Celine And Her Arrogant Husband
Celine terpaksa bangkit dari posisi duduknya, ketika pintu kamarnya terdengar tengah diketuk oleh seseorang. Dengan agak malas, ia berjalan dan menjauhi bangku riasnya sekaligus tidak lagi ia pedulikan perihal botol skincare yang sudah terbuka.
Rodian—ayah Celine—tampak berada di balik pintu sesaat setelah Celine berhasil membuka benda yang terbuat dari kayu jati tersebut. Sebelum meluncurkan sebuah pertanyaan, dahi Celine sudah berkerut. Pasalnya, paras dan gerak-gerik sang ayah menampilkan sejumlah kecemasan yang sukar untuk diartikan. Tampaknya ada sesuatu penting yang hendak disampaikan ayahnya itu padanya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Celine dengan heran.
Mata Rodian menurun menatap lantai tempatnya berpijak. Dengan masih mengusap-usapkan kedua jari-jemarinya, ia berkata, “Kamu enggak sedang lelah, ‘kan, Nak?”
“Sudah pasti lelah dong, Ayah!” Celine menjawab dengan nada suara cukup tinggi, tetapi tidak terlalu tegas. “Ayah kan tahu sendiri, aku habis lembur sampai jam tujuh malam. Kalau saja si Bos Culun enggak masuk, mungkin aku tadi bisa pulang cepat. Pas mau pulang malah disuruh mendata ini itu, rasanya sebal sekali kalau diingat-ingat. Tahu begitu, tadi aku kabur saja. Ah, kalau saja tidak ada rencana untuk keliling dunia mungkin aku bakalan resign sekalian,” keluhnya setelah itu.
“Hus! Kamu ini lho sama atasan sendiri kok menggerutu begitu. Bersyukur, Anakku, kamu kan hanya lulusan SMA. Bersyukur masih ada perusahaan akuntan yang mau menerima kamu!” Kegelisahan yang mendera diri Rodian sekejap hilang, karena ia merasa tidak setuju dengan semua keluh-kesah putrinya.
Celine berdecap sebal lalu mengerucutkan bibirnya. “Iya, iya, Ayah. Ya sudah jangan diperpanjang lagi omelannya, terus apa maksud Ayah menganggu saya malam-malam begini?”
“Astaga anak ini! Ganggu, yah, anggap saja Ayah memang sangat menganggu!”
Celine tersenyum kecil melihat sikap Rodian yang terlihat murung karena kelakarnya barusan. Tak lama kemudian, ia mengikuti langkah Rodian, di mana ayahnya itu mengajaknya untuk menuju ke ruang tamu.
Celine memang wanita muda super tengil dan blak-blakan. Ia tidak terlalu feminim, tetapi tidak juga dapat dikatakan sebagai gadis tomboi. Usianya masih sangat muda yakni 24 tahun. Ia memiliki rencana hendak menghabiskan masa mudanya, setidaknya sampai di usia 30 tahun untuk berpetualang ke negara-negara impiannya. Ia tipikal wanita yang tangguh dan pemberani, tetapi berhati lembut serta tidak tegaan.
Setelah sampai di ruang tamu yang tidak terlalu mewah, malah cenderung sederhana dan biasa saja, Celine mendapati Deswita—ibunya—dan Kenny—adik laki-lakinya. Mereka tampak menunggu kedatangannya serta Rodian yang baru saja menjemputnya di kamar. Kecurigaan Celine mengenai ada sesuatu yang sangat penting tampaknya sebentar lagi akan menjadi sebuah fakta.
“Ada apa sih? Kok macam meeting orang-orang penting saja? Sampai Kenny yang biasanya mbelayang sampai jam empat malam mendadak diam di sini?” celetuk Celine sesaat setelah ia duduk di salah satu kursi kosong dekat dengan Kenny.
Kenny memutar bola matanya dengan sinis. “Memangnya ada jam empat malam? Ada pun sore kalau enggak ya pagi! Dasar si Tengil bodoh!” tukasnya.
“Yeee ngawur! Kalau pagi itu sudah terang benderang, kalau jam empat ya masih gelap, kecuali kalau sore! Dasar idi—“ Celine hendak membalas perkataan Kenny, tetapi Rodian memotong ucapannya.
“Sudah cukup bertengkarnya. Cuma masalah jam empat saja kok dibikin panjang, apa enggak malu sama kucing?!” omel Deswita.
Detik berikutnya, ketika kedua anaknya sudah tenang dan tak lagi banyak bicara Rodian berkata, “Anakku, Celine. Sebenarnya ... ada yang hendak Ayah sampaikan dan pinta darimu. Mungkin ini keterlaluan, tapi Ayah tidak punya pilihan lain. Ayah pernah berhutang nyawa padanya, jadi sebagai balas budi Ayah harus menerima permintaan ini.”
“Apa sih? Ayah ini kok mendadak melankolis? Memangnya ada apa sampai Ayah harus menerima permintaan dari orang itu? Dan kenapa juga permintaan itu jadi permintaan juga buat Celine? Ah! Belibet banget deh!” Jujur saja, meski suaranya terdengar acuh tak acuh, sebenarnya hati Celine dirundung rasa waswas dan gelisah.
Deswita mengusap-usap kedua telapak tangannya dan menghela napas cukup dalam, sampai mampu didengar oleh ketiga orang lainnya. Dalam masalah yang hendak disampaikan oleh Rodian, ia memilih untuk menutup mulut saja. Ia yang biasanya bawel mendadak menjadi pendiam, mengingat masalah yang hendak melibatkan putrinya bisa dikatakan sebagai sebuah pemaksaan.
Rodian yang melihat sang istri begitu gelisah, semakin tidak memiliki pilihan lain. Ia harus mengatakan permintaan itu pada Celine melalui mulutnya sendiri. Mungkin akan ada petaka yang berasal dari bibir seribu kata milik putrinya. Namun apa boleh buat, ia pun sudah menyetujui kesepakatannya dengan Wirya—sahabatnya sejak SMA yang sangat berjasa dalam menyelematkannya dari jurang kematian.
“Kamu tahu, ‘kan, Pak Wirya, teman ayah sejak SMA, yang saat ini sudah menjadi konglomerat besar?” tanya Rodian sembari menatap Celine dalam-dalam.
Celine mengangguk. “Tahulah, Ayah, om ganteng yang punya anak perjaka tua itu, ‘kan? Yang katanya enggak suka sama wanita? Reksa, si CEO dari Golden Rose berumur 35 tahun itu, ‘kan?”
“Hus!” Secara kompak tanpa disengaja, Rodian, Deswita, dan Kenny mengucapkan kata tersebut sembari menatap Celine dengan nanar.
Mata Celine mengerjap. “Ma-maaf.”
“Julid banget sih?!” Kenny memberikan sindiran.
“Enggak boleh begitu, Celine,” kata Rodian lembut. “Kamu juga harus tahu bahwa anak om ganteng yang kamu maksud adalah ca-calon ... ca-calon suami kamu. Ka-kalian akan me-menikah dalam waktu cepat ini.” Dengan suara dan lidah gemetar, Rodian yang memiliki hati selembut sutera akhirnya berhasil mengatakan permintaannya pada Celine.
“Apa?! Menikah? Dengan cowok tua yang usianya sudah hampir masuk kepala empat? Yang benar saja, Ayah!” Celine bangkit dari duduknya sembari berkata dengan suara menggema. “Oh ... jadi pertemuan yang seperti meeting super penting ini ternyata adalah ajang perjodohan? Ini sudah bukan zaman baheula, Ayah! Dan lagi, Celine ini masih sangat ranum, gadis super energik yang masih bermimpi hendak menjelajahi dunia. Mana bisa Celine mendadak jadi istri pria itu?! Aaarrrggh! Yang benar saja deh! Ayah ini jangan kuno-kuno banget, please ....”
Rodian bangkit secara tiba-tiba, yang langsung membuat ketiga anggota keluarganya menjadi cemas. Deswita dan Kenny, bahkan Celine sendiri khawatir jika Rodian hendak melakukan kekerasan. Terlebih, suara Celine barusan terdengar keras dan cenderung kurang ajar.
Meskipun memiliki karakter super bawel, bahkan sekali mengomel bisa sampai satu hari satu malam, Deswita tidak akan membiarkan ada kekerasan di dalam keluarganya. Demi mencegah aksi brutal Rodian, ia langsung bangkit. Ia berjalan menyusul Rodian yang mendekati posisi Celine sekarang.
Deswita mencengkeram lengan Rodian. “Ayah, Ayah, jangan—“
“Celine, anakku!” Tiba-tiba saja, Rodian menurunkan badannya. Ia lantas bersimpuh di hadapan Celine seolah tengah menyembah seorang dewi pengabul permohonan. “Tolonglah, Nak, bantu ayah tuamu ini membalas budi. Celine, putri Ayah tercinta yang sangat baik hati. Celine, si cantik jelita yang selalu Ayah gendong ke mana-mana, bahkan Mbah Surip saja kalah sama kekuatan gendongan Ayah. Ayah mohon, Putriku, terima ya? Ayah pernah nyaris mati kalau Pak Wirya yang katamu sangat ganteng itu tidak datang membantu. Kalau Ayah dulu mati, mungkin sekarang kamu dan Ken-ken sudah menjadi anak yatim. Lalu, ibumu digoda sama berondong manis yang lebih tampan.”
Deswita menepuk jidat dan sangat malu ketika mendengar ucapan permohonan Rodian pada putrinya. Bahkan, meski ucapannya kedengaran cukup konyol, Rodian tetap menderaikan air matanya.
Detik di mana Rodian bersujud, Deswita, Celine, dan Kenny mendadak terenyuh. Ternyata kekhawatiran hati mereka salah kaprah. Rodian tidak berencana memukul Celine yang sangat tengil dan blak-blakan. Lihat saja, pria itu justru memohon-mohon agar permintaannya dikabulkan oleh putrinya sendiri. Ia layaknya seorang pengemis yang hendak meminta uang seribuan untuk beli makanan, karena sudah tiga minggu menahan lapar.
“Ah, yang benar saja deh ....” Celine mengusap tengkuknya. “Kenapa juga si om itu dulu datang, ya. Tahu begitu, Celine kan punya ayah berondong manis.”
“Heiii! Anak ini, kalau ngomong kok kurang ajar ya!” tukas Deswita sembari menarik bibir Celine yang sangat kurang ajar.
Kenny menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir. “Kalau tengil ya tengil saja, tapi ya jangan durhaka!”
“Iya, iya, maaf!” Celine menurunkan arah pandangnya. Ia menatap Rodian yang masih bersimpuh dan tidak marah pada perkataannya barusan.
Karena tidak tega dan mulai sadar diri, akhirnya Celine meluruhkan badannya. Ia membantu Rodian untuk bangkit. Setelah itu, ia dudukkan ayahnya itu di kursi bekas tempat duduknya tadi.
Celine menatap wajah Rodian yang masih kebas oleh air mata. Mata Rodian menunjukkan sebuah pengharapan besar untuk Celine. Kalau diingat-ingat. Wirya Utama memang sangat berjasa pada hidup Rodian dan keluarganya. Jika bukan karena Wirya, mungkin Rodian sudah tiada. Sebuah kecelakaan nyaris merenggut hidup Rodian, saat sebuah truk mendadak datang dan menghancurkan kedai kecil miliknya, di mana pada saat itu Rodian masih bekerja di dalam dan Wirya mampir untuk menyantap makan siang.
Wirya selamat karena kebetulan ia hendak kembali ke kantor dan berhasil menghindari kedatangan truk tersebut. Namun Rodian terkena dampaknya. Rodian mengalami koma dalam waktu nyaris dua bulan. Pengobatan terus dilakukan membuat keuangan Deswita menipis, kedai kecil sumber penghasilannya dan Rodian pun sudah hancur lebur. Deswita juga masih harus merawat Celine dan Kenny yang masih balita.
Pada saat itu, Wirya yang merupakan sahabat Rodian sekaligus saksi mata kecelakaan menawarkan bantuan. Ia memang berasal dari keluarga berada, tetapi belum bisa disebut konglomerat. Apalagi pada saat itu ia sedang mengembangkan bisnis di bidang manufaktur dengan produk kosmetik. Modal yang seharusnya digunakan untuk membangun perusahaan, justru diberikan pada Deswita demi kesembuhan Rodian. Beruntungnya, Rodian berhasil sadar dan selamat melewati masa-masa kritis yang cukup lama.
Celine menghela napas setelah mengingat cerita tersebut, kemudian menggenggam kedua jemari ayahnya. “Aku enggak tahu kenapa Om Wirya ingin menjodohkan aku dengan anaknya, tapi aku sangat paham tentang bagaimana perasaan Ayah sekarang. Kalau begitu, ... aku akan menerima perjodohan ini dan membalas budi untuk Ayah.”
“Huu! Begitu dong dari tadi! Lagian mereka kan kaya, kamu bisa minta uang untuk keliling dunia. Plinplan banget! Semua orang pasti bisa tahu kenapa Om Wirya mau menjodohkan anaknya sama wanita sebodoh kamu, ya karena anaknya perjaka tua, demi apa? Demi menyingkirkan rumor! Dan lagi, selain plinplan, kamu enggak cantik-cantik banget, Celine! Kok mau sok jual mahal sih?!” ucap Kenny panjang-lebar dan kurang ajar.
“Woeee!” Celine berteriak, kesal.
Suasana yang haru mendadak heboh, saat Celine tiba-tiba bangkit dan mengejar Kenny sampai ke halaman rumah. Rodian dan Deswita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Terutama Deswita yang tidak habis pikir dengan hidupnya, selain memiliki suami cengeng, kedua anaknya pun super tengil dan kurang ajar.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Griselda Nirbita
aku mampir thor.. yg pastinya like dan favourite
2023-10-09
0
🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘
sedih tapi lucu jg y ...
2022-08-26
0
Ryta Maya
masih ketawa tipis🙈🙉🙊🙈🙉🙊
2022-01-16
0