Bab 10

"Ka-kalian?"

"Mereka karyawan dan staf dihotel yang dipimpin Jack. Bawalah saja dulu Jack istirahat, nanti biar aku jelaskan." pinta Brian, sembari menunggu Sam datang.

Seorang pelayan mengikuti dan membantu Iel untuk membawa Jack kekamarnya dilantai atas. Kamar yang tak kalah mewah dengan ruangan lain dirumah itu. Iel lalu membaringkan tubuh Jack diatas ranjangnya dengan perlahan.

"Masih sakit?"

"Sedikit." jawab Jack.

"Aku akan memberikan antibiotik dan pereda nyerinya, lewat suntikan. Tunggu, akan aku persiapkan."

"Tak bisakah, obat minum saja? Aku tak ingin disuntik."

"Kenapa, Takut? Pejamkan saja matamu, agar tak kelihatan proses penyuntikan-nya." jawab Iel, yang sibuk dengan jarum dan obatnya.

"Semakin aku menutup mata dan menghindarinya, justru bayangan-nya semakin jelas dalam otak-ku." jawab Jack, dengan wajah paniknya.

"Ah, santai saja. Hanya jarum kecil, bukankah, dengan sebuah luka tembakan anda masih sehat?" ledek Iel, yang mendekati Jack ditempat tidurnya.

"Beda rasanya... Tolonglah, jangan suntik aku. Obat saja, sebanyak apapun akan ku minum." rengek Jack pada Iel, yang sudah membuka lengan bajunya.

"Tarik nafas sebentar, rilekskan tubuhmu, dengan begitu, anda tak perlu takut." Iel mulai menyuntikan spuitnya ke lengan kekar Jack, membuatnya sedikit merintih manja.

"Aah... Jangan dimasukkan, aku takut..." lirihnya.

"Sebentar, sebentar lagi masuk. Sedikit lagi. Setelah itu akan enak. Anda lucu jika sedang tegang." jawab Iel, meyakinkan.

"Aaah... Sakiiit." rintih Jack, ketika Iel sudah mendorongkan obatnya.

"Sabar... Ku bilang nanti enak, lama-lama akan terbiasa, karena kita akan sering melakukan-nya nanti. Masih beberapa kali lagi jatahmu. " ucap Iel.

Suara aneh itu membuat semua yang mendengarnya berfikiran kotor. Terutama Amy dan Brian, yang saling berpandangan dengan kikuk.

"Nyonya... Agresif juga." lirih Amy.

"Katanya.... Mereka menikah hanya pura-pura. Tapi, kenapa sampai seperti itu? Bagaimana jika menikah betulan, mungkin semua pegawai akan diungsikan sementara." ucap Pak Bob, yang tak kalah heran dengan Brian dan Amy.

"Pak Bob... Dimana Jack? Aku butuh bicara dengan-nya." Sam tiba-tiba datang, dan bertanya dengan suara lantang.

"Hey... Pelan lah sedikit. Jangan ganggu mereka yang sedang...."

"Sedang apa? Aku ada keperluan mendadak yang lebih mendesak, daripada yang lain." potong Sam, yang memaksa masuk kekamar Jack.

"Bajumu diganti saja, aku akan membantu membukanya, agar tak terlalu sakit dan semakin parah lukanya." ucap Iel, dengan membuka beberapa kancing kemeja Jack, dan tiba-tiba Smith masuk.

"Jack, ada sesuatu yang..." ucapan Sam terpotong, tatkala melihat mereka berdua dan baju Jack yang terbuka.

"Oh, maaf. Aku belum terbiasa dengan pernikahan kalian. Aku sudah terlalu sering keluar masuk dengan bebas dirumah ini." Sam, membalik tubuhnya.

"Ah, tidak apa-apa Tuan. Kami sudah selesai, silahkan dilanjutkan bicaranya." ucap Iel, lalu beranjak pergi dari kamar..

"Nyonya, sudah selesai?" tanya Pak Bob.

"Sudah, singkat saja, yang penting masuk. Permisi, saya mau kekamar saya dulu." jawab Iel.

"Yang penting sudah masuk?" Pak Bob menggaruki kepalanya.

"Kalau begitu, kapan kita punya keponakan?" celetuk Amy, yang langsung dibungkam Brian.

"Hust... Jangan ikut campur. Sana, layani saja Nyonyamu dengan baik. Suasana ini, pasti membuatnya canggung." tegur Brian padanya. Lalu Amy beranjak, menghampiri Iel dikamar barunya yang mewah.

"Ada kabar apa, Sam?"

"Mereka masih mencari bukti itu, dan mereka yakin, jika bukti itu ada padamu. Karena, kamu lah yang paling akrab dengan Beliau sebelum wafat."

"Ya, buktinya ada padaku. Aku bahkan memiliki Handphone gadis ditanganku, dan disana berisi semua tentang kejahatan yang Dia lakukan tentang pembunuhan itu."