...Hujan membasahi tanah gersang. Angin berhembus mengenyahkan kepanasan. Sakit yang mendera menjadi cambuk pengingat untuk tidak kembali terjebak....
.......
Musim semi telah datang, aroma bunga sakura menguar menghilangkan beban terus bersarang dari semalam. Riana kembali bersemangat melihat langit cerah hari ini. Setelah mengantar anaknya ke TK, ia bergegas menuju tempat kerjanya berada.
Baru saja ia keluar dari taksi, langkahnya terhenti saat mendapati mobil sang atasan. Tidak lama berselang pria berjas biru dongker keluar mengembangkan senyum khasnya.
Riana mengangguk singkat dan membalasnya. Melihat itu YeonJin terpaku lalu mengerutkan dahi dalam tidak mempercayai apa yang dilihatnya sekarang.
Benarkah ini Riana? Kira-kira seperti itulah sorot matanya berbicara. Wanita berhijab itu pun ikut menautkan alis bingung.
“Apa ada yang salah YeonJin-ssi?” Pertanyaan Riana barusan membuyarkan lamunan.
“Ah! Ani. Kamu sudah baik Riana?” tanyanya balik membuat Riana bingung.
“Eh!” pekiknya langsung.
“Kemarin, kamu sempat terlihat tidak baik. Apa ada sesuatu yang sudah terjadi?” tanya YeonJin lagi masih penasaran.
Riana kemudian melangkah masuk ke dalam gedung lalu diikuti oleh sang atasan. Tatapan mata sipit itu masih mengarah padanya menunggu jawaban.
Senyum melengkung di bibir ranum Riana seraya menengadah melihat langit cerah. Angin hangat berhembus membuatnya nyaman.
“Tidak. Hanya sesuatu yang tidak penting,” ungkapnya mengambil langkah besar meninggalkan YeonJin sendirian. Pria itu berhenti menatapnya yang terus menjauh.
“Em, aku tidak mengerti," gumamnya.
Perjalanan panjang harus ditempuh untuk mencapai satu titik keberhasilan. Itulah yang saat ini tengah ia kecap. Asam manis kehidupan sudah Riana habiskan selama bertahun-tahun.
Hidup seorang diri tanpa keluarga di negara orang lain sudah mengantarkan pada kisah hidup berbeda. Riana bersyukur Allah menghadirkan orang-orang yang sudah menyakitinya.
Terutama pria itu. Suami yang ia pikir bisa membahagiakan ternyata memberikan luka membayang. Ia hidup dalam bayang-bayang kesakitan dan ketakutan. Bahkan luka itu masih terasa hingga sekarang.
“Itu sudah menjadi bagian dari masa lalu. Okay, Riana hari ini kamu punya pekerjaan baru. Bismillah, semangat!” gumamnya mengenyahkan kenangan singkat tentang masa lalu.
Tangannya begitu lihai menari di atas kertas putih terbentang di meja kerja. Garis demi garis membentuk susunan gambar yang ia inginkan mulai terlihat. Wajah damai melukiskan semangat yang membara. Inilah hobi yang menjadi pekerjaan. Ia bersyukur bisa mencapainya.
“Hari ini kamu tidak pergi ke lokasi?” Suara baritone menginstruksi. Riana mendongak mendapati YeonJin di depan ruangannya.
“Selesai makan siang nanti saya pergi. Sekarang saya sedang merancang miniaturnya," jelas Riana kemudian.
Perlahan kaki jangkung itu mendekat dan melihat hasil rancangan sang rekan kerja yang baru dilakukan beberapa menit lalu.
“Aku tidak sabar ingin melihatnya seperti apa. Pasti lebih dulu selesai miniaturnya, kan?” ujarnya kemudian.
“InsyaAllah dan sepertinya memang harus ini dulu yang selesai, supaya mempermudah para pekerja," balas Riana sambil menoleh singkat.
YeonJin tercengang melihat senyum yang mengembang menghiasai wajah ayu itu. "Apa dia berkepribadian ganda?" benaknya.
“Kalau begitu saya teruskan dulu,” lanjut Riana menyadarkan.
“Ah, iya silakan.” YeonJin kembali meninggalkan ruangan itu menyisakan sang penghuni seorang diri.
Jam masih menunjukan pukul setengah sebelas siang. Sedari tadi CEO muda itu tengah berkutat dengan berkas-berkas yang tidak pernah habis di mejanya. Kedatangan pria dengan senyum menawan mengganggu konsentrasi. Ia menatapnya lekat seakan tahu ada sesuatu.
“Wae?” ucap nya tanpa sedikit pun menatap sang lawan bicara.
“Siang nanti ada rapat untuk menyambut pelukis Na. Hyung tidak lupakan? Ey~, sebentar lagi kalian bertemu. Hyung pasti tidak sabar,” celoteh Jimin menggoda. YeonJin terdiam mengamati pria itu.
“Park Hyerin, Kim Na Eun sudah lama aku tidak bertemu dengan dia. Bukankah aku memang harus merindukannya?”
Pertanyaan meluncur dari sang atasan membuat Jimin mengerutkan dahi heran.
“Memang sudah seharusnya, bukan? Dia kan tunangan mu, Hyung," jelasnya menyadarkan.
YeonJin kembali memfokuskan diri pada kertas-kertas di hadapannya. Entah kenapa ia merasa tidak tertarik untuk membicarakan hal barusan sekarang.
...***...
Di tempat berbeda, bocah kecil bernama Kaila duduk termenung di depan pintu seorang diri. Sarah, wanita berhijab abu berjalan mendekat lalu tersenyum menangkap wajah cemberut itu.
“Kaila, apa yang kamu pikirkan Sayang? Kamu rindu Mamah yah?” tanyanya seraya mendekap hangat. Gadis kecil itu menoleh dan tersenyum singkat.
“Ani. Aku tidak merindukan Mamah,” timpalnya mengejutkan.
“Lalu, kenapa Kaila sendirian di sini? Lihat, teman-teman Kaila lagi main bersama. Kamu tidak mau main bersama mereka?” Sarah menunjuk pada anak-anak lain di dalam ruangan.
“Mereka selalu membicarakan tentang ayah... aku bingung harus menjawab apa saat mereka menanyai ayahku," lanjut Kaila, suara lembutnya mengalun dalam pendengaran Sarah.
Wanita itu mengerti apa yang tengah di rasakan nya. Kaila merindukan sosok ayah dalam hidupnya.
“Apa Kaila merindukan ayah? Kaila mau bertemu dengannya? Apa Mamah tidak pernah membicarakan ayah Kaila?” Pertanyaan beruntun itu membuatnya berkali-kali mengangguk.
“Mamah tidak pernah membicarakan tentang ayah, dan... Mamah selalu menolak untuk menjawabnya kalau aku bertanya,” jawab kembali Kaila.
Sarah tahu seperti apa perjuangan Riana melupakan mantan suami. Namun, keputusannya untuk tidak memberitahu Kaila salah besar.
Bagaimanapun dia adalah darah daging pria itu. Kaila berhak tahu tentang ayahnya, tetapi, Sarah tidak bisa ikut campur lebih dalam mengenai kehidupan Riana.
Seperti yang sudah dikatakan tadi pagi, saat ini Riana tengah berada di lokasi untuk melihat perkembangan mengenai bangunan baru. Arsitek wanita itu tengah mengumpulkan orang-orang untuk mendengarkan arahan. Mereka senang bisa bekerjasama dengannya. Ia lihai dalam bekerja dan sangat rinci dalam menjelaskan.
“Dalam beberapa hari ke depan saya akan memperlihatkan miniatur mengenai bangunan ini. Untuk itu kalian tidak usah terburu-buru dalam membangunnya. Ingat, perhatikan bahan dan keselamatan kalian," ungkapnya perhatian.
Tidak jauh dari kerumunan, YeonJin menghentikan langkah beberapa meter dari mereka. Selesai rapat beberapa menit lalu, ia memutuskan untuk mengikuti jejaknya datang ke sana. Ia terkesan dengan Riana yang begitu bersemangat melakukan tugasnya. Ia tersenyum menyaksikan sosok itu menjadi satu-satunya wanita di sana.
"Dia seperti ratu yang sedang mengatur prajurit-prajurit nya. Tidak pernah aku bertemu wanita se-gigih dia. Apa yang dia inginkan dari pekerjaan ini? Uang? Jabatan? Atau pengakuan? Hampir satu bulan kita bekerja sama dan aku masih belum tahu seperti apa dia itu," monolog YeonJin dalam diam. Jimin yang berada di sampingnya menatap bingung sang atasan.
“Riana itu wanita yang mandiri yah Hyung. Dia bisa bersosialisasi dengan baik meskipun dia berhijab, tetapi... Riana bisa berbaur tanpa melihat perbedaan," ocehnya membuat YeonJin mengangguk setuju.
“Aku masih tidak tahu alasan apa dia bisa bekerja keras seperti itu? Apa dia sedang melupakan seseorang?” Pertanyaannya sendiri seketika menyadarkan.
Senyum yang terus berkembang di wajah cantik Riana membuat orang-orang di sekitar merasa nyaman. Para ahjussi itu tidak keberatan mengenai perbedaan mereka. Justru dengan perbedaan bisa saling menyatukan.
Riana juga berharap bisa menyebarkan kebaikan. Meskipun ada niat terselubung. Ia memang ingin melupakan seseorang dalam hidupnya. Luka yang sudah ditorehkan pria itu tidak mudah dihapuskan. Namun, ia yakin dengan bekerja keras sedikit bisa menghilangkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Happyy
💖💖
2023-06-16
1
Nur hikmah
kyy authoryaa suka drakor.....n korea selatan...
2021-11-16
0