkan menyilang di depan wajahnya dan disambung dengan menghentakkan kedua telapak tangannya yang terbuka ke depan tepat saat tangan senopati Panji Umbara masih di samping badannya.
Telapak tangan Lintang yang berwarna ungu dengan telak mengenai dada senopati Panji Umbara, yang seketika terdorong mundur dalam posisi masih melayang, seperti dilemparkan.
Senopati Panji Umbara terjatuh dengan dada terasa sesak dan panas, dan kemudian memuntahkan darah merah kehitaman, pertanda kalu senopati Panji Umbara mendapatkan luka dalam yang serius, lebih parah daripada luka yang didapat senopati Wirayuda ataupun senopati Mahesa Wuni.
Melihat ketiga temannya terluka, bahkan dalam satu gebrakan, senopati Bahurekso kaget dan marah, tetapi senopati Bahurekso masih bisa berpikir jernih.
Senopati Bahurekso Bahurekso kaget, tidak mengira kalau senopati Panji Umbara yang ilmunya hanya sedikit dibawahnya, dan hanya ada beberapa senopati ataupun pengawal raja/pangeran yang mampu melawannya, dibuat tak berkutik dalam beberapa jurus.
Senopati Bahurekso berpikir, seberapa tinggi ilmu anak muda di depannya ini.
Situasi ini jelas tidak menguntungkan mereka.
Mereka, kalau menghadapi Lintang satu lawan satu, besar kemungkinan akan kalah semua, bahkan bisa terluka parah.
Senopati Bahurekso bisa menyadari kalau anak muda di depannya itu ilmunya lebih tinggi dari mereka semua.
Bukannya takut, tapi senopati Bahurekso sangat sadar, bahwa ada tugas tugas yang lebih penting, daripada sekedar bertarung mengadu ilmu.
Untuk maju mengeroyok, tidak mungkin mereka lakukan. Mereka semua senopati, ksatria. Seorang ksatria akan bertarung satu lawan satu, mengadu kedigdayaan, mengadu kesaktian. Tabu untuk mengeroyok, yang mereka anggap sebagai kecurangan.
Akan ditaruh di mana harga diri mereka, jika mereka mengeroyok lawan, yang bahkan usianya masih sangat muda.
"Anak muda, apa kamu benar benar serius ingin berurusan dengan kraton ?" tanya senopati Bahurekso.
"Aku sebenarnya tidak mau terlibat dalam urusan kraton. Tetapi kalau senopati masih akan mempermasalahkan apa yang telah kulakukan, aku siap bertanggung jawab," jawab Lintang.
"Baiklah, kali ini kami bisa menerima apa yang telah kau lakukan. Dan juga, kami masih banyak urusan. Kuharap hal ini tidak terulang. Sehingga kita tidak dalam posisi berseberangan," kata senopati Bahurekso.
"Adi Soma dan adi Landung Utama, tolong kalian gendong adi Wirayuda dan adi Mahesa Wuni. Kita pergi menghadap kanjeng pangeran," perintah senopati Bahurekso sambil memanggul senopati Panji Umbara.
"Baik kakang," jawab mereka berdua.
Kemudian mereka bertiga segera melesat meninggalkan Lintang yang tinggal sendirian.
Lintang pun sebenarnya juga tidak mau terlibat dalam urusan kraton.
Semoga rakyat jelata tidak semakin sengsara, terkena imbas dari pertikaian perebutan kekuasaan, kata Lintang dalam hati.
Lintang segera melesat pergi, untuk meneruskan perjalanan.
--- o ---
Di daerah timur, daerah yang jauh dari pengaruh keraton, ada padepokan silat yang baru beberapa purnama muncul.
Padepokan itu dipimpin oleh seorang kakek bernama Bandring Saloka. Dikenal sebagai Warok Bandring Saloka. Walaupun dia sebenarnya juga seorang empu.
Warok Bandring Saloka sangat ditakuti dikawasan timur, bukan hanya karena kesaktiannya yang sampai sekarang belum tertandingi, tetapi juga karena caranya menempa ilmu ataupun membuat senjata dengan cara yang aneh dan mengerikan.
\_\_\_ 0 \_\_\_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
BaronMhk
jozzzzz
2022-12-19
0
BaronMhk
kaburrrrrrr
2022-12-19
0
rajes salam lubis
lanjutkan
2022-12-07
2