Di depan rumah kecil bercat antara perpaduan warna orange dan coklat itu, berhentilah sebuah mobil sedan keluaran terbaru dunia.
Rumah itu terlihat asri, bersih dan sangat menarik bagi siapa saja yang melihatnya. Terlihat sekali jika orang yang menempatinya adalah orang yang suka dengan kebersihan dan kerapian.
Pot bunga yang berjejer rapi di teras begitu indah sekali dipandang mata dan menambah poin plus semakin kuat alasan yang memenuhi hati Chandra untuk menikahi Janda beranak satu itu.
Jaelani membukakan pintu mobil untuk Chandra, sekilas menatap sinis pada rumah yang katanya rumah wanita yang akan menjadi 'Nonanya.'
Apa sih kelebihan wanita itu hingga Tuan segininya ingin meminta restu pada Ibunya. Dia kan juga cuma seorang Janda beranak satu, tidak pantas rasanya bersanding dengan Tuanku yang begitu kaya itu. Jauh berbeda dengan Kinara yang jauh lebih pantas, masih single dan tentunya dari kalangan berkelas. batin Jaelani sembari menutup pintu mobil kembali.
"Kau kenapa Lan? Jangan berpikir macam-macam. Dan tidak usah bicara apapun di dalam nanti. Kamu cukup mengangguk jika aku bertanya dan membawa berkas yang harus kamu bawa dari dalam tanpa bertanya apapun. Kau mengerti?" Chandra memberi ultimatum terlebih dahulu untuk membungkam mulut kekepoan tertinggi sekretaris pribadinya itu.
Jaelani mengangguk namun juga tetap bertanya kenapa dia dilarang berbicara apapun. "Memangnya kenapa Tuan jika nanti saya bertanya saat di dalam?"
"Tidak apa-apa. Jangan menambah rumit." tegas Chandra lagi lalu kini keduanya berjalan berdampingan.
Tok.. Tok.. Tok..
Jaelani mengetuk pintu rumah Luna.
Luna yang sedari tadi masih sibuk memasak sop daging kesukaan Ibunya untuk meminta maaf pun bergegas keluar saat mendengar jika ada orang yang mengetuk pintunya.
Seingatnya memang Ibunya tadi keluar rumah, namun Ibunya jika pulang dari warung tidak pernah mengetuk pintu melainkan langsung masuk ke dalam rumah.
Tetangga? Rasanya tetangga Luna jarang yang bertamu karna ia sibuk jualan keliling bersama Ibunya kecuali Pak RT yang memang secara berkala selalu memperhatikan warganya.
Tanpa melepas apron yang melekat di tubuhnya dan tanpa merapikan rambutnya yang diikat bun, Luna pun secepat kilat membukakan pintu rumahnya.
"Pak Chandra?" gumam Luna saat membuka pintu sembari menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Boleh saya masuk?" pertanyaan Chandra yang tak memerlukan jawaban Luna karna laki-laki itu langsung masuk dan duduk di kursi.
pak Chandra itu tanya atau ngasih tau sih. main nyelonong aja lagi. Dan mana lagi ini si Ibu.. batin Luna sembari terus menatap luar rumahnya.
"Duduklah.. Apa yang membuatmu seperti itu." titah Chandra pada Luna yang masih berdiri di dekat pintu.
"Maaf Pak.. Ada apa ya Bapak kesini pagi-pagi?" tanyanya lembut sembari meningkatkan kewaspadaan dan tetap berdiri di dekat pintu.
Mau bagaimanapun ia sedang sendiri di rumah, anak dan Ibunya sedang pergi entah kemana.
"Meminta restu." jawab Chandra lugas dengan penuh penekanan.
"Heuh? Buat apa? saya kan sudah membatalkan semuanya, Pak."
"Tidak semudah itu, Luna Sabrina." tandas Chandra yang kini membuat nyali Luna semakin menciut.
"Kamu.." tunjuk Chandra sembari berdiri mendekati Luna. "Kamu harus tanggungjawab. Sekali saya mendengar kamu bilang iya, saya tidak akan membuat kamu berkata tidak. Kau mengerti?"
"Ta---pi.. saya belum berbicara apapun pada Ibu saya, Pak." jawab Luna sembari terus menunduk.
Chandra hampir membuka mulut namun mengatupkannya kembali saat melihat calon Ibu mertuanya dan tentunya.. anak Luna yang sebentar lagi akan menjadi anaknya.. mendekat ke arah rumahnya.
Secepat kilat ia duduk kembali bersama Jaelani.
"Ada tamu?" tanya Ibu Halimah pada Luna yang masih berdiri di dekat pintu.
"Siapa, Nak? Kenapa gak kamu kasih minum?" tanya Ibu lagi sembari membukakan jajan harga 500-an untuk cucunya.
Wanita paruh baya itupun duduk di depan Chandra dan Jaelani.
Kegugupan melingkupi hati Chandra saat ini, bagaimanapun ia lebih siap berbicara di depan orang banyak ataupun menghadapi para kliennya daripada berada di situasi yang bisa dibilang.. menegangkan.
Menegangkan karna baru pertama kalinya Chandra akan meminta restu pada calon mertuanya, sesuatu yang masih diluar pikirannya karna ia masih belum sepenuhnya siap untuk menikah.
"Bu.. Saya Chandra, saya ingin menikahi putri Ibu, apa Ibu merestui saya menikahi Luna?" Chandra memulai pembicaraan usai sekian detik terjadi keheningan.
Luna yang belum bisa menjawab pertanyaan Ibunya hanya bisa diam tetap berdiri di dekat pintu, dan kini Chandra-lah yang mengambil alih.
"Kamu yang mengirim paket berisi baju pernikahan untuk anak saya semalam?" tanya Ibu Halimah memastikan.
"Baju pernikahan? Semalam? Tuan menyuruh siapa melakukan semua itu? Kenapa gak menyuruh saya?" tanya Jaelani menyela Chandra yang baru saja hendak menjawab yang mendapatkan pijakan sepatu di kakinya.
Chandra mengeram menahan kesal karna Jaelani tak menurut, sekretarisnya itu memang memiliki tingkat kekepoan tertinggi.
Aw.. Batin Jaelani sembari meringis.
"Iya Bu.. Maafkan saya, niat saya hanya ingin memberitahu Luna jika ajakan menikahinya yang saya lontarkan bukanlah main-main. Tapi.. Saya tidak menyangka malah Ibu yang menerimanya dahulu, sekali lagi maafkan saya Bu.." Chandra berujar begitu lembut terlihat jika ia begitu menyesal.
Chandra menyiapkan mentalnya dan kesungguhannya untuk menaklukan calon Ibu mertuanya walaupun ia tak memiliki cinta untuk Luna. Atau yang benar.. belum menyadarinya.
Luna terkesiap melihat seorang Chandra yang pemaksa terlihat begitu memohon pada Ibunya, bahkan Jaelani menampilkan wajah tak biasa melihat bosnya seakan merendahkan dirinya di hadapan wanita yang berstatus Janda yang menurutnya tidaklah patut menerima semua itu.
Sekali lagi, ia masih tak percaya. Apa kelebihan Luna hingga wanita itu bisa membuat bosnya bertekuk lutut sepeeti ini.
"Dimana kamu mengenal anak saya?" tanya Ibu mengalihkan pembicaraan, terlihat di sorot matanya wanita paruh baya itu masih begitu kecewa dengan kejadian semalam.
Dipikiran Ibu Halimah, beliau berpikir mungkin jika semalam ia tak melihat anaknya membuka paket, mungkin Luna tidak akan cerita dan laki-laki di depannya ini tidak akan meminta restu pagi-pagi sekali.
Ia masih merasa jika dia tidak dianggap.
"Luna.. Adalah murid saya, Bu." jawab Chandra sembari menoleh pada Luna.
"Kamu dosennya Luna?" Ibu bertanya untuk menyakinkan jika pendengarannya tidak salah. Dan Chandra mengangguk pasti membenarkan.
"Kamu pasti tau status Luna kan Pak? Tidak gampang lo menerima seorang janda yang sudah punya anak."
"Saya mencintai Luna dari hati Bu.. tak peduli ia seorang Janda atau masih gadis. Yang pasti aku ingin memilikinya dengan menikahinya." Chandra menjawab mantap tak mempedulikan tatapan aneh dari Luna dan Jaelani.
"Tapi Luna sudah punya anak Pak.. tidak hanya seorang Janda." kekeh Ibu Halimah seakan memberi ujian.
CK. Ibu ini. nggak tau apa siapa dia. batin Jaelani kesal karna menganggap jika Ibu Halimah terlalu jual mahal.
"Ibu tau CA Corps.?" Jaelani menyela lagi namun sekarang tak memperdulikan tatapan membunuh dari Chandra.
"CA Corps.? Itukan perusahaan manufaktur terbesar yang ingin sekali aku magang disitu." ujar Luna ikut menimpali.
"Ya.. CA Corps. memang perusahaan manufaktur terbesar, dan pemiliknya adalah.." Jaelani tidak bisa melanjutkan perkataannya karna tangan Chandra sudah membekap mulutnya dan ia harus diam kalau tidak mau dipotong gajinya.
"Kau masih mau gajimu full bulan ini kan, Lan?" bisik Chandra tepat di telinga Jaelani.
"Ma--sih Tuan." jawab Jaelani dan Chandra tersenyum menyeringai dan kembali menatap Ibu Halimah lagi.
Dengan segala keraguan dan kegamangan hati, Chandra berdiri dari duduknya, melangkah mendekati calon Ibu mertuanya.
Sejenak ia duduk bersimpuh di depan Ibu mertuanya, "Ibu.. Aku berniat menikahi Luna. Berarti aku harus siap menerima apapun yang menyangkut Luna, termasuk Ibu dan anaknya Luna."
"Apa kamu yakin, Pak Chandra?" tanya Ibu dengan mata yang berkaca-kaca.
Masih tak menyangka jika ada orang setulus Chandra yang mau menerima anaknya dengan status palsunya.
"Panggil nama saja, Bu."
"Baiklah.. Bagaimana.. Kamu yakin ingin menikahi Luna? Apa kamu yakin bisa menerima segala kekurangannya, nak Chandra?"
"Saya yakin, Bu."
"Bagaimana dengan kamu sayang? kamu mau menikah dengan dosenmu ini?" tanya Ibu Halimah yang beralih pada Luna yang masih berdiri di dekat pintu.
"Asal Ibu merestui, Luna mau Bu." jawab Luna sembari menunduk dan Chandra tersenyum tipis.
Ternyata sandiwara yang ia buat setulus mungkin berjalan lancar, bahkan ia sendiri tak menyangka bisa melakukan itu hanya untuk menikahi Luna, lebih tepatnya hanya untuk mendapatkan status 'suami' demi mempertahankan apa yang ia miliki sekarang.
"Karna Luna mau menikah denganmu, Ibu tidak ada pilihan lain selain merestui kalian." ujar Ibu Halimah dengan tersenyum namun air mata yang mengalir di pipinya tak bisa membohonginya jika ia begitu bahagia campur sedih.
Sedangkan Jaelani, laki-laki itu berdecih sembari memikirkan satu hal.
Demi apapun, ia masih tak terima kenapa Tuannya itu ingin menikahi seorang Janda.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Enung Samsiah
iiihhh,,, silani diaaammm kamuuuu,,, nggk nuruttt
2023-06-04
0
jhon teyeng
lani ayo diem atau ntar aku tabok nih
2022-09-20
0
RH 1225
Dasar si Lani mau ikut campur aja urusan si bos
2022-01-02
2