"Reyna?" ujar Luna saat menoleh dan mendapati sahabatnya yang ternyata menepuk pundaknya.
Reyna menganggukkan kepalanya lalu duduk di kursi. "Buatin aku bakso satu, Lun."
"Oke, tunggu bentar ya." ujar Luna tersenyum sedikit melupakan kejadian yang memaksanya.
"Tadi itu siapa, Lun?" tanya Reyna sembari memakan keripik ubi pedas yang disediakan oleh Luna di sebuah keranjang kecil di dekat kursi.
"Siapa?" tanya Luna tanpa menoleh pada Reyna.
"Laki-laki tadi, sepertinya dia menyukaimu." ujar Reyna yang membuat Luna salah tingkah.
"Bukan siapa-siapa, Reyna. Dia hanya pelanggan baksoku, kebetulan lagi makan sama anak ARTnya." jawab Luna sembari menunduk menatap baksonya agar tak ketahuan berbohong oleh sahabatnya.
"Oohh.. Aku kira pacar kamu, kok pakai bisik-bisik segala." jawab Reyna yang membuat Luna membulatkan matanya, tak percaya jika ada Reyna yang melihat semuanya.
bagaimana ini? aku harus jujur atau gimana? tapi aku belum bilang apa-apa sama Ibu. Alasan apa yang harus aku katakan pada Ibu. batin Luna terus bergejolak sembari memandang ke segala arah.
Namun ia pun terfokus satu titik sembari tersenyum saat melihat Ibunya tersenyum bahagia terlihat sedang berbicara dengan Radit yang terus tertawa.
"Pacar? kamu ada-ada saja. Mana mau laki-laki tampan itu menyukaiku, aku kan hanya seorang Janda, Reyn." ujarnya sembari tersenyum.
"Tapi aku masih belum percaya kalau kamu itu Janda, Lun. Soalnya aku belum pernah melihatmu memakai cincin pernikahan sebelumnya daan.... belum pernah melihat perutmu besar sebelumnya." ujar Reyna sembari mengaduk baksonya mencampurkannya dengan saos, kecap dan sambalnya.
"Perut aku kan memang kayak gini, Reyn. Mau hamil apa nggak ya tetap kelihatan kayak gini. Dulu waktu mau melahirkan Radit kan kita lagi libur beberapa bulan abis ujian semester kan. Jadi kamu gak lihat perut besar aku pas hamil tua." kilah Luna tetap mempertahankan status palsunya.
"Begitu ya?" ujar Reyna yang masih belum percaya namun juga tak terlalu peduli karna itu urusan Luna, sahabatnya walaupun ia masih begitu curiga dan tak percaya akan status janda yang disandang oleh sahabatnya.
****
Jingga di ufuk barat sudah menampakkan sinarnya, tanda siang akan berganti malam.
Chandra yang masih sibuk berkutat dengan macbook di tangannya, mengecek segala apapun yang terjadi di perusahaannya pun menoleh pada telepon genggamnya yang tergeletak di atas meja sofa di depannya.
Tak memungkiri jika sekarang ia sedang menunggu pesan dari wanita yang dipaksa menikah dengannya.
"Apa Luna masih menolakku? Aku harus bagaimana agar dia mau menikah denganku?" Gumam Chandra sembari menyugar rambutnya ke belakang memikirkan cara agar Luna mau menjadi istrinya.
Wanita yang akan mengubah statusnya yang mulanya 'lajang' menjadi seorang 'suami' di hadapan para pemegang saham di perusahaannnya.
"Apa aku harus mengancamnya?" Chandra bermonolog sembari memakan buah apel yang berada di depannya. Yang baru saja disuguhkan maid.
Chandra menggelengkan kepala, merasa jika ia mengancam Luna ia akan semakin menyiksa batinnya, dan kasihan. Ia tak setega itu.
Notifikasi pesan di telepon genggamnya berbunyi, mengurungkan niat Chandra yang ingin keluar dari kamarnya.
*Isi pesan
Luna: Selamat malam, Pak. Saya Luna, saya mau menerima tawaran Bapak. Tapi tolong beri waktu saya dua minggu untuk menjelaskannya terlebih dahulu pada Ibu saya, Pak.
Chandra tersenyum tipis membaca pesan yang dikirimkan oleh Luna lalu membalasnya.
Chandra: Satu minggu. Saya beri kamu waktu satu minggu.
***
Waktu maghrib telah tiba, Luna yang sudah pulang dari berjualan pun membersihkan dirinya dahulu sebelum menjalankan ibadah.
Usai menjalankan ibadah, Luna duduk di tepi ranjangnya sembari menatap telepon genggamnya.
Sejenak, ia pun mengambil tasnya terdahulu guna mengetikkan nomor handpone laki-laki itu di handphonennya untuk menghubungi laki-laki yang terus memaksanya untuk menikah dengannya.
Tak ada gunanya jika ia terus menolak, karna dia memang tak punya pilihan lain.
Selain karna uang ganti rugi yang harus ia ganti begitu banyak, ia pun tak mau terlalu menyusahkan Ibunya jika Ibunya tau ia telah melakukan kesalahan yang tidak disengajanya.
Saat ia berdoa tadi, ia memohon pada Tuhan agar pilihannya untuk menerima tawaran Chandra adalah suatu yang tak salah.
Lama ia berpikir dan sedetik kemudian ia pun membulatkan tekad mengirim pesan pada Chandra. Dan ternyata dalam hitungan detik laki-laki itu membalasnya.
Balasan yang dikirim oleh Chandra, membuat Luna mengernyitkan dahinya.
Sebenarnya motif apa yang membuat Pak Chandra seperti ini? Dosen yang selalu dikenal ramah itu memaksakan kehendaknya speerti ini padanya.
Tenggang waktu yang ia butuhkan untuk menjelaskan secara perlahan pada Ibunya pun, masih dinegonya.
Luna menggelengkan kepala tak terima dengan waktu yang dinego oleh Chandra, dan kristal bening itupun tanpa permisi mengalir di pipinya. Membasahi wajah cantiknya.
Nada dering telepon genggamnya berbunyi, menyadarkan Luna dari ketidakterimaan atas keputusan Chandra.
Tanpa berpikir panjang, Luna pun menggeser ikon gagang telpon berwarna hijau untuk menjawab panggilan yang tak lain dari Chandra.
Laki-laki yang sangat ingin ia marahi namun ia tak percaya punya daya melakukannya.
kalau saja dia bukan dosenku, lalu gerobakku tak mengenai mobilnya. mana sudi aku menikah dengannya. Batin Luna sembari menaruh handphonennya di dekat telinga.
Panggilan tersambung...
Luna: Hallo Pak..
Chandra: Kamu sudah siapkan berkas?
Luna: Berkas? berkas apa?
Chandra: Surat ceraimu, sudah ada?
Luna: Surat cerai? Buat apa?
Chandra: Gak usah banyak tanya, siapkan saja.
Luna: Darimana saya menyiapkannya Pak?
Chandra: Cih, berarti kamu bukan single?
Luna: Saya single Pak.
Chandra: Bagus.. Siapkan segera. Besok sekretaris saya akan ke kontrakan kamu untuk mempersiapkan semuanya.
Luna: Besok? Bukannya tadi bapak bilang mau ngasih saya waktu satu minggu untuk menjelaskannya pada Ibu?
Chandra: Awalnya iya.. tapi saya pikir itu kelamaaan. Nanti kamu berubah pikiran.
Luna mendesah, bingung menjawab perkataan Chandra dan memilih mematikan teleponnya.
bagaimana ini? aku harus bagaimana? gumam Luna sembari berbaring di kasur empuknya.
Melihat langit-langit kamar, pikirannya menerawang tentang tawaran menikah yang diajukan oleh Chandra hanya karna ia harus ganti rugi mobilnya yang rusak.
Mau tak mau ia harus menerima tawaran itu walaupun ia tak yakin dengan pernikahannya mendatang.
Bagaimana pernikahan itu bisa ia jalani dengan senang hati jika tak ada cinta di dalamnya? Lalu bagaimana dengan Ibu dan Radit? Apa Chandra akan menerima mereka untuk ikut bersamanya di rumah Chandra?
Bagaimana jika nanti Chandra tau jika ia masih seorang gadis dan bukanlah seorang Janda?
Marahkah ia? atau laki-laki itu akan menuduhnya menipunya? Tapi, Bukan dia yang mengajukan pernikahan itu kan? Chandra yang terus memaksanya.
Tok.. Tok..
Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Luna,
"Luna.. Sudah tidur, Nak? Ini ada kiriman paket untukmu." ujar Ibu Halimah di balik pintu kamar Luna.
"Paket dari siapa, Bu?" tanya Luna sembari memakai sandal rumahannya.
"Ibu juga kurang tau, orangnya tak bicara siapa pengirimnya. Hanya bilang jika ini untuk kamu."
"Bukalah Lun.." titah Ibu sembari duduk di tepi ranjang, Luna.
Dengan hati-hati Luna membuka paket yang dikirim entah siapa untuk dirinya itu.
Dan setelah dibuka, ia pun terkesiap lalu membulatkan mata sembari menoleh pada Ibunya.
Deg
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Regita Regita
coba klw masih bisa boom like pasti aku kasih.semangat Author.
2022-11-03
2
jhon teyeng
aku like kak tp blm koment,
2022-09-20
2