Ayahku Seorang Dewa

"Paman Takeshi, "

"Apakah yang kau maksud adalah orang ini? " Ungkap Toru memberikan Laptop pada Takeshi.

"Ya." Jawab Takeshi mengkonfirmasi. Dari layar monitor terpampang foto seseorang.

"Berikan pada Riota! " Titahnya lagi bertukar pandangan pada istrinya. Ruri tahu ini bukanlah pertanda baik, namun juga mengakui bahwa ini kesalahan yang telah mereka buat.

Untuk pertama kali, aku mulai percaya bahwa Tuhan --yang sudah aku anggap tidak ada-- sedang menunjukkan eksistensinya. Mukjizat itu datang berupa jejak digital sang ayah. Pria berusia tiga puluh lima tahun dengan tinggi badan kira kira 180 cm berpose pada sebuah laman berita online dengan headline :

...--Takahiro Hiroki Menyumbangkan Keuntungan Perusahaan Untuk Pendidikan di Jepang--...

"Takahiro Hiroki.... " panggil ku lirih. Bibir ini gemetar saat aku mulai melafalkan namanya.

"Itu pria yang aku ceritakan padamu tadi malam Rio," Toru meyakinkan lagi sedangkan aku masih terpaku menatap monitor.

Tak ada ekspresi sedih atau pun gembira yang terpancar dari wajahku. Aku hanya bingung, bagaimana caranya aku bertemu dengan seorang kaya raya yang tidak mungkin dengan serta merta mengakui aku sebagai anaknya. Aku minder pada ayahku sendiri.

" Dua hari lagi kau akan bertanding di tempat ayahmu! " Seru Toru mengguncang kedua bahuku.

"Itu artinya... " Gumam aku mengembalikan laptop Takeshi pada Toru.

"Ya! Kau akan bertemu dengan ayahmu, Riota!" Ungkap Takeshi dengan senyum sumringah.

" Bergembiralah! " Berbeda denganku, Toru justru orang yang paling bahagia mendapatkan kabar gembira itu. Mungkin Toru senang mengetahui aku bukanlah seorang anak yatim menyedihkan yang selalu jadi bahan ejekan teman atau tetangga.

Toru terharu menyaksikan aku termangu memandangi gambar rupa ayah yang selama ini tidak pernah bisa aku visualisasikan dalam imajinasiku. Aku bahkan hampir tak percaya --bahwasanya pria tampan itu adalah ayah-- sebab tidak ada kemiripan yang mencolok di antara kami. Lalu aku ini mirip siapa?

"Mungkin kecerdasan yang kau miliki adalah warisan dari ayahmu, " Takeshi secara tidak langsung memuji Taka. Orang yang tidak pernah dia sukai sampai saat ini.

"Tidak, " Ruri menyanggah.

"Senyum kalian sama persis, "

"Maka dari itu, tersenyumlah nak! " Imbuhnya mengecup dahi lebarku.

"Demi dirimu Riota, aku akan berusaha semampuku agar kau bisa jadi juara!" Pekik Toru menyemangati.

" Ayo kita berlatih lebih keras lagi!" Seru Toru merangkulku menjauhi orang tua angkat ku.

Sebelum mulai bicara, Takeshi memastikan aku dan Toru sudah benar benar masuk kamar dan tidak lagi menguping.

***

"Yuko tidak akan menyukai hal ini! " Sebelum benar benar berangkat bekerja Ruri menggerutu pada suaminya yang tampak kebingungan.

"Anak kecil seperti mereka tidak bisa dibohongi, "

" Ini hanya masalah waktu, " Takeshi bersikeras bahwa dia tidak salah mengambil tindakan.

"Dan menurutmu ini waktu yang tepat? "

"Tepat untuk siapa?! " Ketusnya sekali lagi.

Takeshi bungkam, dia sama sekali belum memperhitungkan dampak apa yang terjadi jika Riota setelah ini. Detik itu juga, Takeshi sudah membuka babak baru bagi kehidupan Yuko dan Riota.

***

"Kenapa kau tampak tidak bahagia? " Toru bertanya lagi padaku. Aku seperti orang bodoh yang tidak tahu bersyukur.

"Aku bukan tidak bahagia Toru, hanya saja... "

"Katakan apa kendala mu? " Toru menutup laptop. Dia tahu aku sedang tidak semangat main game.

"Aku berharap ayahku hanya seorang laki laki biasa, pria itu mungkin akan sulit aku gapai. " Jawabku terus terang.

"Yah.....harusnya itu bukan masalah besar," Ucap Toru santai.

" Misal ayahmu seorang Dewa sekalipun kau harus bersyukur masih memiliki ayah, bodoh! " Timpalnya menoyor kepalaku.

"Tapi bagaimana caranya berkomunikasi dengan Dewa, Toru?! " keluhku.

"Gimana ya?" Toru malah balik bertanya, membuatku patah semangat lagi.

"Tentu saja minta bantuan iblis!" Tegas Toru menjentikkan jari.

"APA?! "

Dengan laptop milik Toru kami mulai mencari segala macam informasi rahasia mengenai Takahiro Hiroki. Sebenarnya aku juga seorang hacker, justru Toru adalah seorang cracker. Dalam dunia digital, cracker adalah konotasi buruk daripada hacker pada umumnya.

"Merentas itu termasuk dalam kejahatan, " ocehku.

Maka dari itu, aku lebih menyukai gamming dan pengembangan software, otak atik hardware ketimbang melakukan kegiatan illegal yang merujuk pada kejahatan cyber. Aku tidak mau masuk penjara.

"Biarkan iblis saja yang bekerja, hohohoho" Toru mulai beraksi.

Toru mengarahkan kursor dan jari jari bergerak lincah mengetik-- bahasa pemrograman yang sudah tidak asing lagi bagiku--mencuri database yang berhubungan dengan ayahku.

"Apa ini yang kau meminta bantuan iblis itu? "

Iblis yang Toru maksud di sini adalah teman sesama hacker yang sudah mempunyai jam terbang tinggi. Dengan membobol sistem keamanan teknologi informasi tingkat tinggi-- milik perusahaan Personal Tech --akhirnya mereka berhasil mewujudkan keinginannya dalam waktu singkat.

"Selesai! "

"Kalau begitu, mari kita temui sang Dewa!" Aku tidak mampu berucap lagi menyaksikan kehebatan teknologi.

***

Tanpa perlu menunggu lebih lama lagi, kami berangkat mencari dimana keberadaan ayahku. Kami ingin kabur untuk yang kedua kali, sebab ayah angkatku tak akan mengijinkan kami pergi jauh jauh apalagi untuk mencari ayah.

Kami mengendap ngendap selagi Takeshi mandi. Suara gemericik air dari dalam kamar mandi membuat usaha kami jadi lebih mudah melenggang keluar rumah. Kami meninggalkan sebuah catatan untuk Takeshi, memberitahu kami akan pergi keliling Tokyo.

Belum sempat kami mewujudkannya, seseorang tahu tahu sudah berdiri di depan pintu rumah Takeshi dengan raut wajah pilu namun berubah mengerikan saat berpapasan dengan kami.

"Astaga!!" Toru tersentak kaget seperti melihat wujud asli iblis yang sesungguhnya.

"Ibu? " sahut aku ikut terhenyak.

" Mau pergi kemana kalian anak nakal?! " Omel ibu sambil menjewer telinga kami berdua. Kami berteriak kesakitan.

"Astaga Yuko!" Takeshi keluar karena mendengar suara ribut dari luar.

"Kenapa kau bisa kemari?" lanjutnya, dengan rambut masih ada sisa sabun.

"Pakailah bajumu dulu sebelum bicara padaku!" desis ibu melihat tingkah aneh sahabatnya itu.

"Lagipula celanamu terbalik, Takeshi!"

Ibu fokus menusuk kami dengan tatapan beringas khas pembunuh berantai. Dia hendak berkata kata walau raut wajahnya sudah seperti orang sedang marah marah.

"Kemasi barang barang kalian! Lalu ikut pulang! "

"Riota, bagaimana? Apa kita akan pulang? " Toru gemetaran melihat ibuku marah dan mengancam akan melaporkannya pada polisi, meski aku tahu itu hanya gertakan sambal.

Ibu seperti gerbang penghalang bagi kami. Aku tidak tahu dengan cara apa aku akan melewatinya. Maksudku, dengan cari baik baik atau nekat melompat meski harus berdarah-darah. Mengingat dia adalah ibuku --- yang telah berjuang melahirkan ku dengan segenap jiwa dan raga---aku memilih cara baik baik.

"Ibu... "

"Aku tahu siapa ayah, "

"Dia tidak meninggal, kan? "

Mata ibu terbelalak, mengetahui satu per satu dosanya telah terungkap. Dia menelan ludah gugup padahal ini baru permulaan saja. Dia melempar pandangan sengit pada Takeshi, orang yang akan dia salahkan atas perkataan ku baru saja.

"Yuko, tenangkan dirimu dulu, apa kau sudah makan? " Takeshi juga ketakutan namun berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.

"Apa saja yang kau katakan pada Riota, Takeshi?! " Ibuku sama sekali tak mengindahkan sambutan sang tuan rumah.

Rasanya ibu ingin melempar Takeshi dari atas menara Tokyo.

" Kalian berdua masuk kamar saja dulu? Biar aku yang akan menjelaskan pada Yuko" Takeshi masih berupaya membuat suasana tetap kondusif.

Bahuku tiba tiba berguncang, bulir bulir air bercucuran dari balik kelopak mataku. Aku tidak ingin ibuku dan Takeshi bertengkar. Aku akan mengusahakan apapun agar ibu bisa luluh atas keinginanku, yaitu bertemu ayah.

"Bu, jangan salahkan papa. Aku yang memaksanya, "

"Aku juga tidak akan marah padamu karena telah berbohong,"

" Aku ingin bertemu ayah, bu"

"Aku janji akan menuruti keinginan ibu sesudahnya", Pintaku berlutut sambil berurai air mata, lebih baik aku mati jika tidak menemui ayah.

" Dia tidak akan mengenalimu, apalagi mengakui dirimu sebagai anaknya" Ibu tambah membuatku makin terpuruk.

"Aku tahu, paling tidak aku ingin melihatnya meski cuma satu dua kali, "

Bohong, aku justru mengharapkan bisa bertemu ayah berkali-kali. Maafkan aku ibu.

Takeshi menyuruhku untuk kembali ke kamar, menunggu mereka selesai berdiskusi. Ruri pun pulang ketika tahu Yuko berkunjung ke rumah. Pembicaraan mereka berlangsung alot karena masing masing punya pendirian kuat atas nama kebahagiaanku.

"Sampai kapan kau terus begini, Yuko?! " Takeshi mulai naik pitam sebab sudah tidak ada titik temu.

"Aku dan Takeshi setuju, biarkan Riota melihat ayahnya! " Ruri mendukung suaminya.

"Kami menjamin, orang itu tidak akan menyadari Riota adalah putera kandungnya " Pungkas Ruri mengakhiri perdebatan.

***

Terpopuler

Comments

Tyara Lantobelo Simal

Tyara Lantobelo Simal

Like
Next

2021-12-20

0

~🌹eveliniq🌹~

~🌹eveliniq🌹~

keren nih lanjut thor semangat

2021-11-12

0

Jo Doang

Jo Doang

LK dulu ya.. baca nya nanti pelan oelan

2021-10-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!