Anak Genius : Wanita Tanpa Pria

Anak Genius : Wanita Tanpa Pria

Prolog : Me vs Mom

...PROLOG...

"Kalau begitu, aku pamit " Taka mengantar Yuko dan pergi menaiki taksi yang sama untuk mengantarnya pulang dari rumah sakit.

Taka pulang dengan tangan kosong, tak ada nomor ponsel dan tak ada jawaban pula atas pernyataan cintanya pada Yuko. Taka bahkan telah membuat Yuko celaka atas perbuatannya. Taka harus puas menerima kenyataan bahwa cintanya di tolak mentah-mentah. Rasanya benar benar menyakitkan.

"Tunggu! "

Taka berhenti langsung menoleh mendengar Yuko memanggil,  "Ada apa? "

"…….. " Yuko masih ragu ragu menyampaikan maksud dan tujuannya. 

"Bisakah kau mampir sebentar di sini? " Ajak Yuko malu malu

Yuko tampak kesulitan membuka kunci gembok gerbang rumahnya dengan satu tangan masih dibungkus arm sling (penyangga tangan) . Berawal dari gembok yang terbuka, Taka perlahan mulai membuka pintu hati Yuko secara terselubung.

"Yuko, bolehkah aku bertemu denganmu lagi?"

"Tentu saja, jika perlu masuklah dulu ke dalam..." Wajahnya memerah, Yuko mengakui bahwa pria ini sangat tampan jika sedang tersenyum. Kini, dia mulai tergoda untuk menjadikan Taka sebagai target laki laki yang akan dia kencani selanjutnya.

Mereka masuk dan bercengkrama di dalam rumah Yuko yang luasnya tidak seberapa. Taka senang, setelah susah payah mengejar-ngejar gadis pujaannya --sampai tertabrak sepeda motor--akhirnya Taka diizinkan untuk bisa lebih mengenalnya.

"Taka, " Yuko mulai memberanikan diri memanggil --nama panggilan-- pria itu saat itu sedang duduk sendirian di ruang tamu, sementara Yuko berada di dalam kamar.

"Ada apa?" sahut Taka pelan melongok ke sumber suara.

"Kemari, masuklah ! " Panggil Yuko lagi, membiarkan pintu kamarnya terbuka agar Taka bisa masuk dengan leluasa.

"Bisakah kau kuncir rambutku? Aku kesulitan melakukan, " Dengan satu tangan terkilir, mana mungkin Yuko bisa mengikat rambut sendiri. Rambut panjangnya membuat dia kegerahan.

" Tentu saja. " Taka mengambil ikat rambut dari tangan Yuko yang masih sehat. Dengan terampil, Taka mulai menyibak rambut Yuko dan mulai menguncir sebisanya. Jantung Taka berdegup kencang tatkala melirik leher Yuko yang putih mulus dengan rambut rambut halus yang membuatnya terkesima.

Yuko tahu ada yang tidak beres dengan raut wajah Taka saat itu. Dia malah melempar senyum pada Taka. Taka gugup tapi mulai memberanikan diri untuk mendekatkan wajah. Yuko memberikan sinyal agar Taka tidak perlu ragu ragu jika ingin mencium. Lampu hijau telah menyala, dalam waktu singkat mereka benar benar melakukannya.

"Aku juga tidak keberatan jika kau mau membuka gaunku......" bisik Yuko menggoda.

...BAB 1...

...ME VS MOM...

Delapan Tahun Kemudian.....

"Apa kau sudah tidak menghargai aku sebagai ibumu lagi?!"

"JAWAB!! "

Ibu murka sehabis merobek - robek selembar flyer --hingga ke bagian terkecil-- di depan mukaku. Ibu yang ku kenal baik, lemah lembut bak malaikat -- meski kadang cerewet-- kini berubah menjadi sosok yang sangat menakutkan bagai iblis betina.

Selama tujuh tahun aku terlahir ke dunia, marahnya ibu kali ini adalah yang paling paling. Sebab bukan tanpa alasan, untuk pertama kalinya, ibu merasakan aku tidak bisa menjadi anak yang sesuai dengan ekspektasinya.

"Tidak ada lagi game online! " Tegasnya, sambil menunjuk nunjuk wajahku yang sudah sangat ketakutan.

"Ibu lebih senang kau ikut lomba balet dibandingkan ikut turnamen sampah! " Gertaknya kemudian.

Aku tahu dia masih sangat lelah setelah pulang bekerja. Dalam sehari ibu pergi bekerja siang dan malam kadang pulang menjelang pagi, jadi aku bisa sangat memaklumi tatkala kata kata yang keluar dari mulutnya sangat menusuk hati sanubari ku.

"Ibu! Jangan usik kesenanganku!" Bentak aku, aku pun sudah mulai berani meninggikan nada suaraku pada ibu. Ibu tidak menyangka bahwa aku sekarang sudah bisa membantah petuahnya.

"Ini pasti karena Toru! " Tuduh Ibu sambil melipat kedua tangannya di bawah dada. Dia menyalahkan Toru, bahwa anak seusiaku tidak mungkin berani membentak orang tua jikalau tak ada orang yang mempengaruhi. Dari awal, ibu memang tidak suka aku berteman dengan remaja itu.

"Dia pasti yang telah mengajarimu bicara tidak sopan padaku! "

Toru adalah tetanggaku, usianya tujuh tahun lebih tua dariku, berhenti sekolah namun sukses menjadi seorang hacker bayaran. Harus ku akui, Toru memang yang pertama kali mengajariku seluk beluk komputer, dia pun berhenti sekolah karena lebih tertarik pada dunia digital dan jaringan. Segala hal tentang dunia komputer yang dikenalkan padaku nyatanya membuatku susah berpaling lagi. Aku suka komputer, internet, jaringan, aplikasi, gamming, dan segala yang berhubungan dengan itu.

Namun, ada hal yang harus ibu ketahui, aku membentak bukan karena pengaruh Toru. Ini murni karena aku merasa sudah kesal karena kata kata ibu.

" Lebih baik aku putus sekolah dibanding putus cita citaku! " Sahutku dongkol.

"Jaga bicaramu! "

"Bu, Toru bisa menghasilkan uang banyak karena hobinya. Kenapa aku tidak bisa? Bukankah ini bagus untuk menambah penghasilan keluarga? "

"Sejujurnya aku tahu ibu kesulitan untuk membiayai hidup kita sehari-hari bukan?"

"Ibu hanya----"

"Persetan! Kelak saat kau dewasa, piagam piagam dan piala piala yang kau kumpulkan itu tak akan berguna selain ijazah sekolahmu ! " Sanggah ibu saat aku belum selesai bicara. Dia selalu saja menganggap seakan akan semua ucapaku hanya sebuah angin lalu yang tak akan sedikit pun menggoyahkan pendiriannya.

"Kau masih terlalu anak anak untuk merasakan kesusahan orang dewasa, tugasmu hanya belajar dan sekolah agar kelak menjadi orang dewasa yang berguna! "

Tanpa belajar dan sekolah aku sudah ditakdirkan oleh Tuhan agar bisa berpikir dua kali lebih logis dari anak seusiaku pada umumnya. Itu karena, hidup yang ku jalani memaksaku untuk bersikap dewasa sebelum waktunya.

"Sudah berapa kau bolos sekolah?! "

Aku tahu sebagai ibu tunggal yang membesarkan aku seorang diri, dia kecewa mengetahui aku sudah beberapa kali bolos sekolah demi mengikuti kejuaraan bersama Toru. Hari ini pun sama, ibu memergoki ku bolos untuk kesekian kali dan aku tertangkap basah sedang bermain game dengan Toru lalu ibu mengusirnya dari kamarku.

"I-i-tu.... " Aku gemetaran, ibu melotot seakan matanya akan keluar saat itu juga. Aku tidak menyangka wali kelasku menelpon ibu memberikan kabar yang sudah membuatnya terguncang.

Sebenarnya-- selama bolos sekolah karena ikut kejuaraan-- nilai nilai sekolah tidak ada yang terganggu sama sekali. Selain mata pelajaran olahraga, nilai mata pelajaran ku yang lain sudah jauh mencukupi standar kelulusan.

Aku tergolong murid cerdas di sekolah, bahkan aku sedang menyelesaikan program akselerasi--jika berhasil-- aku akan diterima menjadi siswa SMP lebih cepat. Tidak peduli umurku masih jauh dari batas minimal usia penerimaan siswa.

Aku tidak tahu bahwasanya tingkat kehadiranku di sekolah pun mempengaruhi nilai raporku. Tercatat sudah sepuluh hari aku absen tanpa keterangan.

"Maafkan aku ibu,"

"Aku hanya tidak nyaman di sekolah. "

Maafkan aku ibu, aku harus jujur mengenai hal itu sekarang juga.

Teman - teman mengejekku karena tidak punya ayah, sedangkan ibu sudah berkali - kali punya pacar. Aku malu, sampai orang tua teman temanku pun bahkan ikut membicarakan ibuku. Dari yang hanya berupa sindiran halus hingga --merujuk pada kata kata yang tidak pantas--melecehkan ibu.

Pe-la-cur

Tentu saja itu membuat mental ku terguncang hebat. Dengan tubuhku yang sekecil ini, aku tentu tidak bisa menang berkelahi menandingi mereka yang sudah membuat aku sakit hati.

"Aku tidak mau pergi ke sekolah lagi, " Sambung aku sambil menangis memunguti sobekan sobekan kertas yang berserakan.

"Apa katamu?! " Ibu mendelik tajam. Untung saja ibu tidak memiliki niat untuk memukuliku seperti yang dilakukan mendiang ayah Toru ketika marah.

"Ibu?"

Ibu bungkam, kurasa ibu tahu kenapa aku bisa berkata yang demikian. Aku tahu ibu pun pasti pernah mendapatkan perlakuan yang sama dari orang orang sekitarnya.

"Apa ibu tidak punya sedikit pun sepeninggalan ayah untukku? " Tanyaku lagi. Ibu hampir saja segera pergi karena sudah kehabisan kata kata.

"Aku ingin tahu siapa ayahku, meski hanya bisa mengenangnya melalui foto atau benda benda peninggalannya" Langkahnya, berhenti ketika aku lagi lagi menyinggung siapa ayahku.

"Tidak! " Jawab ibu cepat. "Aku tidak punya"

"Ayahmu meninggal tanpa memberikan peninggalan apa apa" Pungkasnya.

" Bohong! " Aku hafal bagaimana gelagat ibu saat ketika sedang berbohong, matanya menatap ke arah lain. Ini sudah terjadi berulang ulang kali sampai aku jenuh sendiri mendengarnya.

Mana mungkin ayahku mati lalu menghilang begitu saja. Tanpa pusara atau tanda tanda lain yang bisa dijadikan bukti bahwa aku juga terlahir karena bantuan seorang pria. Sanak keluarga dari ayah pun aku tidak tahu dimana rimbanya.

"Kecuali jika ayahku ternyata seorang dewa, mungkin aku akan percaya! " Sindir ku tajam.

"Kau masih anak anak Riota, jadi berhentilah mendengar apapun yang tidak berguna! "

"Pokoknya! Kau harus tetap melanjutkan sekolahmu Riota! Tidak peduli kau naik kelas atau tidak! "

Ultimatum apapun yang ibu lontarkan sudah tidak berguna. Aku tahu ibu tidak akan mengijinkan aku ikut turnamen --walaupun mendapat penolakan--setidaknya aku sudah bilang di awal, sehingga ibu tahu aku kabur dari rumah karena alasan itu.

***

"Riota, kau yakin ibumu tidak akan menuntut ku karena telah membawa lari anak bocah sepertimu? " Toru terus saja mengoceh selama perjalanan menuju Tokyo. Kami berhasil kabur dari rumah. Tidak, hanya aku yang kabur dari rumah. Toru sudah meminta izin pada kakeknya yang sudah agak pikun.

"Tentu saja tidak. . " Jawabku santai.

Bagaimana kau bisa yakin? Jika itu terjadi, identitas asliku sebagai perentas pasti akan tersebar luas. Habislah aku!" Ocehan Toru sangat menganggu konsentrasi ku bermain game.

"Ibuku tak akan mampu menyewa pengacara" jawabku lagi asal - asalan.

"Tentu saja! Kau benar! "

"Kalian kan miskin, aku lega mendengarnya, fiiiiiuuuuuh. "

Aku dan Toru berangkat ke kota naik bus malam yang tiketnya sudah kami pesan dari jauh jauh hari dengan harga murah. Uang untuk beli tiket berasal dari tabunganku yang ku kumpulkan dari sisa uang saku dan hadiah hadiah perlombaan.

Toru pun ikut memberikan sumbangan meski tak banyak, setidaknya dia yang akan menuntunku menunjukkan jalan menuju tempat turnamen yang akan di adakan dua hari lagi.

Kami tiba di Tokyo tengah malam. Saking semangat dan antusiasnya kami, kami langsung mengunjungi lokasi turnamen sekedar untuk melakukan survei lokasi. Tidak peduli sekarang sedang memasuki musim salju. Kami rela kedinginan di luar menatap takjub pada gedung tinggi di hadapan kami.

"Kau tau Riota? Konon pendiri perusahaan itu juga pernah putus sekolah demi bisa mewujudkan impiannya. " Gurau Toru tiba tiba.

"Benarkah? Bagaimana kau tahu? " Ucapan Toru barusan berhasil menarik minatku.

"Aku sempat membaca beritanya di internet"

"Kalau tidak salah namanya.... "

"Aku lupa hohoho"

"Jadi kau putus sekolah karena ingin mengikuti jejak nya?" Tanyaku lagi.

" Tidak, setelah sukses ternyata dia melanjutkan sekolahnya"

"Hei Riota, tetaplah sekolah! Jangan mengikuti jejak ku. Aku berhenti sekolah karena ayah dan ibuku sudah tidak ada. Aku tak mungkin selama lamanya mengandalkan kakekku seorang diri untuk mencari nafkah. "

"Kau beruntung, ibumu masih sangat muda. Dia masih punya semangat mencari biaya untuk sekolahmu. Kau perlu tahu, mungkin saat ini kaulah satu satunya alasan ibumu untuk bertahan hidup. "

Aku terdiam mendengar ceramah Toru yang penuh dengan irama kesedihan, meskipun hampir setiap hari Toru sering dimarahi ibuku, dia tidak pernah dendam malah menjadikannya hanya sebagai lelucon.

Ibuku pun bukan orang jahat, setiap dia punya uang berlebih, dia tidak pernah lupa mengirimi kakek Toru kebutuhan pokok atau sekedar cemilan kesukaannya. Ibuku berhutang budi pada almarhum nenek Toru yang sempat membantu merawat ku ketika bayi.

Aku yakin -- ketika ibu tahu aku telah kabur bersama Toru-- kakek Toru adalah orang pertama yang akan dia mintai keterangan. Meskipun itu mungkin agak sulit, sebab selain pikun, pendengaran kakek Toru sudah tidak bagus.

"Ya. Kau benar Toru, kelak aku akan melamar pekerjaan di tempat ini jika sudah lulus sekolah. " Aku sadar aku salah, setelah turnamen ini selesai aku berjanji akan kembali sekolah.

"Hei Riota, uang kita tidak cukup untuk sewa hotel. Kemana kita akan menginap? Aku kedinginan. " Keluh Toru, meskipun sudah pakai baju hangat yang sudah usang berlapis lapis, kami tetap saja kedinginan. Kami perlu tempat untuk bernaung.

"Tentu saja di rumah paman Takeshi, " Dari awal aku tujuanku sudah menjurus ke sana.

"Lagi?" Toru seperti tidak bersemangat ketika aku mengangguk membenarkan. "Sudah kuduga! "

***

Takeshi harus bangun pagi pagi buta demi membukakan pintu. Takeshi baru saja menyelesaikan pekerjaan pukul tiga pagi, baru satu jam tidur dia harus rela bangun lagi. "Siapa sih tamu tak tahu diri mengetuk rumah orang pagi pagi begini?! "

"Selamat pagi, Papa! " Aku memberi salam. Ya, Aku memanggil Takeshi dengan sebutan papa, dan mama pada istrinya.

"Astaga! apa yang kau lakukan pagi pagi buta begini?!" Papa kaget bukan kepalang, aku datang dalam keadaan kedinginan dan kelaparan.

"Masuklah! " Ucapnya sambil teriak membangunkan mama. Dia hampir saja menutup pintu rapat rapat jika Toru tidak segera menahan.

"Hah? kau ikut?! " Takeshi kaget ternyata aku tidak datang seorang sendiri seperti yang dia yang dia sangkakan.

"Pulanglah! "

"Kamar kami tidak cukup menampung satu orang tamu lagi! " Usir Papa pada Toru.

"T- ta- api ---" Aku berupaya mencegahnya tapi sayang Takeshi sudah menutup pintu menolak Toru untuk menginap.

Yang dilakukan papa sungguh tidak berperikemanusiaan, bahkan dia sempat tertawa di atas penderitaan orang lain.

"Yasudah ayo masuk! " Papa kembali membukakan pintu.

" Kebetulan laptop ku sedang bermasalah, tolong diperbaiki! "

"Anggap saja sebagai balas budi. " Celetuk Papa sembari menahan tawa. Bodohnya aku yang tidak tahu bahwa itu hanya candaan antara mereka berdua saja.

"Hahahahahaha" Toru tertawa keras sekali karena melihat kepolosan ku. " Bercanda mu basi, paman !"

Takeshi memang bukan ayah biologis ku, tapi keberadaannya membantuku untuk tidak serta merta kehilangan sosok ayah dari usia dini. Dia dan istiri nya--Ruri -- sudah menikah tapi belum memiliki keturunan, untuk itulah dengan senang hati mereka bersedia menjadi orang tua angkat.

Ibu sering menitipkan aku di rumah mereka apabila ada urusan di Tokyo. Papa dan Mama merawat ku meski kami tidak memiliki aliran darah. Mereka menyayangiku terlebih mama Ruri, andai saja aku boleh menetap di sini, sudah pasti aku tidak sering bertengkar dengan ibu setiap hari.

"Apa yang terjadi? "

"Kenapa Riota nekat ke Tokyo tanpa Yuko? " Ruri menginterogasi suaminya.

"Sstttt" Papa mendesis. "Pelan pelan bicaranya, mereka akan bangun mendengar kicauanmu sayang"

"Apa Riota kabur dari rumah? "Tanya mama lagi, belum bisa bicara pelan pelan.

"Tentu saja. Mereka bertengkar dan Ini penyebab" Papa menunjukkan sesuatu dari layar ponsel.

"Personal Tech? "

"Itukan...?"

"Ya, itu sebabnya Yuko barusan marah besar,"

"Aku tidak bilang bahwa Riota datang kesini, " Ungkap papa, dia paham harus berbuat apa untuk menengahi pertikaian ini.

"Dia pasti sedang mencari Riota! "

"Tidak, tenang saja. Riota bilang pada Yuko sudah tinggal di penginapan bersama Toru. "

"Kau ini! Kenapa mesti berbohong?! Kau tidak tahu perasaan seorang ibu saat akan kehilangan anaknya?" Mama terus saja meracau membuat papa pusing tujuh keliling.

"Dan kau juga tidak tahu kan bagaimana perasaan seorang ayah yang belum mengetahui keberadaan anaknya begitu pula dengan sebaliknya? " Takeshi ngotot.

"Riota dan pria itu punya hak yang sama untuk saling mengetahui siapa diri mereka masing-masing?! " Tanpa sadar, papa sudah menaikkan volume suaranya.

"Apa maksudnya? "

Aku muncul di tengah tengah mereka. Aku dan Toru sudah bangun dari tadi mendengarkan mereka berdebat sambil menyebut nyebut namaku.

"Ah Rio kau sudah---" Papa panik, begitupula mama yang tak tahu harus bicara apa.

"Siapa maksud dari pria itu papa? " Tanyaku telak, dengan mata nanar penuh harap.

***

Terpopuler

Comments

Tyara Lantobelo Simal

Tyara Lantobelo Simal

hadir kasi jempol
menarik untuk di simak
berlanjut

2021-12-20

0

yoemi noor

yoemi noor

Yuko? tokohku Yuri dan Yuki 🤭

2021-10-29

0

Sophia Verheyden✨

Sophia Verheyden✨

hai kak aku mampir

2021-10-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!